Mohon tunggu...
Upita seftian wardany
Upita seftian wardany Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UNIKAMA

UPITA SEFTIAN WARDANY_MAHASISWA UNIKAMA_210402080002_PBSI 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merasakan Ungkapan Ketidakadilan Mendalam pada Sebuah Drama Monolog Balada Sumarah Karya:Tentrem Lastari dari Sisi Nada dan Suasana dengan Kajian Stilistika

24 Desember 2022   18:39 Diperbarui: 24 Desember 2022   18:41 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merasakan Ungkapan ketidakadilan Mendalam Pada Sebuah Drama Monolog Balada Sumarah Karya:Tentrem Lestari Dari Sisi Nada dan Suasana Dengan Kajian Stilistika

Dalam menyampaikan pesan,perasaan dan tujuan kepada orang lain penggunaan bahasa menjadi pilihan yang efektif untuk dipergunakan.Bahasa menjadi hal yang paling dominan ada pada kehidupan manusia.Bahasa yang mendominasi ini memiliki ragam gaya bahasa yang menarik untuk kita analisis.Ilmu yang mengnalisis gaya bahasa tersebut disebut Stilistika.Stilistika sendiri terbentuk dari kata Style yang memiliki arti gaya pada bahasa Indonesia.Dengan kajian stilistika ini tentu kita akan mengalasisi ungkapan-ungkapan yang disampaikan dalam sebuah karya sastra untuk dapat mengetahui lagi maksud apa yang akan akan disampaikan penulisnya.

Karya sastra memiliki fungsi ganda tidak hanya menghibur namun juga memiliki fungsi didaktis atau sebagai alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan serta pengajaran nilai-nilai kebaikan.Hal ini juga yang menjadikan Tentrem Lastari yang menyampaikan pesan serta aspirasinya melalui karyanya yang berjudul Balada Sumarah.Balada Sumarah merupakan karya yang menggambarkan emosi berapi-abi.Karya ini meronta dan mendobrak perasaan penikmatnya agar merubah pola pikir dari sejarah kelam yang terus diwariskan kepada anak cucu bangsa Indonesia.Tentrem Lestari menciptakan nada dan suasana yang ada pada monolog balada sumarah dengan intonasi serta keadaan yang sangat mewakili rasa emosi,keputusasaan serta ketidakadilan yang tokoh sumarah alami di dalam hidupnya.

Nada dan Susana dalam kajian stilistika yang dituliskan oleh RH.Umami pada tahun 2019 dalam link http://repo.iain-tulungagung.ac.id/10413/5/BAB%20II.pdf. Dalam tulisan tersebut menjelaskan tentang Nada adalah sikap seorang penyair terhadap suatu kejadian atau permasalahan yang ditujukan atau dikemukakan di hadapan pembaca. Nada adalah hal yang lahir dari sugesti dan terpancar lewat susunan kata-kata.Sementara suasana adalah suatu keadaan yang melingkupi nada atau melingkupi permasalahan yang tengah terjadi. Nada dan suasana biasanya terwujud dalam rasa senang, bersemangat, heroik, romantik, bisa juga sedih, kalut, putus asa, dan lain sebagainya.

Nada pada monolog balada sumarah di tuliskan oleh Tentrem Lestari sebagai  sikap seorang penyair yang merasakan ketidakadilan yang menimpa keturunan dari seorang yang tertuduh sebagai seorang PKI.Nada pada karya sastra ini merujuk  terhadap suatu kejadian atau permasalahan yaitu sejarah G30 SPKI.Kejadian sejarah ini menciptakan ketidakadilan yang mencekik leher semua keturunan dari tertuduh PKI yang membuat mereka terdiskriminasi di Negara  mereka sendiri.Nada dalam monolog balada sumarah  ditujukan atau dikemukakan di hadapan pembaca secara tulis yang dapat kita baca pada link berikut ini :

http://paperman212.blogspot.com/2016/03/monolog-balada-sumarah-karya-tentrem.html?m=1 atau untuk semakin dapat merasakan nada dan suasana yang diciptakan secara apik oleh Tentrem Lestari kita bisa menontonnya pada tayangan youtube dalam link berikut https://www.youtube.com/watch?v=xvBjYdW-Srg

            Untuk memperkuat argumentasi ini kami menyajikan analisis nada dan suasana dalam monolog balada sumarah pada bagian petama yang berisi

