Saya benar-benar kaget saat baca satu berita yang nyebutin ada sekitar enam dari sepuluh perusahaan yang disurvei telah memecat karyawannya yang baru lulus perguruan tinggi.
Mereka, yang baru lulus itu berarti kalangan Gen Z, seperti anak saya yang baru lulus bulan Agustus tahun kemarin. Itu pula yang membuat saya kaget baca berita itu. Belum juga cari kerja, anak saya sudah dihadapkan pada kenyataan itu.
Informasi di atas, dikutip dari laporan terbaru Intelligent, sebuah platform konsultasi pendidikan dan karier. Tentu saja itu memunculkan kekhawatiran pada gen Z.
Lalu, apa yang membuat perusahaan-perusahaan itu memecat gen Z?
Alasannya bervariasi. Namun, dari hasil survei, yang paling umum adalah kurangnya motivasi atau inisiatif (50%). Sangat ironis. Padahal Gen Z disebut-sebut golongan yang kreatif dan inovatif.
Di dunia kerja, sangat penting punya inisiatif dan keinginan untuk berkembang. Tapi, ternyata itu tidak ditemukan pada sebagian pekerja Gen Z.
Alasan berikutnya, kurangnya profesionalisme (46%) dan keterampilan berorganisasi (42%).
Alasan ke-4 dan ke-5 adalah lemahnya keterampilan komunikasi (39%) dan kesulitan menerima feedback (38%). Ini dinilai makin memperparah situasi kerja.
Semua tahu, kan, di dunia kerja, kemampuan berkomunikasi serta mau menerima kritik adalah hal yang penting. Tapi kenyataan berbicara lain. Masih banyak Gen Z yang kesulitan dalam dua hal ini.
Alasannya ternyata bukan hanya itu. Dari hasil survei diketahui, karyawan Gen Z itu sulit mengatur beban kerja, sering terlambat, serta tidak berpakaian atau berbicara dengan pantas.
Laporan lain dari ResumeTemplates, menunjukkan masih banyak Gen Z yang bergantung pada orang tua saat mencari kerja.