Suatu sore Si Kabayan terlihat oleh tetangganya sedang berusaha meletakkan batu, yang cukup besar ukuran, di pinggir jalan depan rumahnya. Tetangganya mengerutkan kening tanda keheranan dengan apa yang diperbuat Si Kabayan.
"Kang Kabayan, buat apa batu itu diletakkan di situ?" tanya tetangganya tersebut menghilangkan kepenasaran.
Kabayan menyempatkan menghela napas sebelum menjawab, "Batu ini nantinya meletakkan lampu, Kang!"
"Lampu? Lampu untuk apa?" Tetangga Si Kabayan tambah penasaran. Berkata demikian sambil garuk-garuk kepala.
"Lah, Si Akang ini. Ya untuk menerangi. Kan, nanti kalau malam jalan ini gelap, orang-orang ga akan bisa melihat batu ini, jadi saya letakkan lampu di atasnya, supaya ga tersandung!" jawab Si Kabayan.
Mendengar jawaban Si Kabayan, tetangganya hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. 'Batu untuk menyimpan lampu dan lampu untuk menerangi batu, ada-ada saja Si Kabayan ini,' demikian pikir si Tetangga.
Kalau saja bukan Si Kabayan yang berbuat seperti itu dia tentu akan jengkel dan mungkin menegurnya.
Si Kabayan adalah tokof fiktif. Tokoh imajinatif orang Sunda yang polos, apa adanya, lucu tapi terkadang kadang menjengkelkan. Namun, di balik kepolosannya, keluguannya itu, apa yang dilakukan Si Kabayan kalau dipikirkan lebih dalam terkadang mengandung makna yang filosofis.
Banyak kisah Si Kabayan, dikenal dengan Dongeng Si Kabayan, yang disampaikan orangtua-orangtua kepada anak mereka sebagai hiburan dan juga untuk memberikan nasihat.
Salah satunya kisah di atas. Si Kabayan meletakkan batu untuk menyimpan lampu, dan lampunya untuk menerangi supaya orang-orang yang lewat tidak tersandung batu. Kalau begitu, kenapa harus meletakkan batu, ya?
Baiklah. Itu adalah pikiran Si Kabayan, kita harus maklum saja, semaklum tetangganya yang tadi bertanya, dan akhirnya menggeleng-gelengkan kepala.
Tapi, kalau dipikirkan lebih dalam, ini menurut saya, ya. Sepertinya Si Kabayan ini sedang menyindir orang-orang sekarang yang pada sibuk kredit mobil atau motor. Mereka memaksakan mencicil kendaraan padahal pendapatan pas-pasan, maksudnya total penghasilannya tidak layak untuk memiliki cicilan yang katanya maksimal harus 30% dari total penghasilan (gaji).
Ini kasus yang saya alami di tempat kerja. Banyak rekan kerja, yang mengkredit kendaraan-motor atau mobil-berdalih bahwa mereka (terpaksa) mencicil itu untuk kelancaran mereka bekerja, untuk mereka gunakan saat pergi atau pulang bekerja.
Jadi, mereka menyicil kendaraan (mobil atau motor) untuk bekerja, dan menghasilkan gaji. Dan, Â dengan gajinya itu mereka membayar cicilan.
Bagaimana menurut Anda, sama, kan, denga napa yang dilakukan Si Kabayan dengan batu dan lampunya tadi?