  • Dewan Hakim yang terhormat, sebelumnya perkenankan saya meralat ucapan jaksa, ini bukan pembelaan.Saya tidak merasa akan melakukan pembelaan terhadap diri saya sendiri, karena ini bukan pembenaran.Apapun yang akan saya katakana adalah hitam putih diri saya, merah biru abu-abu saya, belang loreng, gelap cahaya diri saya. Nama saya Sumarah. Seorang perempuan, seorang TKW, seorang pembunuh, dan seorang pesakitan.Benar atau salah yang saya katakan menurut apa dan siapa, saya tidak peduli. ini kali terakhir, saya biarkan mulut saya bicara. Untuk itu, Dewan Hakim yang terhormat biarkan saya bicara, jangan ditanya dan jangan dipotong, kala waktunya berhenti, saya akan diam, selamanya. Saya tidak butuh pembela, saya tidak butuh penasihat hokum. Karena saya tidak mampu membayarnya. Saya juga tidak mampu dan tidak mau memberikan selipan uang pada siapapun untuk melicinkan pembebasan dari segala tuduhan. Toh semua sudah jelas! Semua tuduhan terhadap saya, benar adanya. Segala ancaman hokum, vonis mati, saya terima tanpa pembelaan, banding atau apalah namanya.
  • Bayangan bapak saya menggelapkan nama saya, ketika saya mencari keterangan surat bersih diri terbebas dari ormas terlarang sebagai salah satu syarat mendaftar PNS.  Saya ingat betul kata Pak Lurah waktu itu :
  • "Waduh, ndhuk, kamu itu memahami betul to persoalan ini.  Siapa bapakmu.  Saya betul-betul tidak berani member keterangan yang kau butuhkan.Gundhulku ndhuk, taruhannya."
  • Aalah Bapak!!  Di mana engkau?  Aku ingin kau ada, dan bungkam mulut orang-orang itu. Rasanya aku lebih percaya seperti kata simbok, bahwa engkau baik, tapi lugu dan bodoh.  Tapi, ketiadaanmu membuat aku selalu takut dan gugup!  Kalau benar bapakku bersalah, lantas apa iya aku, simbok, Yu Darsi, Kang Rohiman harus menanggung dosa itu selamanya.  Dikucilkan, dirampas hak-hak kami?  Selalu terdepak di negeri sendiri.
  • Demikian, saya menjerit, meraung-raung, dalam bibir yang terkunci.

Dari dialog diatas  nada dan suasana yang ada disini adalah nada melankolik nada ini murung dan sedih menggunakan tekanan suara yang rendah dan perlahan. Nada ini sering ada pada karya yang menggunakan tema pendritaan,kesedihan,kehampaan,dan kerinduan.Dalam dialog ini tersiratkan suasana kesedihan dan kepasrahan yang menimpa tokoh sumarah.Dengan tujuan mempertegas ungkapan bahwa ia sedang berkata jujur namun tidak dengan kata yang muluk-muluk melainkan kepasrahan saat ia menjelaskan siapakah dirinya.

            Selain kepasrahannya Sumarah yang dituliskan dalam monolog balada sumarah juga menggunakan nada sinis yang di buktikan dari kutipan monolog berikut ini

  • Kematian adalah kelahiran yang kedua.Untuk apa berkelit kalau memang itu sudah winarah dalam hidup saya.Sudahlah.... saya tidak perlu empati dan rasa kasihan.Dari pengalaman hidup saya mengajarkan sangat.... sangat jarang dan hampir tak ada sesuatu yang tanpa imbalan dan resiko. Juga rasa empati".

Nada sinis ini mengungkapkan rasa hati yang kurang senang tekanan suara perlahan dan agak rendah dan mengungkapkan hal yang tidak disukai atau tidak disetujui.Nada ini mewakili suasana sinis dari hati tokoh sumarah tentang tidak adanya rasa empati yang ia terima dari Negara ini kepadanya.

Dalam monolog balada sumarah ini juga terdapat nada protes yaitu nada yang penuh dengan pertentangan atau pemberontakan tekanan suara yang digunakan tinggi dan pantas.Kutipan di bawah inilah buktinya

  • Yang jelas. sekarang biarkan dulu saya bicara tentang apa saja. Penting atau tidak penting bagi dewan hakim, atau bagi siapapun, saya tidak peduli. Apapun yang ingin saya lakukan biarkan seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir. Mengalir ke mana pun curah yang mungkin terambah. Mungkin mengendap di sela-sela jepitan hidup orang mungkin menabrak cadas batu dalam kepala orang, meniumbul riak, mungkin meluncur begitu saja bersama Lumpur kehidupan, tahi, dan rentanya helai-helai kemanusiaan, atau bahkan meluap-luap, menggenangi seluruh muka busuk para majikan, para penguasa hingga coro-coro kota.".
  • Ya... inilah saya, Sumarah, menjadu babu, buruh, budak sudah menjadi pilihan.  Bertahun-tahun, saya menjilati kaki orang, merangkak dan hidup di bawah kaki orang.  Bertahun-tahun saya tahan mulut saya, saya lipat lidah saya, agar tidak bicara.Karena bicara,berarti bencana.  Bencana bagi perut saya, perut simbok, dan bencana pula bagi para majikan.  Tolong.... kali ini ijinkan saya mendongak dan membuka suara.
  • Begini... Begitu.... Begini... Begitu....Begini... Begitu..... Di sekolah harus begini...eh di luar begitu.   Di sekolah bukan, eh di luar bukan bukan [bernyanyi] kan bukan... bukan... bukan.... kan .... bukan... bukan....bukan.
  • Kenyataannya semua menjadi bukan!  Semua teori, rumus, ambyar bubar! Nemku, rapotku, ijazahku macet ketika aku mencari kerja.  Ijazahku tak berbunyi apa-apa!  Saya ingat betapa susahnya dulu, ketika hanya punya ijazah madrasah.  Pilihan pekerjaan yang layak hanya jadi babu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun