Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keledai, Ayah, dan Anak yang Bingung

10 Maret 2025   17:51 Diperbarui: 10 Maret 2025   19:07 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokpri uripwid, drawn by ai


Di suatu pagi yang cerah, Lukman memutuskan untuk pergi ke pasar hewan. Ia berencana menjual keledainya yang sudah terlalu tua untuk bekerja di ladang. Dengan langkah mantap, ia mengajak anak laki-lakinya, Amir, yang baru berusia 15 tahun, untuk menemani. Mereka berdua berjalan pelan, menuntun keledai yang tampak lelah, seolah merasakan perasaan mereka.

Mereka melangkah dengan tenang. Di tengah perjalanan, mereka melewati sekelompok orang yang sedang duduk di pinggir jalan. Salah satu dari mereka melihat Lukman dan Amir dan langsung berkomentar, "Alangkah bodohnya ayah dan anak itu, kenapa tidak dinaiki saja keledai itu?"

Lukman dan Amir saling berpandangan. Tidak ada yang berkata sepatah kata pun. Dengan senyum tipis, Lukman akhirnya memutuskan, "Ya sudah, nak, coba kau naik keledai itu. Kita lanjutkan perjalanan."

Amir dengan semangat langsung menaiki keledai, dan Lukman melanjutkan perjalanan sambil menuntun keledai dari sisi lain. Belum lama kemudian, mereka mendengar suara lain dari arah belakang.

"Dasar anak durhaka!" teriak seseorang, "Dia enak-enak naik keledai sementara ayahnya jalan kaki!"

Lukman kembali menatap Amir. Kali ini mereka berdua terdiam. Sebagai seorang ayah bijaksana, Lukman berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, nak, turun dulu. Aku yang akan naik keledai sekarang." Amir pun turun dengan perasaan bingung, dan Lukman melanjutkan perjalanan dengan duduk di punggung keledai, meninggalkan anaknya yang berjalan di samping.

Tak lama kemudian, terdengar suara lain dari seseorang yang tampaknya merasa sangat berhak mengomentari keadaan mereka. "Sungguh orangtua yang egois," kata orang itu. "Anaknya disuruh jalan kaki, sementara dia enak-enak naik keledai."

Kali ini, Lukman menghela napas panjang. Ia berhenti sejenak, menatap Amir yang tampak semakin bingung. "Kita sudah cukup mendengar komentar orang," katanya sambil tersenyum, "Sekarang, kita coba cara yang lain."

Lukman menyuruh Amir untuk naik keledai bersama dengannya. Mereka berdua pun duduk bersama di punggung keledai, melanjutkan perjalanan menuju pasar. Namun, seperti biasa, perjalanan mereka kembali disertai dengan suara-suara komentar yang mengundang tawa. Tiba-tiba terdengar teriakan dari seorang wanita yang sedang lewat, "Sungguh ayah dan anak itu tidak punya perasaan! Keledai sekecil itu dinaiki berdua. Kasihan sekali keledainya!"

Lukman berhenti dan tersenyum lebar. "Lihat, Nak, apa yang kita dapatkan?" katanya kepada Amir. "Kita tak bisa menerima semua pendapat orang, apalagi mencoba menyenangkan hati setiap orang. Setiap orang punya persepsinya sendiri, dan mereka akan selalu punya cara mereka untuk menilai kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun