Semenjak  merabaknya  pendemi Covid di Indonesia , beragam  program  guna  mengatasi penyebaran virus  ini dilakukan pemerintah. Mulai  himbauan  bekerja di rumah (WFH),  menjaga jarak sosial (social  distancing),  memakai masker  serta  mencuci  tangan. Dengan protokol kesehatan yang ketat diharapkan dapat mencegah  meningkatnya persebaran  daerah pendemi  Covid -19  di Indonesia.
Sedangkan  untuk  mengatasi   merosotnya  ekonomi  masyarkat , pemerintah  telah meluncurkan  program  Jaring Pengaman  Sosial (Social Savety  Net)  berupa bantuan  sosial seperti  Bantuan Langsung  Tunai (BLT), Program Keluarga  Harapan  (PKH), Kartu Pra Kerja,  Bantuan Sembako,  Bakti Sosial serta  program-program karitas lainnya. Semuanya  itu  untuk memenuhi kebutuhan warga  yang terdampak oleh pendemi Covid -19. Dari  berbagai program bantuan ekonomi  itu diharapkan bisa  memenuhi kebutuhan  pokok warga  masyarakat  yang kekurangan  untuk  memenuhi kebutuhan  ekonominya  karena  karena terdampak Pandemi-Covid-19  untuk  bekerja yang terkena PHK.  Bantuan  untuk  warga masyarakat  kurang mampu ini  memamg  diperlukan karena  berdasarkan Survei  Online  SMRC tentang  Dampak  Covid -19  ditemukan data bahwa  25 persen  masyarakat  sudah  bergantung  utang untuk  memenuhi  kebutuhan ekonomi  mereka.
Berbagai program  bantuan itu  tentunya  banyak menyedot  anggaran  pemerintah  baik  pusat maupun daerah,  apalagi  belum  bisa diprediksinya  sampai kapan pendemi  Covid-19 ini akan  berakhir.  Sehingga  pendemi ini bisa  menguras  anggaran  pemerintrah  dalam  jangka panjang.  Baik  untuk  biaya pengobatan pasien  Covid-19  yang ditanggung pemerintah, maupun  biaya  bantuan sosial  kemasyarakat kurang mampu untuk memenuhi  kebutuhan  hidup mereka. Dana pemerintah pun banyak yang tersedot  untuk menangulangi pandemi ini. Dana pemerintah  tersebut  ini pun  sebenarnya  menurut  hemat  penulis  masih kurang  untuk menanggulangi efek pagebluk Covid-19 ini.  Bayangkan saat ini saja tercatat  sudah jutaan  pekerja  terkena Pemutusan Hubungan  Kerja (PHK), dan  angka ini berpotensi untuk bertambah.  Nah  untuk membantu pemerintah  dalam  mengurangi  ketergantungan terhadap  dana APBN dan  APBD  serta dalam rangka  mengurangi  beban masyarakat  akibat covid-19 ini.  Maka dana  Zakat  adalah solusi  untuk makin  meringankan  beban  masyarakat.
Optimalisasi  Dana Zakat.Â
Memasuki  akhir tahun  ini  dimana   pendemi  Covid-19 belum menunjukan tren penurunan bahkan cenderung  meningkat,  maka menjadi  momentum  untuk  bisa mengoptimalkan  dana  zakat  yang diperoleh  lembaga Zakat  (LAZ)  baik tingkat  Nasional  maupun daerah. Bersinergi dengan  Badan  Amil Zakat Nasional  (BAZNAS)  untuk  bersama-sama dengan pemerintah  meringankan  beban ekonomi  masyarakat yang terdampak  Covid-19. Sekadar  gambaran  data  dari  Zakat  Watch  menyebut  angka  19, 63  Trilyun rupiah untuk  potensi  zakat  perusahaan  BUMN saja. Sedangkan  penelitian UIN  Hidayatulah Jakarta  mencatat  angka  19, 3  Trilyun rupiah  untuk potensi  zakat  Masyarakat (Hafidhuddin, dkk, 2008). Sedangkan  potensi  untuk  zakat  fitrah  di bulan Ramadhan saja  seperti yang dilakukan  umat muslim  Jawa Timur  menurut  utak-atik hitungan  Muh. Kholid  AS (2007)  bisa  mencapai  Rp. 256, 63  Miliar.  Perkembangan terbaru menurut BAZNAS  potensi zakat nasional mencapai 230 Triliun. Nominal  itu belum di tambah  dengan  zakat maal maupun  dana-dana ibadah lainnya  tentunya akan semakin  berlipat jumlahnya. Bahkan  seorang Pakar  Ekonomi Syariah baru-baru ini  memperkirakan  potensi  dana  zakat umat  Islam  mencapai  500 Trilyun.  Maka  potensi  yang demikian  besar  dari zakat ini  banyak hal  yang bisa  dilakukan untuk memecahkan  berbagai persoalan  umat  terutama  yang berhubungan  dengan  nasib masyarakat kurang  mampu yang terdampak akibat  pendemi ini. Untuk itulah perlu  pengoptimalan dana zakat  guna  menolong masyarakat  yang secara ekonomi  kurang beruntung pada  masa sekarang ini.
Perlu  Skala Prioritas Â
Dalam  kondisi normal  pemanfataan  dana  zakat  memang harus  di salurkan pada  para mustahiq  (penerima zakat)  sebagaimana  tergambar dalam  QS: At Taubah 60: Mereka adalah :  Fakir Miskin, Kelompok Amil ( petugas  zakat),  Memerdekakan budak belian, Kelompok  Ghorimin, Fisabililah,  serta ibnu Sabil (Hafidhuddin, 2002:133-138).  Oleh karena  adanya situasi  pendemi  Covid- 19 ini  menurut  hemat  penulis  perlu  Skala Prioritas dalam penyaluran  dana  zakat. Misalnya  dana zakat difokuskan  untuk  memenuhi  kebutuhan  pokok terdampak  Covid-19 seperti  kaum  buruh  yang kehilangan pekerjaan akibat  terkena PHK dari perusahaan  tempat nya bekerja. Misalnya dengan  memberi paket sembako  selama  pendemi Covid-19 ini.
 Demikian  juga para dokter dan para  tenaga medis  yang menangani  pasien covid-19  mereka juga layak  diberi prioritas  untuk  diberi bantuan dana zakat  misalnya  dengan  membelikan  baju  Alat Pelindung Diri (APD)  dengan jumlah  yang masif  dan kualitas  bagus  dari dana  zakat. Meraka  bisa digolongkan  masuk golongan  berjuang  di jalan Allah (fisabiilah). Dana zakat  yang  terkumpul  memberi manfaat yang optimal.  Lembaga Amil Zakat dan  Badan Amil  Zakat  dengan di dukung oleh umat  Islamn yang mampu secara ekonomi dan sudah  memenuhi nishabnya  untuk  segera menunaikan  kewajiban  membayar  zakat  guna  membantu  saudara-saudara  kita  yang terdampak  pendemi. Panndemi  Covid -19 saat ini merupakan   moment  dimana  kesadaran  membayar  zakat   umat Islam  untuk segera  menunaikannya agar bisa  menjadi  sarana membuka " pintu  langit"  supaya  pendemi Covid -19 di  negeri  ini segera berakhir . Aamiin.
 Untung Dwiharjo, Lulusan  Fisip Unair, Penulis  Buku Zakatku, Syukurku (Terbit 2019)