Mohon tunggu...
Mr. Hidayat
Mr. Hidayat Mohon Tunggu... Guru, penulis, dan pemikir

*📚 Moh. Urip Hidayat: Guru Bahasa Inggris dengan WiFi sebagai Lautannya 🌊* Di kelas, Moh. Urip Hidayat adalah seorang *kapten bahasa Inggris* yang membawa murid-muridnya berlayar melintasi samudra kata-kata, tenses, dan idiom-idiom unik. Namun, begitu bel pulang berbunyi, ia menjelma menjadi *peselancar digital*, meluncur bebas di ombak informasi internet, dari artikel edukatif hingga meme receh yang bikin ngakak. 😆 Dengan semangat seorang penjelajah, Pak Hidayat bukan hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga bagaimana menaklukkan dunia dengan kata-kata. Baginya, grammar itu penting, tapi *humor dalam belajar lebih penting lagi*. Karena, apa gunanya bisa perfect tense kalau hidupnya selalu tegang? 😜 Jadi, kalau butuh guru yang bisa bikin belajar bahasa Inggris lebih asyik, interaktif, dan kadang diselingi joke khas bapak-bapak, Pak Hidayat adalah jawabannya. *Belajar boleh serius, tapi jangan lupa bahagia!* 🎉 Mengajar bahasa Inggris di SMPN 239, motivation and inspirational enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diam-Diam Menghancurkan : Saat Guru Menjadi Pelaku dan Korban Perundungan di Sekolah

13 Juni 2025   22:52 Diperbarui: 13 Juni 2025   22:52 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengurai Akar Masalah

Dari dua kasus itu, kita bisa melihat akar dari praktik perundungan ini. Secara struktural, banyak sekolah tidak memiliki mekanisme pengaduan yang jelas. Peran dan tanggung jawab guru seringkali kabur, dan penilaian kinerja cenderung menekankan aspek individual dibanding kerja tim.

Budaya organisasi juga turut menyuburkan praktik ini. Hierarki yang kaku, nilai senioritas yang berlebihan, serta ketergantungan pada norma informal menjadikan lingkungan kerja penuh tekanan diam-diam. Minimnya pemahaman tentang etika komunikasi dan kesehatan psikologis semakin memperparah situasi.

Dampaknya jelas: semangat kerja menurun, kolaborasi antar guru terganggu, dan banyak yang mengalami burnout bahkan gangguan psikologis jangka panjang.

Saatnya Bergerak: Membangun Sekolah yang Sehat

Lalu, apa yang bisa dilakukan?

Secara struktural, sekolah perlu memiliki kode etik yang tegas terhadap segala bentuk perundungan. Kanal pelaporan harus anonim dan independen. Penilaian kerja sebaiknya mengedepankan kontribusi kolektif, bukan hanya hasil individu.

Secara kultural, penting untuk membangun budaya reflektif melalui supervisi yang sehat dan dialog terbuka. Audit sosial tahunan terhadap iklim kerja bisa membantu mengidentifikasi titik-titik rawan konflik.

Dalam pendidikan guru, pelatihan kecerdasan emosional dan etika profesional perlu menjadi bagian dari kurikulum PPG maupun pelatihan berkelanjutan. Lembaga seperti Ombudsman Pendidikan atau LPSDP bisa diajak bekerja sama untuk memberikan pendampingan atau mediasi saat terjadi konflik.

Sekolah sebagai Komunitas, Bukan Arena Kuasa

Perundungan antarguru bukan hanya masalah pribadi atau konflik biasa. Ia merupakan gejala dari ketegangan sistemik yang lebih dalam dalam dunia pendidikan kita. Karena itu, upaya penanganannya pun tidak bisa setengah-setengah. Harus menyeluruh, mencakup aspek struktur, budaya, dan pendidikan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun