Mohon tunggu...
Taufik Nur Bachtiyar
Taufik Nur Bachtiyar Mohon Tunggu...

Universitas Dharmawangsa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Warta Edisi 41- POLA DISTRIBUSI DAN FAKTOR LINGKUNGAN KERANG LOKAN Geloina erosa (Solander 1786) DI EKOSISTEM MANGROVE BELAWAN

13 Maret 2015   14:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:43 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

POLA DISTRIBUSI DAN FAKTOR LINGKUNGAN KERANG LOKAN Geloina erosa (Solander 1786) DI EKOSISTEM MANGROVE BELAWAN

Oleh : Uswatul Hasan

Abstrak

Pola Distribusi dan Faktor Lingkungan Kerang lokan Geloina erosa (Solander 1786) di Ekosistem Mangrove Belawan, telah diteliti pada bulan Desember 2013 – Februari 2014. Sampel G erosa diambil dari 3 stasiun pengamatan dan setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 ulangan (perbulan) pengambilan sampel. Metoda yang digunakan dalam menentukan titik pengambilan sampel adalah "purposive sampling" dalam sampel G. erosa langsung dikumpulkan dengan cara menangkap dengan tangan pada saat surut terendah. Dari Hasil Analisis data diperoleh Pola Distribusi pada stasiun 1 Nypa fruticans secara bergerombol/mengelompok, stasiun 2 vegetasi Heterogen dan stasiun 3 vegetasi Sonneratia casiolaris secara seragam. Sedangkan faktor lingkungan antara lain : Suhu, Salinitas, pH air, pH sedimen, DO, Nitrat dan Fosfat menunjukkan kondisi kualitas air yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan Geloina erosa.

Kata Kunci : Faktor Lingkungan, Geloina erosa, Kerang Lokan, Pola Distribusi,

Pendahuluan

Filum molusca merupakan suatu kelompok hewan yang bertubuh lunak dan tidak memiliki tulang belakang (avertebrata), salah satu dari Filum molusca adalah kelas Bivalvia yang umumnya berbentuk simetri lateral, cangkang terdiri dari dua katup dan kedua katup cangkang dihubungkan oleh suatu engsel pada bagian dorsal (ligament) dan di tutup dan dibukakan oleh sepasang otot “abductor”. Sebagian besar kelompok hewan ini mempunyai cara makan dengan memfilter bahan organik yang tersuspensi di perairan “filter-feeder” dengan menggunakan insangnya. Salah satu jenis bivalvia adalah kerang lokan (Geloina erosa) yang hidup di daerah pasang surut yang banyak ditumbuhi oleh pohon mangrove. Sesuai dengan kebiasaan spesies ini hidup di dalam sedimen rawa mangrove.

Potensi sumberdaya kerang-kerangan di Indonesia mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dengan total nilai ekonomis pada tahun 2007 mencapai Rp. 1,86 trilyun dan perkembangan produksi dalam kurun waktu 2005 - 2007 mengalami peningkatan yaitu dari 144.634 ton pada tahun 2005 menjadi 171.595 ton pada tahun 2007 atau mengalami peningkatan sebesar 18,64% (Bengen, 2009). Pada saat ini di pasar lokal (Kelurahan Sicanang) kerang lokan dijual di dengan harga Rp. 10.000,- – Rp 15.000,- per kilogram serta memiliki nilai gizi yang tinggi. Suaniti (2007) menerangkan bahwa kelompok kerang memiliki kandungan protein sebesar 7,06% - 16,87%, lemak sebesar 0,40 - 2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95% serta memberikan energi sebesar 69 - 88 kkal/100 gram daging. Geloina erosa oleh pendudukdi daerah sekitar perairan Belawan disebut juga kerang lokan, tetapi pada daerah lain sering juga disebut kerang kepah atau kerang totok. Kerang lokan banyak ditemukan di hutan mangrove di sekitar Daerah Aliran Sungai Belawan, Propinsi Sumatera Utara. Hutan mangrove dengan luas 1.510 Ekosistem mangrove salah satunya dicirikan dengan tingginya keanekaragaman yang berasosiasi diantaranya kelompok kerang–kerangan dari famili Corbioculidae yang berasosiasi dengan mangrove seperti Geloina erosa (Morton, 1984).

Aspek lain yang turut berperan untuk keberlanjutan kerang mangrove adalah aspek lingkungan diantaranya kondisi mangrove sebagai habitat kerang yang belum pulih akibat bencana alam (Wibisono dan Suryadiputra, 2006). Berkurangnya hutan mangrove di sepanjang wilayah perairan Belawan, terutama di sebabkan karena terjadinya konversi hutan mangrove menjadi berbagai keperluan termasuk pemukiman, lokasi industri, alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemanfaatan kayu bakau untuk berbagai keperluan. Akibat konversi lahan tersebut menyebabkan rusaknya hutan mangrove sehingga habitat kerang lokan pun mengalami degradasi. Apabila hal tersebut terus menerus berlanjut, maka dikwatirkan bahwa sumberdaya lokan dari daerah ini akan semakin menurun dan bahkan tidak mustahil suatu saat akan menjadi punah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakuan penelitian terhadap kerang lokan (Geloina erosa) di daerah Perairan Belawan. Hal ini untuk memperoleh data tentang Pola Distribusi dan Faktor lingkungan kerang lokan, mengingat pentingnya potensi sumberdaya kerang-kerangan di perairan Belawan selain sebagai plasma nutfah, konsumsi dan sumber mata pencaharian.

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai akhir Februari 2014, pengambilan sampel  kerang lokan diambil pada saat air pasang surut pada areal hutan mangrove, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, Indonesia. yang dibagi dalam 3 (tiga) stasiun berdasarkan jarak jenis vegetasi mangrove.  stasiun 1 hutan mangrove vegetasi Nipah (Nypa fruticans). Stasiun 2,  hutan mangrove vegetasi heterogen dan stasiun 3 hutan mangrove vegetasi Berembang (Sonneratia cassiolaris). Untuk menentukan Pola distribusi kerang lokan (Geloina erosa) ditentukan dengan menggunakan Indeks Penyebaran Morisita (Khouw, 2009) berdasarkan rumus :

Id=n[(∑X^2_ ∑X)/(∑(X)^2_∑X)]

Keterangan :

Id      = Indeks Penyebaran Morisita

n       = Jumlah plot / besar sampel

∑X    = Jumlah Individu disetiap plot

∑X2 = Jumlah individu disetiap plot dikuadratkan

Dengan kriteria pola sebaran sebagai berikut:

·Jika nilai Id = 1, maka distribusi populasi kategori acak

·Jika nilai Id >1, maka distribusi populasi kategori bergerombol/mengelompok

·Jika nilai Id <1, maka distribusi populasi kategori seragam

Pengukuran faktor lingkungan dilakukan secara Ex situ dan In situ.

Hasil dan Pembahasan

A.Pola Distribusi Kerang lokan (Geloina erosa)

Pola penyebaran G. erasa yang diperoleh pada 3 stasiun penelitian di sungai Sicanang Kecamatan Medan Belawan terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pola Sebaran rata-rata Populasi Kerang Lokan (Geloina erosa) di Ekosistem Mangrove Belawan

Pengamatan

Id

Pola Penyebaran

Stasiun 1

1.009

Bergerombol/mengelompok

Stasiun 2

0.654

Seragam

Stasiun 3

0.854

Seragam

Berdasarkan Tabel 1. G. erasa pada 3 stasiun melihat pola penyebaran yang berbeda rata-rata bergerompol/mengelompok, hal ini berhubungan dengan vegetasi mangrove dan pola penyebaran kerang lokan banyak ditemukan di sekitar rumpun dan bongkol tumbuhan Nypa fruticants, yang dinaungi pelepah dari nipah dengan tekstur lumpur, kandungan fraksi pasir 44.56%. Lokasi penelitian ini berdekatan dengan alur sungai dan arus relatif lambat sehingga bahan organik cenderung melimpah karena partikel- partikel akan mengendap di dasar perairan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiono (2003) Geloina erosa lebih menyukai tanah dengan ukuran butiran sedimen yang relatif lebih halus. Menurut Nybakken (1988) menyatakan bahwa pola penyebaran berkelompok berkaitan dengan kemampuan larva hewan bentik memilih daerah yang akan ditempatinya. Larva kerang beraksi terhadap faktor-faktor kimia dan fisika tertentu, jika substrat tidak baik, mereka tidak akan menetap atau bermetamorfosis.

Sedangkan pada Stasiun 2 dan 3 pola penyebaran secara seragam, hal ini berhubungan dengan kerapatan mangrove, di samping itu persaingan dalam mencari makanan juga menyebabkan kerang memiliki pola penyebaran secara seragam.

B. Faktor Lingkungan

Hasil pengukuran faktor lingkungan perairan pada masing-masing stasiun penelitian pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Rata-rata  Fisika, Kimia dan Sedimen

Parameter

Stasiun

1. ( N fruticants)

2. (Heterogen)

3. (S. casiolaris)

FISIKA

Suhu ( oC)

27.8

28,5

28

KIMIA

Salinitas (‰)

5

20

18

pH air

6.2

6.8

6.6

pH Sedimen

6

6.5

6.2

DO (mg/l)

3

3.4

3.2

Nitrat (ppm)

11

13,7

4

Posfat (ppm)

0.2

0.44

0.03

1.Suhu

Secara umum suhu pada lokasi penelitian berkisar antara 27.5 – 28.5 oC, berada dalam kondisi optimum dan cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kerang lokan (G. erosa). Kondisi ini sesuai dengan baku mutu kehidupan kerang mangrove yang memiliki suhu optimum berkisar 25 – 32.5 oC. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widhowati et al, (2006) di Sagara Anakan Cilacap suhu berkisar 20-28 oC, Gimin et al, (2004) menemukan Geloina ada 2 species yaitu Geloina erosa dan Geloina expanca di perairan Australia Utara dengan kondisi suhu 22,10-28,50 oC. Suhu optimum bagi moluska bentik berkisar antara 25 dan 28oC (Razak 2002)

Menurut Budiman, (1991), Verween et al. (2007) bahwa parameter yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bivalvia salah satunya adalah suhu. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis di dalam suatu ekosistem pengairan, sangat dipengaruhi suhu (Sudrajat, 2006)

2.  Salinitas

Hasil pengukuran nilai salinitas perairan di ekosistem mangrove Belawan berkisar antara 5 – 20 ‰, kondisi salinitas yang ditemukan masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kerang lokan (G. erosa). Hal ini sesuai dengan habitat kerang terutama kerang mangrove G. erosa, kawasan ekosistem mangrove memiliki salinitas perairan 10- 30 ‰ (Kusmna et al, 2005), 10-40 ‰ (Noor et al. 2006), 2-36  ‰ (Setiabudiandi, 1995) dan antara 0-30 ‰ (Bengen 2004). Terjadi fluktuasi salinitas di suatu perairan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor musim yang ada di tempat tersebut dan jumlah sungai yang mengalir di suatu kawasan ini.

Menurut Nybakken (1992) bahwa pola gradien salinitas estuari bervariasi tergantung musim, topografi, pasut dan jumlah air tawar.

3.pH air

Nilai pH air yang ditemukan dalam penelitian ini relatif stabil berkisar antara 6.2 – 6.8, hal ini sesuai dengan pendapat Widhowati et al. (2006) pH air berkisar 6.20 – 6.50, Gimin et al, (2004) pH air meliputi 5.32 – 7.66, Dwiono (2003) dan Raharwarlin (2005) di ekosistem mangrove papua memiliki pH 5.66 – 7.66. Penelitian yang dilakukan Natan (2007) terhadap kerang Anodontia edentula yang hidup di ekosistem mangrove teluk Ambon yaitu 6.2 – 6.4. Berdasarkan hasil pengukuran diatas menunjukkan bahwa kondisi perairan tempat hidup dan berkembang biak kerang G. erosa dalam kisaran pH asam dan basa.

4.pH sedimen

Hasil pengukuran pH sedimen di perairan Belawan selama penelitian berkisar 6 – 6.5, nilai pH tersebut masih berada dalam kisaran yang baik untuk kehidupan G. erosa. Hal ini selaras dengan pendapat Tamsar et al, (2013) nilai pH substrat berkisar    6 – 6.3. Menurut Morton (1994), bahwa pada kawasan hutan mangrove di Karabia dimana terdapat di tepi laut, terdapat beberapa jenis tanaman seperti Nypa fruticans, Cocos mucifera dan di antara akar-akar  tanaman tersebut terdapat aliran sungai kecil yang berupa genangan kolam, disini terdapat Polymesoda sp. atau Geloina jenis Geloina erosa dan G. ekspansa secara bersama-sama. Pada daerah ini pH tanah mangrove berkisar antara 5,35-6,28.

5.DO (Dissolved Oxygen)

Pengukuran oksigen terlarut yang dilakukan dalam 3 stasiun penelitian berkisar antara 3.0 – 3.4 mg/l, sedangkan menurut Romimohtarto dan Juwana  (2007) menyatakan bahwa standar baku mutu air laut untuk konsentrasi oksigen terlarut adalah 4-6 mg/l, dengan batas minimal toleransi 4 ppm. Tetapi dari hasil penelitian Nasution dan Yurisma (2004) menyatakan Geloina expansa di perairan Dumai Riau dengan kisaran oksigen terlarut 2.6 – 2.9 mg/l. sedangkan penelitian Natan (2008) di Teluk Ambon Bagian Dalam nilai oksigen terlarut yang diperoleh berkisar 1.5 – 3.30 mg. KEPMENKLH (1988) mengisyaratkan bahwa kandungan oksigen terlarut sebesar > 4 mg/l baik untuk kehidupan organism di perairan laut.

6.Kadar Nitrat (NO3)

Kadar nitrat selama penelitian berkisar antara 4 – 13.4 mg/l, tergolong tinggi, hal ini dapat terjadi karena lokasi penelitian merupakan daerah muara dari alur sungai yang mempunyai nitrit yang tinggi dan oleh aktivitas mikroorganisme dioksidasi menjadi nitrat. Menurut Ulqodry et al (2013) Proses oksidasi nitrit menjadi nitrat terjadi oleh aktivitas bakteri dari kelompok nitrobacter dengan reaksi NO2 + O2 —> NO3. Proses oksidasi oleh mikroorganisme ini dikenal sebagai proses nitrifikasi.

Menurut Ranoemihardjo (1988), konsentrasi nitrat akan menurun pada musim panas akibat adanya aktivitas fotosintesa yang tinggi, tetapi pada saat yang sama akan terjadi peningkatan konsentrasi nitrat sebagai akibat proses membusuknya zat-zat organik. Di lautan terbuka, kadar nitrat akan semakin besar dengan besarnya kedalaman lautan, hal ini disebabkan tenggelamnya partikel-partikel yang mengandung nitrat serta terjadinya peruraian pertikel tersebut menjadi nitrogen anorganik, sehingga distribusi nitrat pada lautan terbuka dapat dikatakan hampir seragam baik secara horisontal maupun vertikal.

7.Kadar Fosfat (PO4)

Kadar nitrat selama penelitian berkisar antara 0.2 – 0.44 mg/l tergolong tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Goldman dan Horne (1983)Fosfor merupakan unsur pembatas pertumbuhan yang umum pada fitoplankton, meskipun fosfor ini dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Pada umumnya fosfat di perairan alami tidak lebih dari 0.1 mg/1. Apabila kandungan fosfat cukup tinggi maka akan  terjadi eutrofikasi.

Ortofosfat (PO4-P) terlarut merupakan fosfor dalam bentuk anorganik yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya (Lind 1979).

Kesimpulan

Pola penyebaran yang dijumpai di hutan mangrove Belawan memperlihatkan bahwa pada stasiun 1 memiliki pola penyebaran bergerombol/berkelompok, sedangkan pada stasiun 2 dan 3 memiliki pola penyebaran seragam.

Faktor lingkungan Suhu, pH air, pH sedimen, DO, Nitrat dan Fosfat menunjukkan kondisi perairan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan Geloina erosa.

Daftar Pustaka

Bengen. D.G. 1995.    Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 86 halaman.

Dwiono, S.A.P. 2003, Pengenalan Kerang Mangrove Geloina erosa dan Geloina expansa, Oceana, Vol. 28, No.2:31 – 38 hal.

Gimin. R., Mohan R., Think L.,V and A. D. Griffiths. 2004.  The Relationships of Shell Dimention and Shell Volume to Live Weight and Soft Tissue Weight in The Mangrove Clam Polymesoda erosa (Solander, 1786). Northern Australia. NAGA, WolrldFish Centre Quarterly, 27: 32-35.

Khouw AS. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L). Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K). DKP. Jakarta

Morton, B. 1984, A Review of Polymesoda erosa (Geloina) Gray 1842 (Bivalvia : Corbiculidae) from Indo-Pasific Mangroves, Asian Marine Biology. 77 – 86 p.

Natan Y. 2008. Studi Ekologi dan Reproduksi populasi Kerang lumpur Anodontia edentula pada ekosistem mangrove Teluk Ambon bagian dalam. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 179 halaman.

Nybakken. J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan Muhammad Eidman dkk, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Razak A. 2002. Dinamika karakteristik fisik- kimia sedimen dan hubungannya dengan struktur komunitas moluska benthik di Muara Bandar Bakali Padang. Thesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 106 hal.

Tamsar. Emiyarti dan Wa Nurgayah, 2013. Studi Laju Pertumbuhan di Tingkat Eksploitasi Kerang Kalandue (polymesoda erosa) Daerah Hutan Mangrove di Teluk Kendari. 5 halaman

Wibisono ITC dan INN Suryadiputra. 2006. Hasil Studi pembelajaran dari restorasi mangrove/ekosistem pesisir di Aceh dan Nias Pasca Tsunami. Bogor. Wetlands Internasional.

Widhowati I, J. Suprijanto, SAP Dwiono dan R Hartati. 2006. Aspek Reproduksi Kerang Totok Polymesada erosa dari perairan Segara Anakan Cilacap. Semarang. Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Verween A.,Vincx M., Degraer S. 2007. The effect of Temperature and Salinity On the Survival of Mytilopsis Leucophaeata larvae (Mollusca, Bivalvia): The search for environmental limits. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 348: 111–120.

PENTINGNYA MODAL SOSIAL

Oleh : Kariaman Sinaga

Abstrak

Modal sosial merupakan kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat dalam mendukung proses pencapaian tujuan suatu negara. Melalui modal sosial akan terjalin hubungan untuk saling mendukung dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai aspek kehidupan. Aturan-aturan tetap diperlukan dalam penataan keteraturan dalam kehidupan masyarakat agar tetap memiliki dasar yang kuat dalam penegasan apa yang menjadi langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pencapaian tujuan. Perbedaan lapisan sosial memang tidak dapat dihindari namun perbedaan tersebut harus terjadi secara alamiah sehingga tidak menjadi kecemburuan di masyarakat. Perbedaan lapisan yang ada dimasyarakat juga harus diikuti dengan kesadaran untuk dapat saling membantu bagi masyarakat yang kurang beruntung untuk memiliki kesempatan meningkatkan kesejahteraan masya-rakatnya. Mengenai pertentangan sosial yang ada harus mendapat penyelesaian dengan cara yang sesuai dengan situasi konflik yang ada sehingga penanganan yang dilakukan dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertentangan. Dengan penyelesaian yang baik pada gilirannya akan menjadi modal sosial yang berharga bahwa penanganan masalah sosial yang ada akan memperkuat keyakinan masyarakat untuk dapat mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dan persoalan kemiskinan yang masih dialami oleh sebagian masyarakat harus menjadi masalah bersama untuk dapat diselesaikan secara bersama-sama pula baik dari pihak masyarakatnya sendiri atau dari pihak pemerintah harus melaku-kan kerjasama dengan penuh kesadaran untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan tersebut.

Kata Kunci : Modal sosial, pelapisan sosial, pertentangan sosial.

Pendahuluan

Perubahan sosial, ekonomi, dan politik  yang terjadi pada saat ini sangat ditentukan oleh kualitas modal sosial yang ada pada suatu masyarakat. Seperti perubahan sosial dan ekonomi yang menuju kepada kesejahteraan masyarakat akan mudah diraih apabila masyarakatnya memiliki modal sosial yang tinggi. Hal itu dapat dilihat melalui sinergi yang terjalin dengan pemerintah atau dengan pihak swasta secara signifikan dalam proses perubahan sosial, ekonomi atau politik.

Masyarakat yang mau bekerja sama akan memberikan bantuan atau kontribusi dalam mencapai tujuannya bernegara. Tanpa bantuan atau konstribusi dari masyarakat dalam pencapaian tujuan negara, maka akan sulit mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun tercapainya tujuan negara harus dimulai oleh adanya kesadaran yang tinggi dalam diri masyarakat untuk saling bekerja sama dan saling memperbaiki kondisi yang ada di masyarakat.

Perubahan sosial ekonomi yang diinginkan tentu adalah adalah perekonomian yang mensejahterakan masyarakat dan pemerintah yang melakukan perlindungan sosial bagi masyarakatnya. Banyak faktor yang harus diperhatikan menuju perekonomian dan perlindungan sosial yang memadai bagi masyarakat. Keterkaitan antar elemen yang ada dimasyarakat merupakan prasyarat mutlak dalam mencapai tujuan negara.

Modal sosial yang diharapkan merupakan adanya saling kepercayaan di antara masyarakat dalam menjalin kerjasama dalam arti yang lebih luas dalam penyelenggaraan suatu negara. Kemauan yang kuat diantara masyarakat untuk saling menegakkan kebenaran dan melakukan perbaikan bersama menuju masyarakat yang berkualitas.

Dalam hal ini penulis lebih kepada faktor internal sosial masyarakat yang sangat menentukan bagaimana peran serta dari masyarakat dalam mendukung proses pembangunan. Internal masyarakat yang dimaksud adanya pelapisan sosial, pertentangan sosial, kemiskinan, dan ilmu pengetahuan.

Berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia memerlukan kesadaran yang tinggi untuk merubah atau sama-sama mininggalkan perbuatan yang dapat merusak ikatan kepercayaan yang sudah terjalin. Lapisan sosial, pertentangan, kemiskinan dan ilmu pengetahuan yang ada dimasyarakat harus mendapat pembenahan yang serius agar masyarakat memiliki kesadaran dalam menghadapi masalah yang ada.

Pelapisan sosial

Setiap orang memiliki perbedaan–perbedaan yang memang sudah ada sejak manusia dilahirkan ke dunia, hal ini dikarenakan latar belakang yang memang sudah berbeda-beda. Dengan demikian akan terjadi kelompok-kelompok yang akan terbentuk sesuai dengan latar belakang yang dimiliki masing-masing.

Latar belakang suku telah memberikan banyak perbedaan-perbedaan yang memiliki keteraturan-keteraturan masing-masing berdasarkan suku adat istiadatnya. H.Abu Ahmadi (2003:196) menyatakan komplementer antara individu dan masyarakat dapat dilihat dari kenyataan bahwa :

1.Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya.

2.Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar di   masyarakat.

Berdasarkan kenyataan bahwa setiap orang mengalami perubahan-perubahan di masyarakat maka akan menimbulkan pelapisan dalam masyarakat itu sendiri. Pitirim A Sorokin memberikan defenisi pelapisan masyarakat sebagai berikut : “Pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).

Theodorson dkk dalam Dictionary of sociology, dikatakan sebagai berikut :

Pelapisan masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat didalam sistem sosial di dalam hal perbedaan hak, pengaruh dan kekuasaan. Masyarakat yang berstratifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida dimana lapisan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit keatas. Pelapisan sosial yang ada merupakan bentuk yang telah ada sejak dahulu, dan pelapisan-pelapisan tersebut sangat berkaitan dengan budaya yang ada pada suatu masyarakat. Dengan keberagaman Indonesia yang sangat tinggi jelas akan menimbulkan pelapisan yang sangat bervariasi.

Prof.Dr.Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi SH MA menyatakan : selama di dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya maka barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapi-lapis dalam masyarakat. Atau yang dituliskan oleh Vilpredo sarjana Italia menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda dari setiap waktunya yaitu elite dan non elit.

Apabila menggunakan bahasa pemerintahan maka ada kelas yang memerintah dan yang diperintah atau ada yang mengawasi dan ada yang diawasi. Karl Mark menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat mengunakan istilah kelas terdiri dari dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untu disumbangkan didalam proses produksi.

Perbedaan jenis kelamin juga menjadi satu hal perbedaan yang mendasar yang selalu terlihat di masyarakat yang sangat menentukan dalam hal pembagian kerja yang ada di dalam suatu keluarga atau di dalam masyarakat. Pada masyarakat suku batak menganut azas patrilineal dalam rumah tangga yaitu suami sebagai kepala rumah tangga sedangkan pada masyarakat minangkabau malah sebaliknya.

Di dalam organisasi primitif pun dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal ini terwujud berbagai bentuk sebagai berikut :

1.Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban.

2.Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang ber-pengaruh dan memiliki hak-hak istimewa.

3.Adanya pemimpin yang berpengaruh.

4.Adanya orang – orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum (cutlaw men).

5.Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri.

6.Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidak-samaan ekonomi itu secara umum.

Pelapisan–pelapisan sosial tetap terlihat hingga saat ini yang dapat kita lihat berdasarkan kepemilikan modal, jenderal dengan prajurit, hal ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat modern sekalipun jenjang-jenjang sosial tetap ada. Pelapisan sosial juga sangat ditentukan oleh dimana seseorang berada, waktu, dan kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat.

Selanjutnya pelapisan masyarakat juga dapat dibuat secara sengaja sesuai dengan struktur yang ada pada suatu organisasi sesuai dengan kepentingannya. Demikian halnya pada perusahaan–perusahaan, partai politik, atau perkumpulan–perkumpulan resmi untuk dapat saling berkordinasi untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Di dalam suatu organisasi pelapisan memang menjadi hal yang sangat dibutuhkan agar pencapaian tujuan dapat lebih mudah dicapai setelah dibuat suatu keteraturan. Pembagian yang dilakukan dapat merupakan pembagian ditingkat pimpinan yang saling melakukan kerjasama dan pelapisan secara vertikal.

Pelapisan yang ada di organisasi tidak hanya dapat dilihat dari sisi untuk mempermudah pencapaian tujuan tetapi juga dapat menghambat kemajuan yang ada di organisasi. Seperti organisasi pemerintahan yang sangat mengikuti sistem golongan sehingga orang-orang yang punya prestasi tidak mempunyai kesempatan untuk menduduki suatu jabatan yang mampu dipimpinnya.

Pembedaan sistem pelapisan menurut sifatnya terdiri   atas :

1.Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup, yang tidak memberi kemungkinan bagi setiap orang untuk melaku-kan perpindahan ke lapisan yang lain.

2.Sistem pelapisan masyarakat terbuka, yang memberi kesempatan kepada setiap orang untuk Jatuh ke lapisan bawah atau naik ke lapisan yang diatasnya.

Dengan sistem pelapisan sosial terbuka maka setiap orang diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menduduki jabatan sesuai dengan kemampuannya, dan apabila seseorang tidak mampu mempertahankan kemampuan atau mengikuti perkembangan akan tersisih atau tidak terpakai. Selain pembagian pelapisan sosial yang terbuka dan tertutup masih ada lagi pembagian pelapisan yang dilakukan berdasarkan aspek ekonomi, aspek politik, atau aspek lainnya.

Pelapisan sosial yang dilakukan secara alamiah relatif lebih baik untuk masyarakat luas dari pada pelapisan yang dibentuk atas dasar kepentingan pribadi atau kepentingan golongan. Rekrutmen untuk pagawai pemerintah atau pegawai negeri sipil termasuk di BUMN merupakan kesempatan bagi setiap orang untuk berkarir apabila memiliki kompetensi sesuai dengan lapangan pekerjaan yang ada.

Dengan kesadaran untuk melaksanakan rekrutmen secara adil maka diharapkan akan memberi kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk berkesempatan menjadi pegawai pemerintah. Demikian halnya dengan bidang pekerjaan lainnya yaitu perusahaan–perusahaan swasta yang lebih dituntut lagi untuk dapat memberikan sistem yang lebih baik di dalam mengelola sumberdaya manusia.

Kesadaran dari masyarakat ini merupakan modal sosial yang sangat penting dalam mendukung proses kemajuan suatu bangsa menuju masyarak yang sejahtera. Sinergi akan lebih maksimal apabila dilakukan dengan sistem yang cocok dalam melakukan sistem pekerjaan yang ada diperusahaan masing–masing.

Pertentangan–pertentangan Sosial

Drs.H.Abu Ahmadi (2003:267) menyatakan pertentangan-pertentangan sosial yang ada dilatar belakangi oleh : perbedaan kepentingan, prasangka, diskriminasi, etnosentrisme, ketegangan dalam masyarakat, golongan-golongan yang berbeda, integrasi nasional.

1.Perbedaan kepentingan,kepentingan yang ada pada setiap orang memiliki perbedaan  masing-masing berupa :

a.Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang

b.Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri

c.Kepentingan individu memperoleh penghargaan yang sama

d.Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi

e.Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain

f.Kepentingan individu untuk mendapatkan kedudukan dikelompoknya.

g.Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.

h.Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.

Secara lebih teliti Walter T Martin dan kawan-kawan  mengemukakan tahapan disintegrasi sebagai berikut:

2.ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai yang hendak dicapai yang semula menjadi pegangan kelompok.

3.Norma-norma sosial tidak membantu anggota masyarakat lagi dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya.

4.Norma-norma dalam kelompok dan yang dihayati oleh kelompok bertentangan satu sama.

5.Sangsi sudah menjadi lemah bahkan sangsi tidak dilaksana-kan dengan konsekuen lagi.

6.Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.

Dalam praktek kehidupan sehari–hari masih tetap terlihat adanya budaya kelas sosial yang mencolok, walaupun mungkin pada diri orang-orang yang hidup dalam kelompok menengah keatas sudah ada kesadaran untuk dapat hidup dengan kebersamaan. Apabila dalam kehidupan masyarakatnya telah ada sikap saling menghargai atau untuk saling membantu agar dapat meningkatkan posisi maka mengenai modal sosial sudah yang dimiliki masyarakat tinggi.

Berkaitan dengan prasangka yang telah disinggung di atas maka prasangka memang merupakan hal yang melekat pada diri masyarakat. Prasangka mudah terjadi karena latar belakang masyarakat yang sangat beragam, sehingga perbedaan-perbedaan adat istiadat atau perbedaan pandangan yang ada dimasyarakat dapat menimbulkan permusuhan atau saling merendahkan antara suku–suku yang ada.

Prasangka yang masih dalam tataran sikap mungkin tidak akan menimbulkan tindakan kerusuhan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda atau nyawa. Prasangka dapat terwujud dalam perilaku yang negatif apabila tetap dilanjutkan menjadi tindakan atau aksi. Hal ini akan menjadi hambatan untuk menjadikan adanya modal sosial yang tinggi. Modal sosial yang tinggi atau  kuat hanya akan tetap terjaga apabila tidak ada sikap saling merendahkan antar suku yang ada.

Untuk dapat menghilangkan atau mengurangi tingkat prasangka yang ada dimasyarakat maka peranan ilmu pengetahuan juga menjadi hal yang penting. Dengan ilmu pengetahuan setiap orang dituntut kritis dalam melakukan tindakan atau bersikap. Dengan sikap kritis maka kepercayaan yang ada dalam masyarakat akan tetap terjaga dan terhindar dari adanya tindakan-tindakan yang kriminal atau kerusuhan–kerusuhan sosial.

Beberapa sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi adalah :

1.Latar belakang sejarah

Orang–orang keturunan Tionghoa masih dianggap sebagai suku yang tidak bisa berbaur dengan masyarakat kebanyakan walaupun sebagian masyarakat telah sangat berbaur dengan masyarakat yang ada. Namun karena terjadinya diskriminasi pada masa lalu tentang penguasaan perekonomian atau perdagangan mengakibatkan sebagian masyarakat masih bersikap negatif terhadap mereka.

Masyarakat harus disadarkan bahwa perekonomian negara memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan kekayaan namun dengan cara yang sesuai aturan yang ada. Dalam hal ini pemerintah harus menjalankan sistem yang jelas diketahui masyarakat dan tidak diskriminatif.

Wawasan dalam proses perjalanan bangsa juga harus dapat menyadarkan anggota masyarakat untu dapat menentukan sikap terbaik dalam membangun bangsa. Hal ini untuk memberikan pencerahan dalam melakukan hubungan dengan berbagai pihak dalam mencapai pemenuhan kebutuhan masing-masing.

2.Perkembangan sosio kultural

Prasangka yang muncul pada sebagian masyarakat terhadap golongan orang-orang kaya yang menganggap bahwa kekayaan mereka berasal dari harta yang tidak halal. Kecemburuan sosial sangat nampak dalam kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan rasa permusuhan dalam kehidupan masyarakat. Kondisi perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin juga didukung oleh pembangunan perumahan yang ekslusif sehingga lebih menunjukkan perbedaan-perbedaan yang ada dimasyarakat.

Bibit permusuhan yang mungkin telah ada sejak lama harus disikapi dengan arif karena untuk memperuncing masalah yang ada jelas bukan merupakan solusi atau penyelesaian tetapi harus diarahkan kepada cara yang sportif atau sesuai dengan aturan.

3.Bersumber dari faktor kepribadian

Keadaan pribadi dari sebagian orang dapat menjadi sumber terjadinya perilaku agresif yang dilatarbelakangi oleh masalah-masalah tertentu. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi seseorang dapat menjadikan seseorang menjadi tidak terkontrol dan berperilaku kasar atau agresif. Keterkaitan kepribadian yang dimiliki seseorang jelas berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seorang yang ber-pendidikan akan lebih terkontrol kepribadiannya dibandingkan orang yang tidak memiliki pendidikan.

Persoalan yang terjadi bahwa dengan kondisi masyarakat yang ada bahwa sebagian masyarakat masih belum ber-kesempatan mendapat pendidikan yang memadai sehingga kondisi kepribadian yang ada dimasyarakat masih terbilang rentan terjadi pertentangan yang menjurus kepada perpecahan.

4.Latar belakang keyakinan,kepercayaan dan agama

Latar belakang agama atau perbedaan idiologi dapat menjadi sumber prasangka dan menjadikan timbulnya konflik atau perang antar suku atau antar negara. Konflik agama telah sering terjadi diberbagai daerah di Indonesia sehingga menimbul-kan perpecahan dikalangan masyarakat. Perbedaan agama yang ada terjadi merata di berbagai daerah sehingga harus ditangani secara baik.

Di antara anggota masyarakat yang belum dapat mem-bedakan kehidupan beragama dengan kehidupan beragama akan terjadi konflik sesuai dengan tingkat konflik yang ada. Apalagi bila perbedaan latar belakang agama terjadi dilembaga-lembaga pemerintahan, maka ini akan menimbulkan hubungan yang tidak sehat atau permusuhan diantara masyarakat.

Pelayanan masyarakat akan terganggu apabila petugas atau pelayan masyarakat memiliki mental yang tidak adil bagi setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap lembaga yang ada. Terlebih dalam lembaga pendidikan, sikap membeda-kan siswa berdasarkan agama akan sangat merusak generasi kedepannya.

Warisan penjajah yang selalu membedakan rakyat Indonesia pada masa lalu harus dibuang jauh-jauh oleh setiap orang Indonesia karena sikap seperti itu sangat merugikan bagi perkembangan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bangsa dengan jumlah penduduk yang sangat besar dibandingkan negara-negara lain maka Indonesia akan sulit maju atau mengejar ketertinggalan dengan negara maju apabila tidak memiliki kesadaran tinggi sebagai suatu negara. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka atau diskriminasi adalah :

1.Perbaikan kondisi sosial ekonomi

Melalui perbaikan ekonomi akan mengurangi kesenjangan masyarakat antara yang kaya dengan yang miskin. Program pembangunan yang dilakukan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) merupakan salah satu contoh usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kondisi sosial ekonomi.

2.Perluasan kesempatan belajar

Kesempatan belajar yang luas bagi masyarakat akan memberikan wawasan yang luas bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi prasangka atau diskriminasi dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat yang mendapatkan pendidikan akan lebih mudah untuk mengadakan kerjasama yang sangat berguna untuk kehidupan bernegara.

Program bea siswa atau Bidik Misi yang dijalankan oleh pemerintah merupakan program yang memberikan kesempatan yang luas bagi generasi bangsa Indonesia untuk bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi meskipun berasal dari keluarga.

3.Sikap terbuka dan sikap lapang

Sikap terbuka dan sikap lapang menjadi salah satu modal sosial yang akan memberikan hubungan baik di antara masyarakat. Dengan dilandasi  sikap terbuka dan lapang maka akan terjalin hubungan yang saling menghargai, menghormati atau menghindari. Masuknya pengaruh asing atau perdagangan internasional harus dapat disikapi dengan arif dalam arti masyarakat harus tetap dapat mempertahankan apa yang menjadi sikap terbaik bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.

4.Etnosentrisme.

Etnosentrisme bukan masalah baru dalam kehidupan bermasyarakat dan banyak terjadi diberbagai negara. Penilaian yang jelek terhadap suku budaya lain menjadikan hubungan yang tidak harmonis karena adanya kesalahpahaman atau komunikasi. Perasaan sebagai suku yang terbaik merupakan pembuktian seseorang mau bekerja keras atau sesuai dengan prestasi yang diraihnya jadi bukan didasari asal sukunya.

Motivasi untuk memajukan diri yang perlu disadarkan kepada masyarakat bukan berdasarkan asal sukunya tetapi kesempatan yang luas untuk meningkatkan kualitas diri yang didukung oleh sistem yang ada. Intinya masing-masing orang harus menyadari bahwa kesempatan diberikan kepada setiap orang tanpa melihat asal sukunya.

Kemiskinan

Ukuran kemiskinan pada masyarakat jelas tidak sama sesuai dengan kondisi golongan atau lapisan–lapisan sosial yang ada pada suatu masyarakat. Demikian halnya dengan  kemakmuran tidak selalu sama menurut  seseorang.

Berdasarkan pemenuhan kebutuhan seecara garis besar bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang karena menyangkut kebutuhan dasar sedangkan kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang dapat ditunda pemenuhannya.

Bagi masyarakat desa ukuran kemakmuran merupakan hal yang sederhana, apabila telah terpenuhi kebutuhan secara seimbang maka hal itu sudah menjadikaan seseorang hidup bahagia atau makmur. Namun seiring perkembangan zaman nilai-nilai kebahagiaan tadi telah bergeser kepada pemenuhan kebutuhan hidup dengan gaya modern seperti pemilikan kendaraan atau alat-alat teknologi canggih lainnya.

Dampak dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan secara seimbang baik materi atau rohani sering terjadi seseorang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Hal ini akan berkaitan dengan masalah modal sosial yang penulis maksud dalam kaitannya hidup bermasyarakat ,berbangsa dan bernegara.

Kemakmuran yang menjadi harapan setiap orang akan menimbulkan persaingan atau saling bertabrakan dalam pemenuhan kebutuhannya. Pemerintah harus menciptakan kondisi yang mendukung pencapaian kesejahteraan bagi masyarak yang seluas-luasnya. Regulasi yang dikeluarkan harus dapat mengawal sistem agar berjalan sesuai prosedur untuk melindungi kepentingan masyarakat dalam arti yang lebih luas.

Di dalam masyarakat juga perlu memahami sistem ekonomi yang ada agar dapat menjalankan sistem perekonomian yang benar-benar dapat membangun atau memajukan masyarakat. Perlu ada kesadaran yang tinggi untuk melakukan kerjasama antar komponen atau elemen-elemen yang ada dimasyarakat.

Demikian pula pemahaman masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi yang ada untuk mendukung kemajuan usaha atau perkembangan masing-masing anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan perbankkan juga menjadi hal yang penting karena bank akan sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah permodalan dalam usaha-usaha yang dijalankan oleh masyarakat. Pemahaman ini juga diperlukan dalam anggota masyarakat karena modal sosial juga sangat ditentukan oleh bagaimana tingkat ilmu pengetahuan yang ada di dalam diri masyarakat.

Semakin tinggi ilmu pengetahuan yang ada di masyarakat maka modal sosial yang ada juga akan semakin tinggi, demikian halnya apabila ilmu pengetahuan yang ada dala masyarakat rendah akan menjadi halangan menjadi masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi. Pembahasan tentang kajian ilmu pengetahuan akan dilihat pada bagian berikutnya namun pada pembahasan tentang kemiskinan juga memiliki keterkaitan.

Secara ekonomi bahwa usaha yang ada di masyarakat masih didominasi oleh usaha-usaha retail yang merupakan perpanjangan dari usaha-usaha besar sehingga yang menjadi keuntungan hanya merupakan sebagian kecil dari keuntungan yang diperoleh induk perusahaan. Kalaupun ada yang mendapat-kan keuntungan yang cukup besar merupakan hal yang sedikit dari keseluruhan apabila dilihat secara umum.

Menjadi satu alternatif yang menjanjikan apabila ada hasil produksi yang memang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri karena apabila berhasil akan memberikan keuntungan yang besar dan tidak mudah diikuti oleh pengusaha lain karena apa yang telah dilakukan juga membutuhkan ketrampilan dan teknis yang tidak mudah. Dalam hal ini kemampuan untuk mengemas dalam perkembangan teknologi sangat diperlukan juga di dalam pengolahan sangat dituntut peran serta ilmu pengetahuan untuk menjadikan mudah proses pengolahannya tanpa mengurangi kualitas tetapi dapat meningkatkan kualitasnya.

Pada bagian ini dituntut kerjasama antar anggota masyarakat untuk dapat melahirkan usaha-usaha masyarakat yang dapat diandalkan dan dapat menjaga atau mempertahankan sesuai dengan aturan yang berlaku seperti adanya hak paten yang memungkinkan untuk dilakukan dalam menjaga usaha yang ada.

Pemerintah juga harus memberikan ruang yang tepat dalam membangun perekonomian yang mengutamakan kepentingan masyarakat banyak karena tujuan negara Indonesia bukan hanya mensejahteraka sebagian masyarakat saja namun harus dapat mensejahterakan seluruh masyarakat. Kesejahteraan yang dimaksud bahwa tidak akan ada orang miskin di dalam masyarakat, namun penggerakan ekonomi yang mementingkan masyarakat umum maka jumlah kemiskinan akan sedikit dan kemiskinan yang ada lebih meningkat kualitasnya. Dengan kata lain miskin namun tidak sampai kelaparan atau kurang gizi seperti yang terjadi pada sebagian masyarakat.

Sistem ekonomi Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, telah mengatur bahwa  perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan usaha bersama atas dasar kekeluargaan. Kemudian cabang-cabang yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Usaha bersama yang mendukung sistem perekonomian masyarakat adalah “koperasi”. Terlepas dari kegagalan sebagian masyarakat yang menjalankannya namun koperasi merupakan gambaran masyarakat Indonesia yang memerlukan gotong royong atau kolektivisme dalam memajukan perekonomian yang ada.

Sistem perekonomian koperasi harus dapat mewarnai kehidupan masyarakat walaupun kondisi perekonomian saat ini sangat dipengaruhi oleh sistem perekonomian asing. Pemerintah harus menjalankan sistem perekonomian yang sesuai dengan sosial budaya masyarakat pada kondisi terkini. Diharapakan dengan koperasi maka akan terpenuhi kebutuhan masyarakat banyak bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Dalam bidang usaha-usaha yang besar maka peran pemerintah untuk membantu kesejahterakan yang dibuat melalui aturan-aturan yang dibuat untuk keberpihakan kepada masyarakat. Perusahaan Carefour misalnya, tetap memberikan tempat atau stand untuk menjual hasil-hasil kerajinan masyarakat dan tetap menjual dengan mendapatkan keuntungan yang besar dari pihak masyarakat umum.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Unsur-unsur yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan adalah :

1.Pengetahuan

2.Tersusun secara sistematis

3.Menggunakan pemikiran

4.Dapat dikontrol secara kritis

Berdasarkan prasyarat dari ilmu pengetahuan di atas dapat diketahui bahwa tidak semua pengetahuan merupakan ilmu karena untuk menjadi ilmu harus dapat memenuhi kriteria yang tertera diatas. Pengetahuan masih berada pada taraf indera manusia namun apabila telah menjadi ilmu pengetahuan sudah dapat diterima secara umum dan dapat menjadi alat untuk menganalisa masalah atau gejala-gejala yang terjadi.

Ilmu pengetahuan yang ada dimasyarakat masih rendah sehingga sulit untuk keluar dari kemiskinan yang ada dimasyarakat. Minat baca masyarakat juga sangat rendah sehingga masyarakat tidak memiliki wawasan yang cukup dalam membangun diri dan usahanya. Pengetahuan secara otodidak memang tetap diperlukan dalam masyarakat namun perkem-bangannya setiap orang harus dapat mengikuti perkembangan karena hal itu akan memberikan kemudahan dalam melakukan usaha atau memajukannya.

Melalui ilmu pengetahuan akan berguna bagi masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi. Ilmu pengetahuan diharapkan akan meningkat-kan kualitas hidup masyarakat dan masyarakat yang berkualitas akan menjadi masyarakat yang sejahtera. Ilmu pengetahuan yang disalahguna-kan akan memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat itu sendiri, dengan demikian diperlukan nilai-nilai etika dalam penggunaan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan juga merupakan gambaran bagaimana modal sosial yang dimiliki anggota masyarakat yang dapat dipergunakan untuk kepentingan umum atau alah sebaliknya.

Pengetahuan yang dimiliki masyarakat merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi pegangan tetapi masyarakat tetap dituntut memiliki budi (kebaikan) agar menjadi seimbang dalam kehidupan. Ilmu pengetahuan yang tidak memperhatikan nilai-nilai kebaikan atau moral tidak akan berguna bagi masyarakat. Ilmu pengetahuan akan bermanfaat besar bagi masyarakat jika dibarengi oleh moral yang dimiliki oleh suatu masyarakat.

Dalam pemenuhan kebutuhan manusi itu sendiri, selanjutnya manusia memerlukan cara yang cepat atau mudah untuk memperolehnya. Dengan demikian manusia memerlukan cara atau alat yang dapat mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan alat yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan produktifitas dan produksi yang maksimal.

Berkaitan dengan ilmu pengetahuan dalam hubungannya dengan kesadaran menjalankan sistem ekonomi juga harus dapat memilih sistem perekonomian yang betul-betul sesuai dalam menggerakkan perekonomian masyarakat.

Perkembangan teknologi menjadikan masyarakat hidup dalam kesenangan dan kemewahan. Pola hidup menjadi mahal dikarenakan mengikuti perkembangan yang ada  dan menimbul-kan jarak antara masyarakat miskin dengan kaya semakin jauh. Masing-masing pada akhirnya saling berkutat pada posisinya masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan bersama yang menjadi solusi untuk kepentingan menyeluruh.

Penutup

1.Kesadaran masyarakat untuk meningkatkan status kehidupan harus diikuti oleh kemauan pemerintah untuk dapat membuat aturan yang mendukung masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

2.Pertentangan sosial harus ditangani melalui cara-cara yang sesuai dengan situasi konflik yang ada sehingga tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan dapat meng-ganggu ketertiban dan mengganggu aktifitas masyarakat.

3.Kemiskinan mungkin tetap ada dalam kondisi suatu masyarakat sebaga dampak dari adanya persaingan dalam kehidupan tetapi melalui kesadaran semua pihak untuk kepentingan bersama maka persoalan kemiskinan akan lebih mudah penyelesaiannya.

4.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan tuntutan yang harus diikuti apabila tidak ingin tertinggal dengan negara lain dan mengalami kesulitan dalam pembangunan.

5.Kesadaran masyarakat sebagai modal sosial merupakan sesuatu yang sangat berharga dalam proses suat bangsa,tanpa modal sosial yang cukup maka pelaksanaan kehidupan bernegara dalam mencapai tujuannya akan sulit di capai.

6.Modal sosial harus dimulai dari setiap orang sesuai dengan pekerjaan atau profesinya masing-masing agar segera terwujud dalam interaksi kehidupan masyarakat.

7.Berdasarkan kenyataan bahwa kepercayaan di antara masyarakat secara historis memang sudah lama terkikis atau hilang karena sistem yang ada pada masa lalu sehingga sangat memerlukan kemauan yang kuat untuk mengembalikannya.

Daftar Kepustakaan

Ahmadi Abu, Ilmu Alamiah Dasar, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Suparlan, Parsudi, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta, Sinar Harapan, 1984.

Mubyarto, Politik dan Pembangunan Desa, Jakarta Sinar Harapan, 1983.

Mustopo, Habib, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya : Usaha Nasional, 1983.

Soekanto, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Yayasan Penerbit UI, 1975.

Koenjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, Jakarta, Lembaga Penerbit FEUI, 1984.

WAWASAN KEBANGSAAN DAN ETIKA KERUKUNAN

DALAM KEBHINEKAAN

Oleh : Irwansyah

Abstrak

Sebagai warga bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya, tentu tidak dapat juga dipisahkan dari “agama” yang dianut dan bahkan menjadi “jiwa” dalam ideologi bangsa. Mengingat agama bagi bangsa Indonesia telah mengambil peran sedemikian rupa, maka persoalan kehidupan beragama tentulah juga akan menentukan jalan “lurus” yang disebut “kebhinekaan”. Salah satu upaya yang telah ditempuh oleh bangsa ini, adalah menjadikan persoalan kerukunan bukan hanya milik pribadi akan tetapi hak pemerintah untuk mengaturnya. Dalam konteks pengaturan inilah negara terkadang sulit untuk menjaga jarak dengan masyarakatnya; sehingga dalam beberapa hal justru menyentuh garis yang telah ditentukan, bahkan cenderung dapat dikatakan telah melakukan “diskriminasi”. Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan, misalnya menjadikan “Kerukunan” sebagai mata pelajaran yang diajarkan secara resmi di lembaga pendidikan;   selanjutnya terus melakukan penggalian terhadap kearifan lokal yang dapat dijadikan “etik” bagi kehidupan berbangsa dalam bingkai kerukunan.

Kata Kunci : Wawasan Kebangsaan, Etika, Kerukunan.

Pendahuluan

Kesadaran  diri  sebagai warga dari suatu negara adalah salah satu unsur penting dari (rasa) kebangsaan. Kebangsaan sebagai ciri yang menandai suatu bangsa, dalam batas tertentu sangat mungkin tidak lagi menjadi perhatian dan konsentrasi serius dalam kehidupan sehari-hari bagi kita sebagai bangsa Indonesia.

Wawasan Kebangsaan yang difahami "sebagai cara pandang suatu bangsa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam hubungan antarnegara yang merupakan hasil perenungan filsafattentang diri dan lingkungannya dengan memperhatikan sejarah dan kondisi sosial budaya serta memanfaatkan konstelasi geografis guna menciptakan dorongan dan rangsangan dalam usaha mencapai tujuan kebangsaan" (Depdiknas, 2005: 1271), mungkin hanya dianut oleh sebagian masyarakat saja; terutama dikalangan masyarakat elit politik dan elit pemerintahan demikian juga dikalangan intelektual dan akademisi.

Namun ketika elit politik "berdebat" atau "bertengkar", elit pemerintahan "berebut kekuasaan" atau "saling menjatuhkan", dan kaum intelektual atau akademisi "turun ke jalan" atau "berdemonstrasi"; memang ada kesan bahwa "bangsa" ini sedang secara perlahan kehilangan "wawasan kebangsaannya". Kalau kesan ini dapat dibuktikan secara "ilmiah" pantaslah para akademisi dan intelektual untuk mendiskusikannya, akan tetapi mudah-mudahan saja hal ini hanya merupakan kesan pribadi saya, yang mendambakan Indonesia "rukun", "damai" dan "sejahtera" tanpa perdebatan yang akhirnya bertengkar, tanpa perebutan kekuasaan yang akhirnya adalah saling menjatuhkan dan tanpa demonstrasi yang akhirnya menimbulkan kerusakan. Begitupun, negara Indonesia terbilang negara yang "amat rukun" mengingat tingginya heterogenitas suku dan budaya yang ada di dalamnya.

Khusus di Sumatera Utara, daerah Indonesia yang disebut sebagai "barometer" kerukunan ini, telah menyimpan "sesuatu" yang tentunya amat berharga untuk dapat dijadikan "landasan filosofis" bagi terwujudnya "etika kerukunan" dalam kebhinekaan.

Sekapur Sirih Tentang Kerukunan

Kerukunan, barangkali hampir dijadikan teologi baru bagi bangsa Indonesia, mengingat betapa krusialnya nilai yang ter-kandung di dalamnya. Apalagi dikaitkan dengan situasi dan kondisi yang mengitari perjalanan bangsa dan negara tercinta ini.

Kehadiran bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama besar; semisal Hindu, Buddha, Islam, Kristen, Katolik dan juga Konghucu (yang secara resmi baru menjadi agama yang dilayani atau “diakui” pada tahun 2006). Oleh sebab itu pertumbuhan dan per-kembangan kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai agama. Bahkan dalam masa-masa yang mengutamakan “pembangunan nasional” agama mempunyai arti penting sebagai : motivasi yaitu memberikan dorongan batin, akhlak dan moral manusia yang melandasi cita-cita dan perbuatan manusia dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan; faktor kreatif dan innovatif, yaitu memberikan dorongan semangat untuk bekerja kreatif dan produktif dengan penuh dedikasi untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang baik pula. Agama, disamping bekerja kreatif dan produktif juga mendorong adanya pem-baharuan dan penyempurnaan. Sebagai faktor integratif baik kepada individu maupun sosial, agama menyerasikan segenap aktivitas manusia seorang maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai faktor sublimatif, agama berfungsi mengkuduskan segala perbuatan manusia. Sebagai sumber inspirasi, agama melahirkan hasil budaya. Intinya adalah agama merupakan kekuatan untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan melahirkan tindakan-tindakan positif bagi kepentingan masyarakat banyak (Proyek, 1983/1984:1-3).

Akan tetapi satu hal yang juga tidak dapat dipungkiri adalah bahwa “agama” ternyata dapat menjadi sumber konflik atau ketidakrukunan, paling tidak bila dilihat dari fenomena munculnya gerakan “fundamentalisme agama” (Lubis dkk [ed.], 2004: 112).

Kedatangan agama-agama asing di Indonesia pada mulanya bukan menjadi tantangan bagi agama asli nenek moyang kita (Subagya, 1981: xiv); malah sebaliknya belakangan sang tamu  merasa bahwa tuan rumah yang menjadi tantangan baginya. Hubungan antara penganut agama pendatang dengan penganut agama tuan rumah berjalan diatas prinsif penyesuaian diri. Sementara hubungan antara sesama pendatang berjalan baik dan harmonis, disebut sebagai “rukun” dalam arti “statis”, hal ini berlangsung antara tahun 1840 sampai tahun 1900 an (Steenbrink, 1995: 143). Karena pada masa ini masing-masing agama tamu sedang mencari pengaruh dan akhirnya mempunyai masyarakat yang membentuk satu kesatuan, misalnya satu kelompok umat penganut agama tertentu mendiami satu daerah tertentu, tanpa perlu berhubungan dengan kelompok agama lainnya yang juga menempati daerah tertentu pula.

Perubahan hubungan antara sesama pendatang terjadi ketika mereka sudah merasa memiliki negeri ini, ikut berjuang, rela berkorban, dan tak merasa lagi sebagai tamu, tapi ikut menentukan ketika merumuskan dasar negeri ini untuk menjadi negara yang berdaulat. Pertarungan politik, perebutan kekuasaan membuat mereka saling curiga; perselisihan dan pertentangan selalu saja terjadi dan akhirnya menuntut satu kebijakan nasional untuk “rukun”.

Kerukunan menjadi isu serius bukan hanya dalam pengertiannya yang “statis”, tetapi sudah bersifat “dinamis”. Dialog antar Agama pun digelar, berbagai institusi kerukunan dibuat (Proyek, 1983/1984: 40-60). Lebih serius lagi, dialog antar “iman” pun terjadi (Taher, 2009: 521-524). Akan tetapi sandungan kecil rupanya merepotkan juga. Kerinduan akan kampung halaman belakangan datang menerpa. Orientasi agama pendatang selalu pada kampung halamannya, kondisi ini menjadi nestapa nasional.

Keseriusan pemerintah  Orde Baru dalam menggagas konsep kerukunan berakibat pada terjadinya pemali terhadap istilah ini, terutama setelah rezim tersebut runtuh (Taher, 2009: 337-340). Kecenderungan menjadikan “kerukunan” sebagai konsep teologis (misal dengan munculnya gagasan tentang “teologi kerukunan”) belum sempat menjiwai seluruh bangsa ini.

Pendidikan tentang kerukunan hanya menyentuh persoalan politis dan sosiologis. Hal ini menyebabkan jarak antara persoalan sosiologis-politis dengan persoalan teologis semakin jauh. “Rukun” dalam persepsi penganut agama tertentu menjadi dicurigai sebagai hal yang “berbahaya” dan dapat “mendangkal-kan” kalau bukan “mendistorsi” iman (Lubis, 2004: 117). Akibatnya masing-masing agama menyelenggarakan pendidikan teologis yang terkesan indoktriner dan bahkan dogmatik. Model pendidikan sebagaimana dimaksud diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik entik dan agama di bumi tercinta ini.

Oleh karena itu lahirnya gagasan “Pendidikan Multikultural” diharapkan dapat menjadikan “kerukunan”, bukan hanya datang dari keinginan pemerintah atau orang lain,  akan tetapi datang dari dalam diri setiap anggota masyarakat sendiri, sebagai buah kesadaran intelktual dan keyakinannya. Artinya, demi untuk terwujudnya "kerukunan" yang "beretika" lembaga pendidikan termasuk di perguruan tinggi mestilah menjadikan "kerukunan" sebagai sebuah disiplin ilmu yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional (Baidhawy, 2005: v-x).

Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, Bab I,  Pasal 1, ayat 1 sebagai berikut :

“Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Bertolak dari pengertian tersebut di atas, maka  hal-hal yang terjadi yang dapat difahami sebagai bertolak belakang dengan sikap toleransi, saling pengertian, saling menghormati dan seterusnya, termasuklah ia “tidak rukun”.

Penelitian yang dilakukan LSM Aliansi Sumut Bersatu (ASB) di Sumatera Utara tentang Kehidupan Beragama/ Berkeyakinan, telah menemukan data dan fakta bahwa telah terjadi “diskriminasi” dan bahkan “rawan untuk Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan” (Sitohang, 2012). Lalu beberapa kasus terkait dengan berbagai aliran keagamaan yang di nyatakan “sesat” oleh Majelis Agamanya, bukankah hal ini juga termasuk melanggar apa yang diartikan sebagai “rukun” dalam konsepsional PBM di atas? Jawabannya tentu ya, akan tetapi pemerintah dalam hal ini terkesan “tak berdaya” atau “sengaja” membiarkan hal itu terjadi. Padahal Kaban Kesbangpol Linmas Sumatera Utara Drs. H. Eddy Syofyan, M.Ap. dalam berbagai kesempatan, mengungkapkan bahwa soal “sesat” dan “hak menyatakan sesat” terhadap aliran keagamaan tertentu “belum ada aturannya yang jelas”; sementara itu dampak dari pernyataan “sesat” oleh Majelis agama tertentu terhadap aliran dalam agama telah berakibat terjadinya konflik, intern antar umat beragama di Indonesia (LPKUB, 2013: 4).

Makna Kesadaran Sebagai Bangsa Indonesia

Sebagai anak bangsa kebanyakan kita sekarang ini adalah "penikmat", karena "para pejuang" tentu telah tiada, karena bangsa ini sudah merdeka sekitar 69 tahun; seandainya para pejuang kita ketika kemerdekaan Indonesia berumur 20 tahun, maka sekarang umur mereka tentu hampir 90 tahun. Kalaupun masih hidup dapat dipastikan tidak lagi dapat "menikmati" kecemerlangan bangsa dan negara yang telah diperjuangkannya.

Selamat jalan "para pejuang" bangsa, terima kasih atas jasa-jasamu yang telah menyediakan bumi pertiwi ini untuk hidup kami, bersama anak-anak dan keluarga kami; darahmu yang tertumpah demi kebebasan bangsa dan bumi pertiwi sebagai tempat kami hidup saat ini, adalah baktimu yang tak ternilai harganya dibanding rupiah yang kami keluarkan untuk memiliki sejengkal tanah sekedar untuk pemukiman atau ratusan bahkan ribuan hektar  untuk perkebunan.

Bagaimana bangsa ini bisa "besar" bila ia masih menghargai rupiah yang dikeluarkannya untuk kepemilikan "semu" terhadap apapun yang ada di bumi pertiwi yang sesungguhnya bukan milik kita tetapi milik "Tuhan" ini. Bukan hanya "kebesaran" bangsa ini yang tidak di dapat, akan tetapi justru bangsa ini akan "lenyap" bila tanpa "berkah" Tuhan yang Maha Kuasa; dan berkah Tuhan tidak akan datang bila bangsa ini tidak menghargai jasa para pahlawannya.

Derasnya arus "materialisme" yang datang dan masuk ke wilayah kesadaran bangsa ini, justru menjadi salah satu rintangan kalau bukan dapat dikatakan sebagai kekuatan asing yang "menjajah". Penjajahan versi baru ini gejalanya terlihat hampir dalam segala aspek kehidupan anak bangsa ini. Permusuhan, perpecahan dan konflik apapun alasan dan pemicunya, siapapun aktor intelektual dan dalangnya, bila difahami secara serius dan mendalam, maka dorongan "keserakahan", "kerakusan", "ketamakan" yang lahir dari mengedepankan falsafah materialisme adalah ideologinya.

Dengan senantiasa mengenang jerih payah dan perjuangan dari para pendiri bangsa ini, sambil secara perlahan mengurangi orientasi yang "materialistis" dengan cara menumbuhkan kesadaran: "bahwa hidup di bumi pertiwi inipun tidaklah begitu lama", dan "warisan" yang sebaiknya ditinggalkan kepada anak dan generasi bukanlah sejengkal tanah pemukiman atau ribuan hektar kebun dan persawahan, tetapi keluhuran budi pekerti, seperti cita-cita: "semoga generasi mendatang dapat hidup bebas dan merdeka dalam bingkai kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan", maka berkah Tuhan yang Maha Kuasa akan datang. Apalah artinya kekayaan dan kepemilikan harta bila bumi pertiwi ini tidak damai, kacau bahkan mungkin lenyap, bersama hilangnya kesadaran kebangsaan kita.

Teori tentang terbentuknya satu bangsa, pun salah satunya adalah adanya "perekat" terkait "sejarah perjuangan masa lalu", ya antara lain "perasaan" senasib dan sepenanggungan. Di luar itu adalah "penjajah" atau "penghianat" bangsa. Tentu bagi kita yang hanya merupakan "penikmat" dari kemerdekaan ini tidaklah dapat merasakan persis sebagaimana mereka, para pejuang kemerdekaan waktu itu, tetapi menghargai hasil perjuangannya dan meneruskan cita-citanya merupakan bagian penting untuk membuktikan bahwa kita adalah sebuah bangsa "baru" (generasi penerus) yang probabiliti akan mewariskan manisnya kebebasan dan kemerdekaan dalam kesejahteraan dan kedamaian.

Persoalannya adalah bagaimana agar bangsa Indonesia yang Bhinneka dalam adat, suku, bahasa dan kebudayaan menjadi Tunggal Ika dalam peradaban dan bangsa. Kesadaran, ungkapan, dan perbuatan yang konsen dalam mempertahankan semua kebudayaan, adat istiadat, suku dan bahasa yang lahir dari manusia-manusia yang berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia menjadi identitas dan jati diri bangsa, inilah yang dinamakan perjuangan mempertahankan salah satu dari  Wawasan Kebangsaan.

Identitas Nasional menjadi perhatian utama dan kriteria untuk legitimasi politik. Baik itu kriteria eksternal dari kultur maupun kriteria subjektif dari kehendak politik, meski mungkin bobotnya bervariasi. Negara pada gilirannya akan dianggap sah (legitimate) apabila melindungi kultur nasional, dan simbol yang dipakainya adalah simbol kebangsaan. Dan bahwa dalam rangka membangun negara-bangsa, ada upaya membuat satu payung politik untuk satu kultur yang dianut bersama, dan disini terjadi konflik, mengenai soal kultur mana yang akan dijadikan negara, atau unit politik mana yang akan dipilih oleh kultur dan akan menjadi raison d’etre nya. Karena dari sudut pandang teoretis adalah penting untuk membedakan antara “bangsa” modern di satu pihak, dengan suku, kasta, dialek dan minoritas religius di pihak lain, tetapi hal ini tidak memberi tahu kita mana dari deferensiasi (pramodern) ini yang akan menjadi bangsa modern.

Demikian pulalah sejarah terbentuknya “bangsa” Indonesia dan identitas nasional yang dimilikinya, yakni Pancasila; tentang Piagam Jakarta yang cenderung menimbulkan konflik, tetapi sejarah pulalah yang membuat Pancasila sudah teruji menjadi identitas nasional ketika baru sekitar lima tahun Indonesia merdeka, manakala Jepang, Inggris dan tentara kolonial Belanda mau kembali dan Pemberontakan Komunis di Madiun pada tahun 1948.  Kekuatan pemersatu daripada Soekarno selama tahun-tahun revolusi ini adalah sarana yang sangat menentukan bagi kelangsungan hidup bangsa.

Pada waktu menggantikan pemerintahan Soekarno pada pertengahan dasawarsa 1960-an, pemerintah Orde Baru, jauh lebih mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya, walaupun susunan kata-katanya sudah agak berubah dan urutannya juga mengalami perubahan (umpamanya, sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah dipindahkan dari sila ke lima menjadi sila pertama), namun ke lima semula sebagaimana dirumuskan oleh Soekarno, secara formal tetap diterima secara resmi sampai sekarang ini: KetuhananYang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Para juru bicara Orde Baru, dari Soeharto sampai ke bawah, berulang-ulang bahkan tiada henti-hentinya menegaskan  peranan Pancasila sebagai rumusan ideologi kebangsaan dan merupakan pedoman sikap dan tingkah laku perorangan dan komunal. Tetapi dalam satu hal yang fundamental, bahwa Orde Baru sangat berbeda sama sekali dari Orde Lama dalam penafsirannya terhadap Pancasila, yakni cara memandang sistem perekonomian. Perbedaan dalam penafsiran inilah yang sangat menentukan perbedaan gaya yang begitu tajam antara kedua rejim tersebut. Soekarno, menurut pengakuannya sendiri, sangat dipengaruhi oleh Marx, dan cenderung menerima begitu saja kritik yang dilontarkan Marx terhadap apa yang dinamakan kapitalisme.

Sementara itu rejim reformasi, yang katanya menganut "ekonomi kerakyatan" dan cenderung menganut "pasar bebas", diikuti dengan semangat demokrasi yang dalam batas tertentu "sangat bebas" pula; saat mana oleh Orde Baru dianggap sebagai "hambatan" dalam melaksanakan pembangunan, justru pada masa reformasi ini malah sangat dikhawatirkan "kebablasan" menjadi "penghambat" kalau bukan "pemecah" persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi yang wujudnya seolah-olah adalah "demonstrasi" oleh masyarakat dianggap salah satu cara yang paling efektif untuk mengemukakan pendapat dalam demokrasi; sampai disini mungkin tidaklah salah walaupun belum tepat bila diukur dengan kemajuan sains dan teknologi, utamanya bagi para intelektual dan akademisi. Sepanjang sejarahnya, demonstrasi adalah cara masyarakat kelas pekerja untuk mengungkapkan pendapatnya, sedangkan kelas intelektual dan akademisi mengutarakan pendapatnya melalui "tulisan" dan "dialog". Pendekatan yang dipakaipun berbeda, kelas kaum pekerja menggunakan pendekatan "praktis dan pragmatis" sementara itu kelas kaum akademisi dan intelektual menggunakan pendekatan "idealis-ilmiah".

Kerukunan yang Ber-Etika: Belajar Dari Sumatera Utara

Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa dalam pandangan pemerintah "kerukunan" hampir saja menjadi "teologi" negara, terutama pada masa Orde Baru. Sehingga bila fenomena saat ini, di media televisi kita lihat terjadi perdebatan "sengit" di kalangan politisi, pemerintah, bahkan praktisi hukum, diukur dengan kacamata Orde Baru, maka mungkin saja diputuskan bahwa "negara" sedang dalam keadaan "tidak rukun"; apalagi demonstrasi mahasiswa, para pekerja dan berbagai lapisan masyarakat yang merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintah di daerah tertentu, sudah pastilah itu dinyatakan sebagai "ketidakrukunan" dalam arti yang luas (Trilogi Kerukunan Umat Beragama).

Sementara itu, sejalan dengan kedewasaan "berdemokrasi" di bumi tercinta ini, justru regulasi yang dilakukan pemerintah terkait "Kerukunan Umat Beragama" mulai dari Peraturan Presiden No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, UU Nomor 5 tahun 1969 tentang Penistaan Agama, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 01/BER/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama Oleh Pemeluk-pemeluknya, Keputusan Bersama menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 tahun 1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan, Instruksi Menteri Agama Nomor 4 tahun 1978 tentang Kebijakan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan, sampai Keputusan Menteri Agama Nomor: 35 tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah Umat Beragama dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006 yang melahirkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di seluruh Indonesia, justru oleh sebagian penganut agama tertentu dipandang sebagai bentuk intervensi pemerintah atau negara terhadap agama (Mardimin, 2011: xxix-xxxi).

Mengapa demikian, karena berbagai regulasi tersebut dipandang bertentangan dengan semangat UUD 1945 pasal 29 ayat 2, yang intinya adalah memberikan "kebebasan beragama" dan "beribadah menurut agamanya"; kalaupun tidak dipandang demikian, akan tetapi adanya Majelis-Majelis Agama yang dianggap sebagai perwakilan kelompok agama tertentu, justru dipandang sebagai "perpanjangan" tangan pemerintah "mengatur" penganut agama tertentu tentang kepercayaannya dan ibadahnya.

Satu hal yang mungkin dilupakan bahwa bangsa ini semakin cerdas, informasi dan komunikasi tidak lagi terbatas, idaman terhadap bangsa yang ideal dan pemerintahan yang ideal pun semakin hari semakin mengemuka. Demokrasi yang difahami sebagai "masyarakat yang berdaulat" kian deras arusnya. Sungguhpun difahami bahwa regulasi tentang Kerukunan yang dibuat pemerintah adalah sumbernya karena keinginan umat, datang dari masyarakat pemeluk agama itu sendiri bukan indoktrinasi pemerintah sebagaimana masa Orde Baru, tetapi sebagian masih merasakan adanya arus atas yang kuat dibanding arus bawah, terutama hal ini dirasakan oleh pemeluk agama yang minoritas.

Oleh sebab itulah, pemerintah harus lebih sungguh-sungguh memahami kedewasaan demokrasi bangsa ini, sambil terus mengupayakan agar "kearifan lokal" benar-benar dijadikan "perekat" kalau belum dapat dijadikan "etika" bagi menciptakan "kerukunan" bangsa Indonesia yang bhinneka ini.

Kalaupun Sumatera Utara pernah disebut Presiden Susilo Bambang Yudoyono sebagai "barometer" kerukunan umat beragama di Indonesia, mungkin patut disikapi serius khususnya bagi masyarakat Sumatera Utara, terutama kalangan intelektual dan akademisi untuk segera menggali dan merumuskan nilai-nilai yang dapat menjadi "perekat", dan pemerintah segeralah mengangkat nilai-nilai luhur itu menjadi kebijakan "etis" sehingga tidak lagi terkesan bahwa regulasi kerukunan itu datang dari "penguasa" bukan berasal dari "rakyat". Atau pemerintah cukup memberikan pengawasan tanpa makna "intervensi" sedikitpun dengan alasan apapun. Karena bagi sebagian masyarakat, merasakan justru sebelum adanya regulasi misalnya tentang PBM No. 9 dan 8 tahun 2006, justru masyarakat merasa aman dan rukun, akan tetapi setelah regulasi malah terjadi konflik.

Kembali kepada kasus masyarakat Sumatera Utara yang memang hidup rukun dan damai, baik hubungannya dengan pemerintah, dengan agama lain dan sesama pemeluk agama yang sama. Secara umum kerukunan di daerah Sumatera Utara, diukur dari hubungan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama Kristiani (Kristen dan Katolik). Agama Islam disebut sebagai agamanya "orang Melayu" walaupun konsep "Melayu" bukan senantiasa menunjuk kepada satu suku tertentu, tetapi bahkan "Melayu = Islam". Sedangkan Kristiani dipandang sebagai agamanya "orang Batak", sehingga dalam pandangan tertentu "Batak" = Kristiani. Ironisnya bahkan bagi masyarakat di luar Sumatera Utara terutama Jawa, Sumatera Utara disebut sebagai kampungnya orang Batak. akan tetapi pandangan ini bukan dimaknai bahwa masyarakat yang beragama Islam kehilangan identitasnya. Akan tetapi justru persoalan identitas inilah yang tidak begitu dipentingkan oleh masyarakat Sumatera Utara.

Kearifan lokal masyarakat Sumatera Utara yang tidak begitu mementingkan "identitas" terutama sejak "turun gunungnya" orang Batak ke daerah-daerah Melayu, pembauran melalui perkawinan pun terjadi. Konsep kekerabatan "Daliahan Natolu" dalam masyarakat Batak, menjadi perekat yang "luar biasa" handalnya dalam hubungan antara umat beragama di Sumatera Utara, terutama antara muslim dan kristiani. Bahkan dalam suku Batak tertentu, "agama" bahkan tidak dianggap lebih penting dari "adat". Keterbukaan masyarakat Batak terhadap kekerabatan ditambah ketat dan kesetiaannya terhadap adat-istiadat, justru menghasilkan kekuatan tersendiri bagi masyarakat Sumatera Utara dalam menjalin Kerukunan. Bahkan mungkin seandainya tidak ada regulasi pemerintah dalam hal kerukunan, masyarakat Sumatera Utara dapat dipastikan akan hidup rukun.

Penutup

Memang agak unik meletakkan kata "etika" disamping kata "kerukunan" bila dimaknai bahwa etika berkonotasi "nilai-nilai yang baik", karena kerukunan juga sama dengan "baik". Namun bila yang dimaksud "etika" adalah "aturan", maka apakah rukun juga perlu diatur ? Mungkin dalam pandangan pemerintah ya, perlu diatur dan dibuktikan dengan lahirnya berbagai regulasi tentang hal itu. Akan tetapi menurut sebagian masyarakat penganut agama tertentu (paling tidak menurut pengalaman penulis dalam melakukan riset di Sumatera Utara, tentang Hubungan Muslim dan Kristiani) bahwa regulasi bukanlah nilai etis yang ideal dalam mengatur hubungan antar masyarakat agar hidup rukun, dan kalaupun harus dibuatkan regulasinya, mestilah berasal dari gagasan "local genius" atau "kearifan lokal", dan pemerintah harus memastikan, tentunya melalui sosialisasi yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat memahami bahwa nilai etis itu berasal dari masyarakat itu sendiri.

"Akidah Terjamin, Kerukunan terjalin" demikian jargon lembaga kerukunan di Sumatera Utara (FKPA-FKUB). "Sekali Rukun, Tetap Rukun" demikian ungkapan LSM Kerukunan Umat Beragama di Sumatera Utara (LPKUB).

Daftar Pustaka

Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Penerbit: Erlangga, Jakarta.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta.

LPKUB, Tim Peneliti. 2013. Laporan Penelitian: “Persoalan-Persoalan Kerukunan Umat Beragama di Sumatera Utara”, Medan: LPKUB.

Lubis, Ridwan, Prof. Dr. H. 2004. Konsep Kerukunan Hidup Umat Beragama, Penerbit: Citapustaka Media, Bandung.

Mardimin, J. (Penyunting). 2011. Mempercakapkan Relasi Agama & Negara: Menata Ulang Hubungan Agama dan Negara di Indonesia, Penerbit: Pustaka Pelajar, Jogjakarta.

Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama Tahun 1983/1984, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta.

Sitohang, Veryanto, dkk. 2012. Sumatera Utara: Rawan untuk Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan, Medan: ASB.

Steenbrink, Karel. 1995. Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), Penerbit: Mizan, Bandung.

Subagya, Rachmat. 1981. Agama Asli Indonesia, Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta.

Taher, Elza Peldi (Ed.). 2009. Erayakan Kebebasan Beragama, Penerbit: ICRP, Jakarta.

KEBUTUHAN AIR DAN TINGKAT KEMASAMAN TANAH BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN  PRODUKSI TANAMAN PELENG

(Spinacia oleracea L.A)

Oleh : Rita Mawarni CH

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui air yang optimal diperlukan dan pada keasaman tanah yang berbeda untuk pertumbuhan maksimum dan produksi Spinacia oleracea LA.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap sedangkan desain perlakuan terdiri dari tiga faktor: Diperlukan Air (A) dengan 3 tingkat perlakuan : 300.400, dan 500 mm / musim, sedangkan Keasaman Tanah (D) dengan 4 tingkat perlakuan pH 5,5, 6,0, 6,5, dan 7,0. Data yang dikumpulkan adalah tinggi tanaman (cm), jumlah daun, luas daun (cm2), basah dan kering, berat  tanaman (g), umur berbunga (days). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adalah bahwa : kebutuhan air hingga setara 500 mm/musim tanam memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman Spinacia oleracea LA (peleng) yang lebih baik. Sedangkan Interaksi kebutuhan air (A) dan kemasaman tanah (pH) memperlihatkan semakin banyak air yang ditambahkan dan pH meningkat maka semakin banyak larutan hara yang diserap.

Kata kunci : Peleng, Diperlukan Air, Keasaman Tanah

A.Pendahuluan

Sayuran sangat penting dikonsumsi untuk kesehatan masyarakat. Nilai gizi makanan sehari-hari dapat diperbaiki karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, protein nabati dan serat.

Sayur biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak dan dapat digunakan secara utuh atau sebahagian, segar, mentah atau dimasak sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging. Kebanyakan sayuran ini adalah herbaseus (berbatang basah), biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi (William, 1993).

Banyak tanaman dipanen untuk memanfaatkan daun-daunnya, tanaman berdaun diartikan sebagai hijauan maupun potherb (Uga.edu, 2005).

Daun peleng (Spinacia oleraceae L.A) biasanya dimanfaat-kan sebagai sayuran hijau dan ditinjau dari kandungan gizinya, peleng banyak manfaatnya bagi kesehatan dan pertumbuhan badan terutama bagi anak-anak dan ibu yang sedang mengandung. Bagi orang Amerika dan Eropa dikenal sayuran mirip bayam yang disebut Spinach, tanaman ini berbeda dengan bayam yang ada di Indonesia.  Beberapa petani di daerah Lembang, Jawa Barat telah berhasil menanam spinach yang mereka sebut bayam Jepang dan bayam Amerika (Bandini, 2004).

Peleng tanaman berumur pendek 40-50 hari dengan hasil sekitar 4-8 ton/ha. Peleng telah dibudidayakan selama 2000 tahun yang lalu di Iran, pengelolaannya dimulai selama peradaban Yunani dan Roma. Pemberian nama diperoleh dari daerah Persia “Ispanai” yang berarti “Tangan Hijau” yang kemudian menjadi Spanachia (Uga.edu, 2005).

Daun yang lembut dan bergizi, baik mentah maupun dimasak, diakui bernilai tambah bagi diet manusia, peleng mengandung dalam jumlah besar mineral dan vitamin, khusus vitamin A, kalsium, pospor, besi dan kalium, peleng juga mengandung protein tingkat tinggi. Berat peleng 91 % mengandung air, 3.2 g protein, 4.3 g karbohidrat dan 0.3 g lemak (Uga.edu, 2005).

Minat untuk tanaman ini melambung tinggi karena kelezatan peleng telah diakui di seluruh jagad, lembut bisa dimakan mentah dalam salad (lalap), bisa diawetkan, bisa dipasarkan dalam bentuk awetan maupun kalengan dan biasanya tidak terlalu diganggu oleh serangan hama karena ditanam dalam cuaca dingin dimana aktivitas serangga minimal (Leafforlife, 2005).

Menyukai tanah berdrainase baik dengan kandungan bahan organik yang tinggi, penting untuk mempertahankan tanah tetap lembab ketika bibit sedang berkecambah. Dengan sistem perakaran yang dangkal, peleng tumbuh baik pada kondisi lembab dengan aplikasi lahan dibanjiri maupun dengan disemprot, ada resiko dan tingkat penyakit karena banyak penyakit bisa tumbuh dalam kondisi lembab (Uga.edu, 2005).

Pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal memerlukan penyediaan air yang optimal pula yaitu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Upaya optimalisasi beserta peningkatan efisiensi pemanfaatan air bagi tanaman menjadi semakin penting dengan mengingat air semakin langka dan mahal (Suyamto, 1998).

Dari survey yang telah dilakukan, diketahui bahwa tahun-tahun terakhir ini di Kabupaten Karo sudah dikenal atau berkembang tanaman peleng, tetapi masih banyak hal yang belum jelas dalam memproduksinya, peleng sayuran berumur pendek (35-50 hari) dengan produksi lebih dari 30 ton/ha.

Ada pengusaha yang berminat mengikat kontrak (menampung) dengan harga yang lumayan sekitar Rp.1000-6000/kg, juga tersedianya Cold-Storage disitinjak Sidikalang yang disewa dari Pemda Kabupaten Dairi untuk mengolah hasil dan memprosesnya hingga berbentuk makanan siap saji dalam kemasan plastik yang didinginkan sekitar minus 15-30 oC.

Ada petani di sekitar Brastagi yang sudah dapat meng-hasilkan dengan baik, namun tetangganya yang bersebelahan masih gagal, sedangkan di Kabupaten Dairi dengan keadaan lingkungan yang mirip dengan Brastagi masih saja gagal. Maka timbul pertanyaan hal apa yang menyebabkan ini terjadi, sehingga diperoleh dugaan yang timbul adalah keadaan hujan yang berhubungan dengan kebutuhan air, di mana diketahui peleng tidak suka terlalu banyak air tapi tidak kekurangan, kesediaan pH yang diinginkan (optimum 6.2-6.9), adanya serangan hama dengan dugaan terjadinya serangan hama malam atau mendung pada masa awal pertumbuhan.

Pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal memerlukan penyediaan air yang optimal pula yaitu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Upaya optimalisasi beserta peningkatan efisiensi pemanfaatan air bagi tanaman menjadi semakin penting dengan mengingat air semakin langka dan mahal (Suyamto, 1998).

Air merupakan pelarut bagi unsur hara mineral pada saat diserap oleh akar maupun pada saat diangkut dari satu bagian sel kebagian lainya, antar sel, antar jaringan dan antar organ tanaman. Tanaman mampu menyerap hara mineral dari dalam tanah apabila potensi air akar lebih rendah dari potensi air larutan tanah. Pada sebagian besar proses metabolisme, air bertindak sebagai medium maupun pereaksi (Soedarsono, 1997).

Tanaman peleng peka terhadap keasaman tanah dengan pH optimum 6.2-6.9 (Uga.edu, 2005). Pada tanah yang ber-pH di atas atau di bawah kisaran tersebut, tanaman peleng sukar tumbuh, tanaman akan menunjukan pertumbuhan yang merana, tanaman akan mengalami gejala klorosis (warna daun menjadi putih kekuning-kuningan terutama pada daun-daun yang masih muda).

Pengaturan tingkat kemasaman tanah (pH potimum 6.2-6.9) dengan pengapuran, akibat pengapuran yang baik dan benar, bakteri dalam tanah yang semula tidak bekerja giat karena suasana tanahnya asam kini menjadi lebih aktif mengurai bahan organik menjadi mineral (hara) yang dibutuhkan tanaman.  Keuntungan lain dari pengapuran, bisa membantu mempercepat proses pembusukan atau perombakan bahan organik dalam tanah, supaya bisa dimanfaatkan oleh tanaman.

Tujuan Penelitian

1.Untuk menganalisa kebutuhan air dan dosis kapur yang sesuai untuk meningkatkan produksi peleng.

2.Melihat kombinasi kebutuhan air dan tingkat kemasaman tanah terhadap pertumbuhan dan produksi peleng.

3.Mengetahui kebutuhan air dan dosis pengapuran yang sesuai terhadap pertumbuhan dan produksi peleng.

Hipotesis Penelitian

1.Ada perbedaan pengaruh kebutuhan air dan dosis kapur terhadap pertumbuhan dan produksi peleng.

2.Ada interaksi antara kebutuhan air dan dosis kapur untuk pertumbuhan dan produksi peleng.

B. METODE PENELITIAN

Tempat  dan  Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik di Desa Pertapaan, Sigalingging, Kabupaten Dairi. Topografi datar dengan ketinggian tempat ± 1.400 meter di atas permukaan laut.

Bahan  dan  Alat

Benih Peleng hibrida Alrite, tanah lapisan atas (topsoil), polibag hitam ukuran 30 cm x 40 cm, pupuk (Urea, SP-36 dan KCL), Air, Insektisida Decis 2.4 Ec dan Fungisida Dithane M-45. Kayu, cangkul, meteran, gembor, timbangan elektrik, backer glass (1000 ml), oven, handsprayer, leaf area meter, pH meter, plastik, kantong plastik, plang perlakuan dan plang tanaman sampel, alat-alat tulis dan lain-lain.

Metode  Penelitian

Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), sedangkan rancangan perlakuan adalah faktorial, yang terdiri atas dua faktor yang diteliti Kebutuhan Air (A) yakni: A1(300 mm/musim),A2 (400 mm/musim),A3 (500 mm/musim) dantinkat kemasaman tanah (D):D0 (pH 5.5), D1 (pH 6.0), D2 (pH 6.5),D3 (pH 7.0)

Diperoleh 36 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi diulang sebanyak 3 kali. Setiap plot perlakuan berisi 12 polibag dengan jarak antar tanaman 20 cm x 20 cm.. Sampel tetap 4 tanaman/plot dan sampel destruksi setiap 7 hari sekali dengan 2 tanaman/plot.

Metode  Analisis  Data

Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. dengan model matematis adalah  sebagai berikut:

Yijk   = m + ri + aj + βk + (αβjk) + eijk,

Pelaksanaan  Penelitian

Persiapan Lokasi Penelitian

Areal seluas 20 m x 20 m dibersihkan dari gulma dan sampah yang ada, tanah topsoil sebagai media tanam dari seluruh lokasi areal penelitian dikeruk sedalam 20 cm sekaligus digemburkan, dikumpulkan pada satu tempat dan diaduk merata kemudian dibagi pada tumpukan sesuai perlakuan.  Penelitian ini dilakukan di dalam bangunan rumah plastik untuk menghindari masuknya air dan dikelilingi oleh scren untuk menghindari masuknya hama pengganggu.

Persiapan Media Tanam

Tumpukan tanah topsoil untuk media tanam diisikan kedalam polibag dan ditimbang untuk masing-masing polibag sebanyak 5 kg sampai kurang lebih 2 cm di bawah  mulut polibag.

Penanaman Benih

Penanaman benih dilakukan dengan cara manual dengan menggali tanah yang berada dipolibag dengan kedalaman kurang lebih 4 cm dan setiap lubang ditanam 2 benih, kemudian benih ditutup tanah setipis mungkin.

Pemeliharaan Tanaman

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk N dan P2O5. N diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pertama 60 kg/ha pada saat penanaman dan kedua 60 kg/ha diberikan dalam 2 kali aplikasi 25 dan 30 hari setelah tanam. P2O5 diberikan saat penenaman yaitu 200 kg/ha. Pupuk dibenamkan dengan jarak 10 cm dari pangkal batang. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menggunakan Insektisida Decis 2.5 Ec dan Fungisida Dithane m-45 WP dengan interfal waktu 1 minggu sekali dengan dosis anjuran 2.5 cc/l air.

Penyisipan dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal, ini dilakukan pada saat tanaman berumur satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh di polibag. Pada saat itu sekaligus dilakukan penggemburan tanah.

Aplikasi Pemberian Air

Aplikasi pemberian air dilakukan saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam, perlakuan dilakukan saat pagi hari dengan interval waktu 2 hari sekali, untuk tiap polibag berdasarkan kebutuhan air pemberian yang terdiri dari 300, 400 dan 500 mm/musim, di mana diperoleh volume setelah dikonversikan yaitu 300 mm/musim (416 cc), 400 mm/musim (555 cc) dan 500 mm/musim (693 cc).

Aplikasi Pengaturan Tingkat Kemasaman

Perlakuan pengaturan tingkat kemasaman tanah dilakukan dengan cara pemberian kapur CaCo3 ketanah berdasarkan metode Curva Ca(OH)2 pada saat sebelum tanam.

Menurut Anonimus (2005) Banyak metode yang diguna-kan untuk menentukan kebutuhan kapur, diantaranya dengan metode Curva Ca(OH)2. Kebutuhan kapur dengan metode ini didasarkan kepada banyaknya kapur yang diperlukan untuk pH tanah tertentu yang diinginkan, curva yang terbentuk berdasarkan hubungan antara jumlah kapur yang diinginkan, curva yang terbentuk berdasarkan hubungan antara jumlah kapur yang dibutuhkan untuk luas lahan.

Ditimbang sebanyak 10 g tanah kering udara dan dimasukkan kedalam 6 buah botol kocok, lalu ditambahkan berturut-turut 0.00; 0.01; 0.02; 0.04; 0.08; 0.16 g  Ca(OH)2 ke setiap botol dan ditambahi air sebanyak 25 ml. Dikocok botol tersebut selama 5-10 menit dan ditambahi 2 tetes Toluena, selanjutnya dibiarkan satu minggu.  Setelah diinkubasi maka diukur pH tanah masing-masing perlakuan dengan pH meter dan dibuat kurva dari hasil pengukuran tersebut di mana pH sebagai sumbu vertikal dan jumlah Ca(OH)2 sebagai sumbu horizontal.

Dari hasil ini dapat ditentukan kebutuhan kapur untuk setiap nilai pH yang dikehendaki yaitu D0: pH 5.5; D1: pH 6.0; D2: pH 6.5 dan D3: pH 7.0

Peubah yang Diamati

Tinggi Tanaman (cm),Jumlah Daun (Helai),Luas Daun (cm2),Bobot Basah Tanaman (g), Bobot Kering Tanaman (g), Umur berbunga (hari).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman peleng merupakan tanaman yang sensitif terhadap kondisi perubahan iklim dan kondisi tanah, di mana tanaman peleng ini tidak semua dapat tumbuh normal di dataran tinggi dan semua jenis tanah, sehingga faktor pembatas untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman peleng masih mendapat perhatian khusus, sehingga hasil penelitian belum maksimal.

Penelitian ini dilakukan dalam polibag ukuran 5 kg dengan atap plastik dan dinding plastik jaring untuk mengontrol air hujan dan serangan hama, dan tanah yang digunakan adalah tanah top soil dari areal bukaan baru hutan sekunder yang mempunyai bahan organik mentah yang tinggi dan tekstur tanah berpasir. Pada penyiraman dilakukan setara dengan 500 mm/tahun dan kelihatan bahwa air belum merembes keluar polibag.

Tinggi Tanaman (cm)

Tabel 1. Uji Beda Rataan Tinggi Tanaman Peleng (cm) pada Interaksi Kebutuhan Air dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) Umur 15, 25, 30 dan 40 hst

Kombinasi

Tinggi Tanaman Peleng (cm)

pada Umur hst

Perlakuan

15

25

30

40

A1K0

3.08e

7.02g

8.72f

11.29f

A1K1

3.28de

8.25efg

10.47de

13.97e

A1K2

3.46cde

8.64cde

10.37de

15.52d

A1K3

3.60bcd

9.78bc

12.10bc

17.56bc

Rataan

3.36

8.42

10.42

14.59

A2K0

3.21de

8.48def

10.42de

15.50d

A2K1

3.66bcd

7.98efg

9.86def

17.59bc

A2K2

3.84bc

10.18ab

13.13ab

18.12bc

A2K3

3.95b

9.72bc

14.25a

18.42abc

Rataan

3.67

9.09

11.92

17.41

A3K0

3.25de

7.31ef

9.71ef

14.64de

A3K1

3.42cde

9.08cde

11.15cd

17.43c

A3K2

3.29de

9.38bcd

11.90bc

18.67ab

A3K3

4.60a

11.24a

14.22a

18.77a

Rataan

3.64

9.25

11.75

17.38

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan

1426221736308701064
1426221736308701064

1426221795983531334
1426221795983531334

142622190227475468
142622190227475468

Gambar 1.

Hubungan antara Tinggi Tanaman Peleng (cm) dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air Umur 15, 25, 30,dan 40 hst

Jumlah Daun (helai)

Tabel 2.  Uji Beda Rataan Jumlah Daun Tanaman Peleng (helai)  pada Interaksi Kebutuhan Air dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) Umur 40 hst

Kebthn Air (mm)

Tingkat Kemasaman Tanah (pH)

Rataan

D0

D1

D2

D3

A1

7.42f

7.42f

8.92ef

12.67cd

9.11

A2

9.25e

12.25cd

12.92cd

15.00a

12.36

A3

9.00ef

13.92d

13.92bc

14.42ef

12.82

Rataan

8.57

11.20

11.59

14.03

Keterangan :   Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan.

1426222038875297326
1426222038875297326

Gambar 2.

Hubungan antara Jumlah Daun Tanaman Peleng (helai) dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air Umur 40 hst

Luas Daun (cm2)

Tabel 3.Uji Beda Rataan Luas Daun (cm2)  Tanaman Peleng pada Interaksi Kebutuhan Air dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) Umur 19, 33 dan 40 hst

Kombinasi

Luas Daun (cm2)  Tan Peleng

Umur hst

Perlakuan

19

33

40

A1D0

21.05f

29.03d

62.06d

A1D1

22.64ef

29.24d

61.82d

A1D2

25.85ef

38.06cd

74.50d

A1D3

29.58de

48.87bc

92.48cd

Rataan

24.78

36.30

72.72

A2D0

23.34ef

35.88cd

83.23d

A2D1

34.35cd

52.35bc

122.72c

A2D2

42.48b

59.29b

149.42b

A2D3

41.63b

86.59a

155.46ab

Rataan

35.45

58.53

127.71

A3D0

23.30ef

37.06cd

77.15d

A3D1

40.58bc

78.87a

152.03b

A3D2

42.36b

83.63a

145.01b

A3D3

51.14a

78.48a

187.33a

Rataan

39.35

69.51

140.38

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan

14262222271761544991
14262222271761544991

14262222722125076033
14262222722125076033

14262223131334334287
14262223131334334287

Gambar 3.

Hubungan antara Luas Daun (cm2) Tanaman Peleng dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air Umur 19, 33 dan 40 hst

Bobot Basah Tanaman (g)

Tabel 4.Uji Beda Rataan Bobot Basah (g) Tanaman Peleng   pada Interaksi Kebutuhan Air dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) Umur 26, 33 dan 40 hst

Kombinasi

Bobot Segar (g)  Tanaman Peleng  pada Umur hst

Perlakuan

26

33

40

A1D0

0.65f

1.72fg

3.44g

A1D1

0.90de

2.36def

4.89ef

A1D2

0.83ef

1.92efg

4.65f

A1D3

1.03cde

2.79abcd

8.30b

Rataan

0.85

2.20

5.32

A2D0

0.97cde

1.59g

5.32ef

A2D1

1.18bc

2.97abc

7.19c

A2D2

1.54a

3.33a

8.80b

A2D3

1.38ab

3.40a

9.71a

Rataan

1.27

2.82

7.76

A3D0

0.97cde

3.42def

5.67de

A3D1

0.90de

2.14defg

6.75c

A3D2

1.15bcd

2.58cde

6.29cd

A3D3

1.44a

3.25ab

8.74b

Rataan

1.12

2.85

6.86

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan

14262224721942808502
14262224721942808502

14262225031059444232
14262225031059444232

1426222539769064030
1426222539769064030

Gambar 4.

Hubungan antara Bobot  Basah (g) Tanaman Peleng dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air Umur 26, 33 dan 40 hst

Bobot Kering Tanaman (g)

Tabel 5.Uji Beda Rataan Bobot Kering (g) Tanaman Peleng  pada Interaksi Kebutuhan Air dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) Umur 33 dan 40 hst

Kombinasi

Bobot Kering  Tanaman Peleng (cm) pada Umur hst

Perlakuan

33

40

A1D0

0.08c

0.28g

A1D1

0.14b

0.37ef

A1D2

0.12b

0.31fg

A1D3

0.22a

0.52bc

Rataan

0.14

0.37

A2D0

0.12bc

0.46cd

A2D1

0.23a

0.55ab

A2D2

0.22a

0.62a

A2D3

0.23a

0.59ab

Rataan

0.20

0.56

A3D0

0.15b

0.42de

A3D1

0.20a

0.53b

A3D2

0.15b

0.55ab

A3D3

0.20a

0.53bc

Rataan

0.18

0.51

Keterangan :   Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan

14262226581035413380
14262226581035413380

142622268629831048
142622268629831048

Gambar 5.

Hubungan antara Bobot  Kering (g) Tanaman Peleng dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air Umur 33 dan 40 hst

Umur Berbunga (hari)

Tabel 6.  Uji Beda Rataan Umur Berbunga  (hari) Tanaman Peleng pada Perlakuan kebutuhan Air  dan Tingkat Kemasaman Tanah (pH)

Kebthn

Air

Tingkat Kemasaman Tanah (pH)

Rataan

D0

D1

D2

D3

A1

66.00cd

66.00cd

63.50d

68.33bc

65.96

A2

68.00bc

65.33cd

68.50bc

71.67a

68.38

A3

70.17ab

69.67ab

72.33a

70.83ab

70.75

Rataan

68.06

67.00

68.11

70.28

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata/sangat nyata pada taraf  5 % berdasarkan Uji Jarak Duncan

1426222767145469392
1426222767145469392

Gambar 6.

Hubungan antara Umur Berbunga (hari) Tanaman Peleng dengan Tingkat Kemasaman Tanah (pH) yang Mendapat Perlakuan Kebutuhan Air

Tabel 7.  Data Hari dan Curah Hujan Kabupaten Dairi Lima Tahun Terakhir

142622285682013256
142622285682013256

Sumber data: Dinas Pertanian Kabupaten dairi Tahun 2005

Interaksi antara kebutuhan air dan kemasaman tanah terdapat pada tinggi tanaman pada umur 15, 25, 30 dan 40 hst, jumlah daun hanya pada umur 40 hst, luas daun umur 19, 33 dan 40 hst, bobot basah 26, 33, 40 hst, bobot kering  33, 40 hst dan umur berbunga. Dari hasil umumnya kurva respon adalah linear positif, Hal ini dapat diterangkan karena pada tanah (pH) di atas 6.5. Pada kemasaman yang lebih tinggi umumnya unsur-unsur lebih mudah larut, sehingga dengan kecupukan jumlah air, maka penyerapan hara oleh tanaman juga meningkat sehingga pertumbuhan akan lebih baik pula.

Faktor kemasaman tanah  umumnya memberi pengaruh meningkat baik linier maupun kuadratik positif dengan semakin tingginya kemasaman tanah. Hal ini dikarenakan pada pH yang semakin tinggi pertumbuhan akan semakin baik karena pengaruhnya pada ketersediaan atau kelarutan unsur hara, dan sesuai dengan sifat tanaman peleng yang menghendaki pH tanah antara 6.2-6.8.

Air merupakan bahan pelarut dan salah satu bagian penentu berlangsungnya proses fotosintesa dan asimilasi.    Hal ini terlihat dari kurva respon umumnya linear positif yang berarti semakin tinggi tingkat kemasaman tanah dengan kapur yang diberikan, maka pertumbuhan tanaman semakin baik.

Bobot basah dan kering umur 26 dan 33 hst telah menunjukkan kurva respon kuadratik positif dan negatif yaitu perlakuan kebutuhan air 400 mm/musim  (555 cc air) sampai 500 mm/musim  (693 cc air) merupakan kebutuhan tanaman diikuti tingkat kemasaman tanah pH 6.5-7 merupakan faktor pendukung pertumbuhan dan produksi tanaman peleng. Melalui pemberiaan kapur dapat membantu percepatan proses pembusukan dan perombakan bahan organik pada jenis tanah di Desa Pertapaaan, Sigalingging.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.Pengaruh kebutuhan air hingga setara 500 mm/musim tanam memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman peleng lebih baik.

2.Interaksi kebutuhan air (A) dan kemasaman tanah (pH) memperlihatkan semakin banyak air yang ditambahkan dan pH meningkat, maka semakin banyak larutan hara diserap.

3.Kesimpulan umum menunjukkan bahwa perlakuan yang diterapkan belum mencapai optimum, sehingga dapat dikatakan jumlah kebutuhan air, dosis pengapuran dapat ditingkatkan.

Sa r a n

1.Penanaman peleng lebih kurang umur 40 hari di Desa Pertapaan Sigalingging Kabupaten Dairi, sebaiknya mem-perhatikan kondisi iklim, khususnya curah hujan. Jika curah hujan hanya 300-500 mm permusim tanam atau dan rata-rata 100 mm/bulan sebaiknya diberikan air tambahan (penyiraman) terutama pada bulan-bulan kering.

2.Bagi lahan dengan pH tanah rendah, perlu dilakukan pengapuran untuk menaikkan pH hingga sekitar 7.0.

E.DAFTAR PUSTAKA

William, C. N. Uzo, J. O. dan Peregrine, W. T. H. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Diterjemahkan oleh Soedharoedjian Ronoprawiro. Gadjah Mada University Press. Hal 1-165.

Uga.edu. 2005. SPINACH. Spinacia oleracea.Error! Hyperlink reference not valid.. 5 Halaman.

Bandini, Y dan Aziz, N. 2004. Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 1-15.

Leafforlife.Org. 2005. Spinacia oleraceae. Spinach.Espinaca.Http://Leafforlife.Org/PAGES/SPINACIA.HTM. 3 Halaman.

Suyamto, A. A. Rahmianna. dan Sunaryo, L. 1998. Peningkatan Efisiensi Air Pengairan. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998, Buku 1. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Komisariat Daerah Jawa Timur.

Soedarsono. 1997. Respon Fisiologi Tanaman Kakao terhadap Cekaman Air. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Volume 13 (2). Hal 96-107.

Anonimus. 2005. Penetapan Kebutuhan Kapur Berdasarkan Metode Curva Ca(OH)2. Penuntun Praktikum Dasar Ilmu Tanah. Laboratorium Kimia/ Kesuburan. Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hal 13.

PERANCANGAN APLIKASI PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINIER CONGRUENT METHOD (LCM)

Oleh  : Risnawati

Abstrak

Saat ini sebenarnya sudah terdapat program aplikasi Microsoft Excel yang digunakan untuk penentuan dosen pembimbing skripsi di Jurusan Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan, namun aplikasi yang digunkan masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain penentuan dosen pembimbing masih dilakukan dengan cara mahasiswa memilih dosen pembimbing skripsi, sehingga penentuan dosen pembimbing memakan waktu lebih lama dan tidak efisien.

Tujuan proses metode LCM adalah untuk memunculkan variabel random melalui sampling dari distribusi probabilitas itu. Metode ini dapat digunakan secara luas karena didasarkan pada proses simulasi dengan pilihan kemungkinan secara random. Angka random memainkan peranan penting dalam simulasi probabilistik, setiap contoh yang dipelajari membutuhkan angka random untuk menentukan nilai variabel random. Dengan demikian jumlah iterasi yang dilakukan sangat menentukan tingkat ketelitian atas jawaban yang diperoleh.

Dengan terciptanya Perancangan Aplikasi akan dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Mysgl dan Visual Studio Net 2008.

Kata Kunci : Perancangan, Aplikasi, Dosen Pembimbing, Metode Linier Congruent Method.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini sebenarnya sudah terdapat program aplikasi Microsoft Excel yang digunakan untuk penentuan dosen pembimbing skripsi di Jurusan Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan, namun aplikasi yang digunkan masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain penentuan dosen pembimbing masih dilakukan dengan cara mahasiswa memilih dosen pembimbing skripsi, sehingga penentuan dosen pembimbing memakan waktu lebih lama dan tidak efisien.

Metode LCM adalah proses secara acak nilai variabel tidak pasti secara berulang-ulang untuk mensimulasikan model. Metode LCM dapat didefinisikan sebagai metode untuk menghasilkan data acak sampel berdasarkan beberapa percobaan numerik untuk distribusi. Arti istilah LCM sering dianggap sama dengan simulasi probabilitas. Disamping itu pada dasarnya metode LCM ini tidak memiliki rumus acuan khusus untuk memecahkan suatu masalah. Tetapi metode ini dapat diterapkan di berbagai bidang. Oleh karena itu disini penulis mengambil referensi rumus berdasarkan simulasi probabilitas (kemungkinan) secara random karena metode LCM sering dianggap sama dengan simulasi tersebut.

Tujuan proses metode LCM adalah untuk memunculkan variabel random melalui sampling dari distribusi probabilitas itu. Metode ini dapat digunakan secara luas karena didasarkan pada proses simulasi dengan pilihan kemungkinan secara random. Angka random memainkan peranan panting dalam simulasi probabilistik, setiap contoh yang dipelajari membutuhkan angka random untuk menentukan nilai variabel random. Dengan demikian, jumlah iterasi yang dilakukan sangat menentukan tingkat ketelitian atas jawaban yang diperoleh.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang di atas maka yang menjadi Rumusan Masalah sebagai berikut :

1.Bagaimana menentukan dosen pembimbing secara acak ?

2.Bagaimana mendapatkan data peserta skripsi ?

3.Bagaimana menerapkan metode linier congruent method ?

4.Bagaimana merancang aplikasi visual studio 2008?

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian pada Rumusan Masalah di atas maka yang menjadi Batasan Masalah sebagai berikut :

1.Hanya membahas tentang penentuan dosen pembimbing.

2.Hanya membahas data yang diserahkan mahasiswa kepada Program Studi Teknik Informatika.

3.Membahas tentang apa parameternya.

4.Hanya membahas pengembangan aplikasi program Visual Studio. Net 2008 dan mysql.

1.4. Tujuan dan manfaat penelitian

Adapun Tujuan Penelitian ini adalah :

1.Untuk menentukan dosen pembimbing dalam mengerjakan skripsi.

2.Agar Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, tidak memiliki kesamaan Judul maupun isi skripsi dengan mahasiswa lainnya.

3.Untuk mempelajari lebih lanjut tentang aplikasi penentuan dosen pembimbing skripsi menggunakan LCM.

4.Untuk membuat aplikasi yang dapat menyusun pembimbing secara optimal.

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1.Mahasiswa dapat menyelesaikan skripsi dengan kualitas yang baik dan tepat waktu.

2.Tersedianya perangkat lunak yang memberikan alternatif solusi dalam menentukan skripsi, sehingga membantu pihak program studi STMIK Budidarma Medan secara cepat dan objektif.

3.Perangkat lunak basil rancangan dapat digunakan sebagai aplikasi penentuan dosen pembimbing.

2. Landasan Teori

2.1. Perancangan

Perancangan adalah penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi Perancangan sistem dapat dirancang dalam bentuk bagan alir sistem (system flowchart), yang merupakan alat bentuk grafik yang dapat digunakan untuk menunjukan urutan-urutan proses dari sistem (Jogyanto, 1990).

2.2. Aplikasi

Adapun pengertian aplikasi adalah penggunaan atau penerapan suatu konsep yang menjadi pokok pembahasan. Aplikasi dapat diartikan juga sebagai program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang dirancang untuk penggunaan praktisi khusus, klasifikasi luas ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1.Aplikasi software spesialis, program dengan dokumentasi tergabung yang dirancang untuk menjalankan tugas tertentu.

2.Aplikasi paket, suatu program dengan dokumentasi tergabung yang dirancang unutk jenis masalah tertentu.

Aplikasi adalah sebuah program komputer yang dibuat khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan pengguna yang digunakan untuk mempercepat suatu pekerjaan.

2.3. Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing skripsi ini terdiri 2 orang dosen pembimbing yaitu dosen pembimbing I dan Pembimbing II. Dosen pembimbing adalah dosen yang diberikan tugas untuk membimbing dan mengarahkan mahasisiwa dalam menyusun skripsi (Panduan Skripsi STMIK Budi Darma, 2012)

Persyaratan dosen pembimbing I adalah sebagai berikut :

1.Mempunyai masa kerja minimal 3 tahun di STMIK Budidarma.

2.Bersedia membimbing mahasiswa Skripsi

3.Memiliki keahlian atau kompetensi sesuai materi skripsi mahasiswa yang dibimbingnya

4.Apabila persyaratan pada no. 4 tidak dipenuhi, ketua Program Studi dapat menetapkan kebijakan lain

Persyaratan dosen pembimbing II adalah sebagai berikut :

1.   Mempunyai masa kerja minimal 2 tahun di STMIK Budidarma.

2.   Bersedia membimbing mahasiswa Skripsi

3.   Memiliki keahlian atau kompetensi sesuai materi skripsi mahasiswa yang dibimbingnya

4.   Mempunyai  jabatan Akademik minimal asisten ahli untuk dosen yang berizajah S2 dan Lektor untuk S-1.

2.4. Visual Basic Net 2008

Visual Basic Net  2008 adalah salah satu program berorientasi objek yang diproduksi oleh Microsoft corporation. Program ini biasanya bersama-sama dengan Cisual C# 2008 dan Visual Basic C++ 2008 dalam paket Visual Studio 2008. Bahasa Visual Basic telah digunakan secara luas karena kemudahan penggunaannya bagi orang awam dan penulisan kode di dalamnya tidak terlalu rumit dibandingkan bahasa C, delphi dan java.

2.5. Linear Congruent Method

Bilangan acak merupakan suatu besaran dasar dalam modeling dan teknik-teknik simulasi. Pada modeling dan simulasi banyak sekali memanfaatkan bilangan acak sebagai besaran untuk mendapatkan penyelesaian suatu permasalahan simulasi.

Untuk mendapatkan bilangan yang benar-benar acak, secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan undian, arisan, atau pemakaian mesin roullete. Tetapi secara komputasi, hal ini sulit dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa komputer merupakan mesin deterministik, sedangkan bilangan acak muncul sebagai kejadian yang probabilistic. Satu-satunya cara untuk mendapatkan bilangan acak adalah dengan menggunakan random (pembangkit bilangan acak semu), dimana bilangan acak diperoleh secara deterministik (aritmatik).

Rumus Metode Linier Congruent Method (Sumber : Teknik Informatika, 2009-2010).

xi+1 = (a*xi+c) mod m

Keterangan:

Xo   = bilangan Acak

A     = faktor pengali

C     = konstanta

m    = modulus

3. Analisa Dan Perancangan

Acuan dalam membangun studi kasus ini berdasarkan penentuan dosen pembimbing di STMIK BUDI DARMA MEDAN. Dimana didalam penentuan dosen pembimbing ini setiap mahasiswa mengajukan proposalnya, dimana proposal yang sudah di terima, akan mendapatkan dosen pembimbing. Sehingga dalam penentuan dosen pembimbing ini penulis menggunakan metode Linier Congruent Method (LCM) sebagai metode menyelesaikan masalah yang ada. Adapun penentuan dosen pembimbing

3.1. Metode yang digunakan

Bilangan acak merupakan suatu besaran dasar dalam modeling dan teknik-teknik simulasi. Pada modeling dan simulasi banyak sekali memanfaatkan bilangan acak sebagai besaran untuk mendapatkan penyelesaian suatu permasalahan simulasi.

Untuk mendapatkan bilangan yang benar-benar acak, secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan undian, arisan, atau pemakaian mesin roullete. Tetapi secara komputasi, hal ini sulit dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa komputer merupakan mesin deterministik, sedangkan bilangan acak muncul sebagai kejadian yang probabilistic. Satu-satunya cara untuk mendapatkan bilangan acak adalah dengan menggunakan random (pembangkit bilangan acak semu), dimana bilangan acak diperoleh secara deterministik (aritmatik).

3.2. Algoritma Dan Implementasi

3.2.1. Algoritma

Perangkat Lunak Aplikasi bekerja dengan melakukan pengacakan nama dosen pembimbing menggunakan metode Linier Congruent Method, sehingga dapat membuktikan implementasi Linier Congruent Method.

Adapun kegiatan yang dilakukan didalam pengacakan menggunakan aplikasi ini adalah sebagai berikut :

1.Menginputkan nama dosen pembimbing

2.Menginputkan NIDN dosen pembimbing

3.Setelah itu pengacakan dosen pembimbing dengan metode Linier Congruent Method.

4.Output dari program aplikasi ini basil dari penentuan dosen pembimbing.

Untuk lebih jelas, Algoritma untuk penentuan dosen pembimbing ini dijelaskan pada pseodocode berikut :

Algoritma Penentuan Dosen Pembimbing satu dengan Linier Congruent Method

{Tahap dalam Penentuan Dosen Pembimbing satu}

Input:

Integer a, c, m ;

x1nomor pengacakan;

db  dosen pembimbing satudatabase  nama dosen pembimbing satu;

nama dosen pembimbing satunama dosen pembimbing satu;

Output :

Nama dosen pembimbing satudosen yang diacak;

Proses :

a ← 1;

c ← 5;

m ←7;

x1 ← ((a* xi) + c) mod  m ;

nama dosen pembimbing satu ← db ( xi) ;

Algoritma Penentuan Dosen Pembimbing dua dengan Linier Congruent Method

{Tahap dalam Penentuan Dosen Pembimbing dua}

Input:

Integer a, c, m;

x1 nomor pengacakan;

db  dosen pembimbing dua database nama dosen pembimbing dua;

nama dosen pembimbing dua nama dosen pembimbing dua;

Output :

Nama dosen pembimbing duadosen yang diacak;

Proses :

a← 1;

c← 5;

m 7;

x1 ((a * xi) + c) mod m ;

nama dosen pembimbing dua db ( xi) ;

3.2.2. Implementasi

Proses input adalah proses input untuk menjalankan program Usemame Password

Gambar 2. Menu Login

Proses Output penentuan dosen pembimbing skripsi pada saat pengacakan menggunakan metode Linier Congruent Method. Adapun tampilan dari proses tersebut dapat dilihat pada  gambar berikut:

14262230291293006492
14262230291293006492

1426223055245256614
1426223055245256614

Gambar 2. Output Sistem

4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan evaluasi dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.Fungsi metode Linier Congruent Method proses menurunkan secara acak ni1ai variabel tidak pasti secara berulang-ulang untuk mensimulasikan model.

2.Dengan adanya sistem ini STMIK BUDIDARMA Medan dapat memperbaiki sistem kerja yang lama dan merupakan solusi penyelesaian yang ada dari sistem yang selama ini dipakai.

3.Perancangan aplikasi penentuan dosen dapat dipakai dalam metode Linier Congruent Method, dengan memunculkan variabel random melalui sampling dari distribusi probalitas.

4.2. Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1.Penerapan sistem yang baru ini harus dilakukan penyesuaian dengan sistem yang sedang berjalan sehingga yang baru akan nampak kelebihannya dibandingkan dengan sistem sebelumnya.

2.Sistem yang telah dirancang penulis, mempermudah kinerja Ketua Prodi dalam menentukan pemilihan dosen pembimbing skripsi.

3.Sistem dapat dikembangkan lebih menarik daninteraktif.

Daftar Pustaka

Jogianto, Sistem Informasi, Penerbit Informatika, Bandung, 1990.

Rosa A.S, M Shalahuddin, Rekayasa Perangkat Lunak, Penerbit Andi Yogyakarta, 2011

Mesran, Modul Pemograman Visual I. Medan, 2008

Jumal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI), Volume 2, Nomor 1, Maret 2013.

Ridwan, Pengolahan Database MySQL 5 dengan Java 2, Penerbit ANDI, Semarang, 2005

Panduan Resmi STMIK BUDIDARMA MEDAN, 2012

http://www.dowload.Linear.Congruential Random Number Generator

REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

Oleh : Dikir Dakhi

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui reformasi birokrasi pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.  Metode penulisan menggunakan metode library research. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan  misi atau perannya yang sebenarnya diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup revitalisasi birokrasi (minimalisasi dari kegiatan politik praktis) dan perbaikan cara kerja dan berinteraksi terutama untuk pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk memperbaiki cara kerja birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil.

Kata kunci : reformasi birokrasi dan KKN

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara konseptual kita dapat membatasi masalah KKN dalam lingkup “urusan-urusan publik yang ditangani birokrasi”. Namun  secara aktual, interaksi birokrasi dengan  lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan; dan dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah KKN bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi,  dunia usaha, dan masyarakat, dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh.

Sebab itu, usaha pemberantasan KKN perlu dilihat dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan “reformasi sistem administrasi negara” secara keseluruhan. Dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh dalam reformasi birokrasi adalah perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah : terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, partisipatif, berkepastian hukum, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan  bebas KKN; peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara; serta berkembangnya budaya dan perilaku politik dan pemerintahan yang mengindahkan nilai dan prinsip kepemerintahan yang baik, dan aktivitas aparatur pemerintahan yang didasari etika, integritas,  profesionalisme dalam pengabdian, pengayom-an, pelayanan, pertanggung jawaban  publik.

Dalam hubungan itu, dari sudut disiplin dan sistem administrasi negara good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang mencakup 3 (tiga) aktor utama di atas, yaitu pemerintahan negara di mana birokrasi termasuk di dalamnya, dunia usaha  (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut (publik, dunia usaha, dan masyarakat) memiliki posisi, peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang dinamis dan berkelanjutan. Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara.

Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, dan dianggap pula telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum, dan memundurkan pembangunan, serta  memudarkan masa depan bangsa.

Korupsi terjadi di negara-negara di seluruh dunia. Hal ini mendorong masyarakat internasional untuk bekerjasama dalam pemberantasan korupsi. Komitmen masyarakat internasional dalam upaya pemberantasan korupsi juga didukung oleh berbagai lembaga pembiayaan utama dunia, seperti World Bank, ADB, IMF, dan juga organisasi internasional lainnya seperti OECD dan APEC. Bahkan PBB dalam Sidang Umum tanggal 16 Desember 1996 menyatakan deklarasi untuk pemberantasan korupsi dalam dokumen United Nation Declaration Against Corruption and Bribery In International Commercial Transaction yang dipublikasikan sebagai resolusi PBB No. A/RES/51/59, tanggal 28 Januari 1997. Semangat anti korupsi terus berlanjut antara lain tercermin dalam “Declaration of 8th International Conference Against Corruption” yang diselenggarakan di Lima, Peru, pada tangal 11 September 1997 dan dihadiri oleh wakil-wakil masyarakat dari 93 negara. Konferensi tersebut meyakini bahwa untuk memerangi korupsi diperlukan kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.

Di antara berbagai butir penting lainnya dalam deklarasi konferensi tersebut adalah bahwa semua penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel; serta harus menjamin independensi, integritas, dan  depolitisasi sistem peradilan sebagai bagian penting dari tegaknya hukum yang akan menjadi tumpuan dari semua upaya pemberantasan korupsi yang efektif.

Sementara itu, banyak pakar dan pengamat ekonomi dan politik serta para tokoh masyarakat Indonesia dan internasional baik melalui media massa maupun pada forum-forum lainnya, menyatakan bahwa dibanding korupsi yang terjadi diberbagai negara lain, fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia sudah menjadi penyakit yang kronis dan sulit disembuhkan; korupsi telah menjadi sesuatu yang sistemik: sudah menjadi suatu sistem yang menyatu dengan penyelenggaraan pemerintahan negara dan bahkan dikatakan bahwa pemerintahan justru akan hancur apabila korupsi diberantas. Struktur pemerintahan  yang dibangun dengan latar belakang korupsi akan menjadi struktur yang korup dan akan hancur manakala korupsi tersebut dihilangkan.

Berbagai lembaga atau organisasi di luar negeri baik swasta maupun pemerintah juga berpendapat bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat parah. Hal ini ditunjukkan antara lain dari berbagai hasil survei atau penelitian yang mereka lakukan dan dibandingkan dengan kondisi di berbagai negara lainnya, antara lain seperti hasil penelitian dari PERC (Political and Economic Risk Consultancy, 2000) yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,91 untuk korupsi, dan 9,09 untuk kroniisme diantara negara-negara Asia, dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut, menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan tingkat korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah korupsi juga terkait erat dengan birokrasi.  Dalam hubungan ini birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2000 Indonesia memperoleh skor 8 (yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk) yang berarti jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara-negara Asia. Terpuruknya Indonesia dalam kategori korupsi dan birokrasi, juga dilengkapi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh PERC (2001) dan Price Water House  Cooper (2001) tentang ranking negara-negara Asia dalam implementasi good governance. Indonesia menempati ranking/urutan ke 89 dari 91 negara yang disurvei; dan dari sisi competitiveness Indonesia menempati urutan ke-49 dari 49 negara yang diteliti. Terlepas dari berbagai paramater yang mungkin bisa diperdebatkan, hasil-hasil penelitian tersebut harus kita perhatikan untuk mengantisipasi pembesaran dampaknya.

Berbagai fenomena dan sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut menunjukkan adanya kaitan erat antara KKN dengan perilaku kekuasaan dan birokrasi yang melakukan penyimpangan.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui reformasi birokrasi pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Uraian Teoritis

2.1. Usaha Pemberantasan KKN

Dalam suatu negara hukum, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih adalah merupakan salah satu kunci berhasil tidaknya suatu negara melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan di berbagai bidang. Yang dimaksud dengan supremasi hukum adalah keberadaan hukum yang dibentuk melalui proses yang demokratis dan merupakan landasan berpijak bagi seluruh penyelenggara negara dan masyarakat dalam arti luas, sehingga pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dapat berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang bebas dari praktek KKN dan perbuatan tercela lainnya. Dengan demikian, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi masyarakat dan atau lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan merupakan salah satu upaya reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance.

Kondisi saat ini, memperlihatkan bahwa pembahasan mengenai masalah penyelewengan kekuasaan atau kewenangan yang berbentuk korupsi, kolusi dan nepotisme, meskipun cukup komprehensif dan disertai peraturan perundang-undangan yang lengkap dan bagus sebagaimana diuraikan secara singkat di atas, namun belum nampak dilakukan penanganan yang serius oleh pemerintah. Selain itu, belum berhasilnya pemberantasan korupsi meskipun sudah ada perangkat hukum yang bagus dan dilengkapi dengan berbagai lembaga penangkal korupsi yang juga cukup banyak seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pengawasan Fungsional-BPKP, Bawasda, Inspektorat--, Pengawasan Melekat (Waskat), dan Pengawasan Masyarakat (Wasmas), disebabkan antara lain belum adanya persamaan persepsi antara penegak hukum dalam memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut, dan belum mantapnya penyelenggaraan fungsi lembaga-lembaga penangkal korupsi.

Sesungguhnya kondisi yang mendukung upaya untuk mencari solusi yang tuntas terhadap masalah besar ini telah tersedia, yaitu tingkat kritis masyarakat yang tidak lagi tabu untuk membuka borok penyelewengan atau KKN. Transparansi semakin menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar, masyarakat semakin tergugah untuk menuntut keadilan dan kebenaran. Masyarakat semakin memiliki keberanian untuk mengungkapkan masalah-masalah yang semula hanya menjadi bahan gunjingan.

Namun demikian, dalam keadaan masih lemahnya tradisi atau budaya disiplin dan patuh hukum dari penyelenggara negara termasuk penegak hukumnya dan masyarakat, dan selama hukum kita belum dapat benar-benar melindungi semua orang secara adil, selama hukum masih bisa dibelokkan untuk kepentingan yang berkuasa atau kelompoknya atau yang mampu dan bersedia membayar, maka reformasi birokrasi akan berjalan timpang dan sulit untuk mewujudkan good governance yang kita cita-citakan.

2.2. Reformasi Birokrasi

Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintah yang bersih (clean government) dan kepe-merintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Undang-undang telah ditetap-kan oleh DPR dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai aturan perundang-undangan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan tersebut, akan dapat dikelola secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi  yang sehat dan kuat”, yaitu ‘birokrasi yang solid, sederhana, profesional, netral, terbuka, demokratis, serta memiliki integritas  dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat, negara, dan tanah air; dalam mengemban misi perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara”.

Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi negara (baca: dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan sifat dan lingkup peker-jaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi, serta dukungan sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kemampuan sangat besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan politus yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk mencapai atau pun mempertahankan kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak penguasa. Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakkan “kualitas, efisiensi, dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal  kepada masyarakat”, besar kemungkinan akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai-partai; sehingga terjadi pergeseran keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai-partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, KKN akan tumbuh dan birokrasi kehilangan jati dirinya, dari “pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan kelompok kepentingan yang sempit”.

“Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat keberpihakan-nya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta sangat memberatkan masyarakat. Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu yang jum-lahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Sejarah Indonesia Merdeka menunjukan, birokrasi yang tidak netral telah turut membawa Indonesia pada kekacauan politik; dan birokrasi yang tidak netral selalu tumbuh bersama dengan kekuatan dan kepentingan politik atau golongan tertentu, selalu terjebak dalam godaan KKN, dan akhirnya juga membawa negara kita pada kehancuran ekonomi. Hal semacam itu telah terjadi pada setiap “rezim pemerintahan”;  dengan akibat dan dampak yang serupa berupa kelemahan bangunan kelembagaan hukum, dan kehancuran  kehidupan ekonomi, politik, dan sosial

Reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pendekatan struktural-hirarkikal (tradisi weberian). Pendekatan Weberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsung dalam pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini, secara klasikal menegaskan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang legal formal, dan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya. Sebab itu, dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia berkembang secara vertikal linear, dalam arti  “arah kebijakan dan perintah dari atas ke bawah, dan pertanggungjawaban berjalan dari bawah ke atas”; dan koordinasi yang umumnya dilakukan secara formal sulit dilakukan. Selain itu, birokrasi Indonesia juga diwarnai dengan pendekatan struktural-kultutral dengan pengaruh budaya feodalistis yang besar, yang ditandai pula dengan arogansi kekuasaan, sehingga merupakan lahan subur bagi tumbuhnya KKN. Dalam kondisi seperti itu akan sulit bagi Indonesia untuk menghadirkan good governance, birokrasinya masih ditandai dengan budaya politik “feodalistik”, tidak mengindahkan etika professionaliseme, berkembangnya neo-KKN, dan bekerja bukan untuk kepentingan masyarakat  sebagaimana dicanangkan dalam agenda refor-masi birokrasi yang terarah pada perwujudan good governance dan clean government, serta sebagai salah satu pelaksanaan amanat pembukaan UUD 1945.

3. Pembahasan

Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” mengacu dan berpedoman pada amanat konstitusi negara kita. Hal itu berarti kita harus pertama-tama adalah mencermati berbagai unsur sistem dari administrasi mau pun negara, dan posisi serta interakasi antar keduanya, kemudian mengidentifikasi berbagai kelemahan yang pokok-pokonya telah dikemukakan di atas, selanjutnya menyusun strategi dan program aksi yang terarah pada pencapaian sasaran optimal yang hendak dicapai serta penilaian kinerja secara objetif rasional.

(1) Transformasi Nilai

Tata nilaidalam suatu sistemberperanmelandasi, memberikan acuan, menjadi pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai. Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan kontribussinya masing-masing dalam meng-aktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi kita.

Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai yang merupakan pesan peradaban dan kemanusiaan yang sangat luhur dan mendasar, hakiki dan universal; yang seharusnya  menghikmati, melandasi, memberi acuan, dan menggariskan tujuan NKRI. Semua itu merupakan dimensi-dimensi nilai sistem administrasi negara kita yang merupakan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa; sebagai acuan pokok dalam pengembangan “visi, misi, dan strategi” dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pem-bangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Secara keseluruhan dimensi-dimensi nilai tersebut terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap kemahakekuasaan dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada alinea tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila; dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan sistem  penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea empat).

Berbagai dimensi institusional itu pada intinya menggaris-kan bahwa Indonesia adalah negara bangsa, negara kesatuan, negara hukum, dan negara demokrasi, negara yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat bangsa di seluruh wilayah negara bahkan di seluruh belahan dunia, dengan segala kandungan makna dan implikasinya dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan negara termasuk yang dewasa ini dikenal sebagai nilai dan prinsip kepemerintahan yang baik (good governance).

Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokrastis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan keputusan politik yang strategis dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagai representasi rakyat bangsa dari dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil (Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggung-jawabkan kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga keserasian dan keterpaduannya satu sama lain. Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi-dimensi nilai tersebut yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban”. Dalam hubungan itu, KKN tidah hanya mengandung pengertian penyalahgunaan kekuasaan ataupun kewe-nangan yang mengakibatkan kerugian keuangan dan asset negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan depresiasi nilai publik, baik tidak sengaja atau pun terpaksa.

Semua itu menunjukkan komitmen kuat dari konstitusi negara kita terhadap nilai dan prinsip kepemerintahan atau manajemen pemerintahan yang baik (good governance), suatu pemerintahan yang amanah, yang harus diwujudkan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, di pusat dan daerah. Sebagaimana kita ketahui, nilai dan prinsip dasar yang menandai good governance secara universal antara lain adalah kepastian hukum, transparansi, partisipasi, profesionalitas, dan pertanggungjawaban (akuntabilitas); yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan dengan nilai dan prinsip daya guna, hasil guna, bersih (clean government), desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat, serta daya saing.

Dimensi-dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktualisasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi, misi, dan strategi yang tepat dan efektip. Hal itu juga mengindikasikan diperlukannya suatu “grand strategy” dalam penataan birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondisi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan stratejik yang dihadapkan lingkungannya. Dalam konteks perubahan internal tersebut, reformasi birokrasi perlu diarahkanan pada  (1) penyesuaian visi, misi, dan strategi, (2) perampingan organisasi dan penyederhanaan tata kerja, (3) pemantapan sistem manajemen, dan (4) peningkatan kompetensi sumber daya manusia; secara keseluruhan semua itu disesuaikan dengan dimensi-dimensi nilai SANKRI, dan tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi.

Birokrasi Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memiliki visi, misi, strategi, agenda kebijakan, kompetensi, dan komitmen pembangunan dan pelayanan yang jelas dilandasi dimensi-dimensi nilai SANKRI dan tegas terfokus pada permasalahan yang mendesak perlu di atasi, dan terarah pada   perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara. Dengan visi, misi, strategi yang didasarkan pada yang berorientasi pada penerapan nilai-nilai sebagaimana diamanatkan para founding fathers negara bangsa ini, disertai kompetensi dan komitmen yang kuat dalam keseluruhan tatanan organisasinya yang tersusun secara tepat disertai pelimpahan kewenangan yang seimbang, birokrasi dapat diharapkan akan dmampu encapai kinerja yang optimal dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa.

(2) Penataan Organisasi dan Tata Kerja

Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi yang ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban,  terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dengan masyarakat  dikembang-kan terarah pada penerapan  pelayanan prima,  dan mendorong  peningkatan produktivitas kegiatan pelayanan aparatur dan masyarakat.

(3) Pemantapan Sistem Manajemen

Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelengaraan negara dan pembangunan bangsa, pengem-bangan sistem manajemen pemerintahan diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang kondusif, transparan, impersonal, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang sudah terarah pada pengembangan e-administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator  bagi tumbuh dan berkembang-nya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu kepada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, dan berdaya saing tinggi.

(4) Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur

Sosok aparatur masa depan penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara,  (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemamapuan melaksana-kan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif,  (d)  disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e) memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan (g) memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas. Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusif, baik dalam bentuk gajih mau pun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class).

4. Penutup

Reformasi birokrasi pemerintahan sebagai jawaban atas tuntutan  akan tegaknya aparatur pemerintahan yang berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN memerlukan pendekatan dan dukungan sistem administrasi negara yang mengindahkan nilai dan prinsip-prinsip good governance, dan sumber daya manusia aparatur negara yang memiliki integritas, kompetensi, dan konsistensi dalam menerap-kan prinsip-prinsip tersebut, baik dalam jajaran eksekutif, legislatif, mau pun yudikatif. Selain dari unsur aparatur negara tersebut, untuk mewujudkan good governance dibutuhkan juga komitmen dan konsistensi dari semua pihak; dari dunia usaha dan masyarakat; dan pelaksanaannya di samping menuntut adanya koordinasi yang baik, juga persyaratan integritas, profesionalitas, etos kerja dan moral yang tinggi sebagaimana dituntut terhadap birokrasi. Dalam rangka itu, diperlukan  pula “penegakan hukum yang efektif (effective law enforcement), serta pengembangan dan penerapan sistem dan pertanggung-jawaban yang tepat, jelas, dan nyata, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN.

Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau perannya yang sebenarnya diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup revitalisasi birokrasi (minimalisasi dari kegiatan politik praktis) dan perbaikan cara kerja dan berinteraksi terutama untuk pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk memperbaiki cara kerja birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil. Di sinilah peran akuntabilitas dalam menyatukan persepsi anggota organisasi yang beragam sehingga menjadi kekuatan bersama untuk mencapai kemaslahatan bersama.

Daftar Pustaka

Caiden, G. 1969, Administrative Reform, Chicago : Aldine Publishing Co. Denhardt,R.B. 1991, Public Administration. Pacific Grove : Brooks / Cole Publishing Company.

Dvorin, E.P dan Simmons, R.H.1972. From Amoral to Humane Bureaucracy. NewYork: Canfield Press.

Effendi, S. 1991. "Sistem Administrasi Untuk Pembangunan Berkelanjutan" dalam Samodra Wibawa (ed). Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. Etzioni, A. 1975. "Administrative Accountability" dalam Public Adminisiration Review.

Hughes, O.E.1994 Public Mangement & Administration. New York : St. Martin’s Press, Inc.

Jabbra J.G dan Dwivedi, O.P.1989. Public Service Accountability. Connecticut: Kumarian Press, Inc.

Kuntjoro-Jakti,D. 1980. "Birokrasi di Dunia Ketiga : Alat Rakyat, Alat Penguasa, atau Penguasa" dalam Prisma No. 10 Oktober l980.

Lane, J-E. 1995. The Public Service Manager. Mellboume : Longman Chesire Pty Limited.

Mertins, Jr.H(ed). 1979. Profesional Standards and Ethics Washington, D.C. ASPA Publishier.

Moeljarto, Tj.1989. Sosok Birokrasi Indonesia dalam Era Tinggal Landas makalah dalam Pertemuan Mahasiswa Administrasi Indonesia, di Kaliurang, Yogyakarta.

Moeljarto, Tj. 1995. Pembangunan : Dilema dan Tantangan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Osborne, D. Dan Gaebler,. 1992. Reiventing Govemment. Massachusetts : Addison- Wesley Publising Company, Inc. Painter, C. 1994. "Public Service Reform: Reinventing or Abandoning Government?" dalam The Political Quartely. Oxford; Blackwell Publisher.

Rohdewohld, R. 1995. Public Administration in Indonesia. Melboume; Montech Pty.Ltd.

Siagian,S.P.1982. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.

Spencer, D.D.1988. Staff Development. Armidale: A.C.A.E Publications.

Stillman II,RJ.1988. Public Administration. Boston : Hough Mifflin Company.

Stretton, H. dan Orchard, L. 1994. Public Goods, Public Enterprise, Public Choice. New York : St. Martin's Press.

Tjrokroamidjojo, B. 1985. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3ES Zhijian,Z, De Guzman, R.P, dan Reforma.

M.A.1992. Administrative Reform. Manila: Eastern Regional Organization For Public Administration (EROPA).



administrasi pembinaan peradilan agama dibawah sistem pembinaan Mahkamah Agung

Oleh : Ahmad Rasoki Nasution

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui administrasi pembinaan peradilan agama juga diintegrasikan ke dalam sistem pembinaan oleh Mahkamah Agung. Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode library research. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa kedudukan Pengadilan Agama untuk sementara waktu tetap dibiarkan dibina di bawah organisasi pemerintah, yaitu di bawah Departemen Agama. Namun, pada saatnya nanti, administrasi pembinaan peradilan agama tidak mungkin terus menerus dipisahkan dari lingkungan kekuasaan kehakiman pada umumnya. Jika pembinaannya terus menerus disendirikan, besar kemungkinan perkembangannya akan mengalami hambatan. Karena itu, memang perlu dilakukan langkah-langkah konkrit, terencana dan sistematis sehingga pada saatnya nanti, administrasi pembinaan peradilan agama juga diintegrasikan ke dalam sistem pembinaan oleh Mahkamah Agung.

Kata kunci : peradilan agama dan makamah agung.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman itu seperti ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Banyak yang menafsirkan bahwa dalam perkataan merdeka dan terlepas dari ‘pengaruh’ kekuasaan pemerintah itu, terkandung pengertian yang bersifat fungsional dan sekaligus institusional. Tetapi, ada yang hanya membatasi pengertian perkataan itu secara fungsional saja, yaitu bahwa kekuasaan pemerintah itu tidak boleh melakukan intervensi yang bersifat atau yang patut dapat diduga akan mempengaruhi jalannya proses pengambilan keputusan dalam penyelesaian perkara yang dihadapi oleh hakim. Karena itu penjelasan kedua pasal itu mengenai kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung, langsung dikaitkan dengan jaminan mengenai kedudukan para hakim. Maksudnya ialah agar para hakim dapat bekerja profesional dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah, kedudukannya haruslah dijamin dalam undang-undang.

Karena itu, kemerdekaan kekuasaan kehakiman itu haruslah dipahami dalam konteks kemerdekaan para hakim dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, menurut pandangan ini, kedudukan para hakim yang merdeka itu tidak mutlak harus diwujudkan dalam bentuk pelembagaan yang tersendiri. Jalan pikiran demikian inilah yang berlaku selama ini, sehingga tidak pernah terbayangkan bahwa kekuasaan Mahkamah Agung dapat dikembangkan dalam satu atap kekuasaan kehakiman yang mandiri secara institusional. Celakanya, praktek yang terjadi sejak Indonesia merdeka sampai berakhirnya era Orde Baru cenderung menunjukkan bahwa proses peradilan di lingkungan lembaga-lembaga pengadilan di seluruh tanah air juga seringkali justru dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah. Akibatnya, kekuasaan kehakiman kita bukan saja tidak merdeka secara institusional administratif, tetapi juga secara fungsional-prosesual dalam proses penyelesaian perkara keadilan.

Bersamaan dengan itu, selama lebih dari 30 tahun kekuasaan Orde Baru berhasil dengan sangat kuat memusatkan kekuasaan di tangan Pemerintah. Sentralisasi dan konsentrasi kekuasaan bahkan terus meningkat dan memusat ke arah satu tokoh sentral, yaitu Presiden. Ketika perkembangan kompleksitas permasalahan yang timbul dalam masyarakat makin meningkat bersamaan dengan kemajuan pembangunan di segala bidang, organisasi negara justru berkembang makin birokratis dan memusat ke puncak kekuasaan Presiden. Sistem kekuasaan terpusat itu, lama kelamaan mendorong tumbuh suburnya manipulasi dan penyalahgunaan wewenang dimana-mana, sehingga pada akhirnya membentuk suatu karakter kolektif yang kemudian dikenal luas sebagai praktek KKN.

Kultur birokrasi dan organisasi negara yang penuh KKN itu berpengaruh dalam semua sektor kelembagaan negara kita, tak terkecuali di lingkungan organisasi kekuasaan kehakiman kita. Kita semua tidak perlu malu mengakui kenyataan ini dalam rangka membangun kesadaran baru mengenai pentingnya memperbaiki diri dalam rangka memberbaiki keseluruhan keadaan nasional yang sedang kita hadapi sebagai bangsa. Celakanya lagi, kultur masyarakat yang kita warisi dari masa lalu, juga cenderung memberikan pembenaran terhadap kecenderung-an terjadinya sentralisasi dan konsentrasi kekuasaan itu. Sebagian terbesar warga masyarakat kita masih hidup dalam bayang-bayang sikap yang sangat paternalistik. Hubungan kebudayaan masih sangat dipengaruhi oleh sistem keteladanan pemimpin.

Semua ini ditambah pula oleh kenyataan bahwa sebagian terbesar warga masyarakat kita masih berada dalam tingkat kesejahteraan yang serba kekurangan. Karena itu, kultur paternalisme, sistem kekuasaan yang terpusat, dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah, telah menyebabkan vitalitas dan energi kolektif masyarakat kita dikungkung oleh kejumudan yang makin meratakan kultur perilaku yang tidak sehat, baik untuk agenda demokrasi maupun untuk penegakan hukum dan supremasi hukum. Inilah warisan masalah hukum yang harus dihadapi oleh sistem kekuasaan kehakiman kita yang merdeka di masa depan. Inilah pula persoalan-persoalan pokok yang harus dihadapi oleh cita-cita menegakkan prinsip negara hukum yang demokratis ataupun negara demokrasi modern yang berdasar atas hukum di negeri kita.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan bahwa pengembangan sistem peradilan agama dibawah sistem pembinaan oleh Mahkamah Agung.

1.3. Metode Penulisan

Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode library research .

2. Uraian Teoritis

2.1. Prinsip Pemisahan dan Keseimbangan Kekuasaan

Pada waktu disusun, para perumusnya bersepakat bahwa UUD 1945 memang tidak didasarkan atas teori ‘trias politica’ yang memisahkan secara tegas antar tiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan judikatif. Khusus mengenai cabang kekuasaan judikatif memang ditentukan harus mandiri atau bebas dari pengaruh cabang kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Namun, pemisahan yang tegas antara fungsi legislatif dan eksekutif tidak dijadikan landasan berpikir dalam merumuskan fungsi MPR, DPR, dan Presiden. Karena kekuasaan membentuk UU menurut rumusan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum diadakan amandemen dengan Perubahan Pertama, ditentukan berada di tangan Presiden. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR. Artinya, dalam kaitannya dengan fungsi legislatif itu, memang terdapat hubungan yang tumpang tindih antara DPR dan Presiden.

Logika yang dibangun dalam hubungan ini adalah bahwa UUD 1945 memang tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal, melainkan teori pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal. Maksudnya ialah bahwa sistem kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dianut bangsa Indonesia pertama-tama diwujudkan secara penuh dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Dari Majelis yang terhormat inilah kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan ke dalam fungsi-fungsi lembaga Presiden (Pemerintah) yang merupakan pihak eksekutif dan lembaga DPR sebagai pengendali atau pengawasnya. Sedangkan fungsi legislatif dibagikan secara seimbang antara Presiden dan DPR.

Namun demikian, dalam Perubahan Pertama UUD 1945 yang telah disahkan dalam Sidang Umum MPR akhir tahun lalu, bunyi Pasal 5 ayat (1) itu diganti menjadi: “DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Sedangkan dalam Pasal 20 ayat (1) dinyatakan: “Presiden berhak mengajukan Rancangan UU untuk mendapatkan persetujuan DPR”. Di samping itu, ada pula ketentuan baru dalam Pasal 20 yang menyatakan: “Presiden mengesahkan RUU menjadi UU”. Dengan adanya ketentuan baru ini maka kekuasaan legislatif dapat dikatakan telah bergeser dari Presiden ke DPR, meskipun dalam pelaksanaan dapat saja terjadi bahwa Presiden tidak bersedia mengesahkan RUU yang telah ditetapkan oleh DPR itu. Boleh jadi, kewenangan Presiden untuk mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU tersebut dapat dipahami dalam pengertian hak veto Presiden terhadap kekuasaan lembaga legislatif.

Tetapi, jika demikian, sudah seharusnya hak veto itu dibatasi dengan lebih jelas sehingga tidak dimanfaatkan oleh Presiden untuk berbuat semena-mena. Misalnya, jika suatu RUU telah mendapat persetujuan lebih dari 2/3 suara anggota DPR, maka pengesahan oleh Presiden bersifat wajib. Atau dapat pula ditentukan agar DPR dapat membahas ulang RUU tersebut dan kemudian apabila diperoleh putusan dengan dukungan yang lebih banyak anggota dibandingkan dengan keputusan sebelumnya, maka RUU tersebut wajib disahkan oleh Presiden. Namun, terlepas dari ada tidaknya pengaturan pembatasan mengenai hak veto ini, yang jelas ketentuan dalam Perubahan Pertama UUD 1945 secara tegas berusaha memisahkan fungsi legislatif dari fungsi eksekutif. Dengan demikian, UUD kita dewasa ini secara resmi telah menganut sistem pemisahan kekuasaan yang tegas antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan judikatif.

Akibat lebih lanjut dari hal itu ialah bahwa sudah semestinya kita konsisten dan konsekwen mengenai pemisahan kekuasaan tersebut. Salah satunya akibatnya ialah bahwa kita tidak dapat lagi mempertahankan teori pembagian kekuasaan secara vertikal dari MPR ke lembaga-lembaga tinggi negara. Tetapi, jika keberadaan MPR masih tetap ada, logika semacam itu jelas belum dapat sepenuhnya dijadikan dasar pemikiran mengenai sistem ketatanegaraan kita yang baru. Mungkin itu, sebabnya banyak ahli hukum tatanegara yang berpendapat bahwa agenda perubahan konstitusi kita masih bersifat tambal sulam.

Sebagai konsekwensi terjadinya pemisahan kekuasaan antara cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan judikatif, maka mekanisme hubungan di antara cabang-cabang kekuasaan yang terpisah-pisahkan itu perlu diatur menurut prinsip ‘check and balance’, sehingga hubungan antara satu lembaga dengan lembaga lain dapat saling mengimbangi dalam kesetaraan dan kesederajatan.

Yang menjadi masalah kita kemudian adalah mengenai keberadaan lembaga MPR yang selama ini diakui sebagai wadah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang berdaulat atau pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara Republik Indonesia, sesuai prinsip demokrasi ataupun ajaran kedaulatan rakyat. Selama ini diakui bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin Montesquieu tentang ‘trias politica’ ataupun prinsip ‘separation of power’. Dari uraian-uraian Soepomo dalam sidang-sidang BPUPKI, kita medapat keyakinan mengenai soal ini. Karena itu, doktrin yang dianggap berlaku dalam sistematika UUD 1945 adalah pembagian kekuasaan secara vertikal dari MPR yang merupakan penjelamaan seluruh rakyat kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah MPR yang meliputi Presiden, DPR, MA, BPK, dan DPA.

Namun, jika sekarang setelah diadakan Perubahan Pertama UUD 1945, kita mencantumkan secara tegas pasal-pasal yang mengatur terjadinya pemisahan kekuasaan secara tegas antara fungsi-fungsi eksekutif, legislatif dan judikatif yang dilengkapi pula oleh mekanisme ‘check and balance’ yang benar-benar seimbang antara satu sama lain, dapat timbul persoalan mengenai eksistensi MPR itu sendiri. Jika misalnya sistem parlemen kita telah direstrukturisasikan menjadi bikameral, teridiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Utusan Daerah, sudah tentu tidak ada masalah dengan penghapusan lembaga MPR. Kalau MPR masih akan dipertahankan, keberadaannya cukup sebagai ‘forum’ saja, bukan lagi institusi yang tersendiri. Tetapi, jika keberadaannya sebagai lembaga masih akan diteruskan, ataupun misalnya, ide restrukturisasi parlemen menjadi bikameral tidak segera mendapat persetujuan, maka kita terpaksa harus merumuskan dasar-dasar teoritis dan konseptual yang kokoh, sehingga keberadaan lembaga MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat itu dapat berjalan seiring dengan upaya kita melakukan reformasi terhadap sistem kekuasaan kehakiman.

Selama keberadaan lembaga MPR masih dipertahankan, kita tidak mungkin mengaitkan konsep pertanggungjawaban Mahkamah Agung, misalnya, kepada DPR. Kita juga tidak dapat memberikan wewenang kepada DPR untuk menentukan pengangkatan para hakim agung, karena bukanlah lebih masuk akal jika wewenang menentukan pengangkatan hakim agung itu diberikan kepada lembaga MPR, bukan DPR. Kalaupun pengangkatan hakim agung ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, maka kedudukan Presiden disini haruslah dilihat sebagai Kepala Negara, bukan sebagai Kepala Pemerintahan.

Sebenarnya, lembaga MPR itu merupakan puncak dari sistem kedaulatan rakyat, sedangkan Mahkamah Agung dapat dilihat sebagai puncak pencerminan sistem kedaulatan hukum. Ajaran kedaulatan rakyat mencerminkan prinsip demokrasi (Demos Cratos atau Cratien), sedangkan ajaran kedaulatan hukum berkaitan dengan prinsip nomokrasi (Nomos Cratos atau Cratien) yang istilah yang lebih populer dihubungkan dengan doktrin ‘the Rule of Law’ dan prinsip ‘Rechtsstaat’ (Negara Hukum). Perdebatan teoritis dan filosofis mengenai mana yang lebih utama dari kedua prinsip ajaran kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat ini dalam sejarah terus berlangsung sejak zaman Yunani kuno. Di zaman modern sekarang ini, orang usaha untuk merumuskan jalan tengahnya juga terus terjadi. Misalnya dikatakan bahwa kedua prinsip itu tak ubahnya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya menyatu dalam konsepsi negara hukum yang demokratis ataupun konsepsi negara demokrasi yang berdasar atas hukum.

Namun demikian, dalam praktek, tidaklah mudah untuk mengkompromikan prinsip kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat itu dalam skema kelembagaan yang benar-benar seimbang. Dalam sistem UUD 1945 selama ini, lembaga tertinggi negara justru diwujudkan dalam lembaga MPR yang lebih berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, dapat dipertimbangkan bahwa dalam rangka reformasi kekuasaan kehakiman di masa depan, lembaga Mahkamah Agung itu ditempatkan dalam kedudukan yang sederajat dengan MPR, atau justru lembaga tertinggi MPRnya yang direstrukturisasi menjadi parlemen bikameral seperti yang sudah banyak diusulkan.

2.2. Keanggotaan Mahkamah Agung

Untuk mengatasi agar dunia hakim agung kita dapat berkembang dinamis dengan memperoleh darah segar dari luar lingkungan peradilan, maka sebaiknya RUU yang baru memungkinkan penerapan sistem terbuka untuk pengangkatan hakim dari mereka yang bukan berasal dari hakim karir. Bersamaan dengan itu, memang harus pula diatur agar sistem karir dalam dunia hakim kita juga dapat terjamin dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak mengganggu ‘reward system’ di lingkungan para hakim. Karena itu, dapat ditentukan secara bertahap bahwa apabila keadaan sudah kembali norma nantinya, proporsi hakim agung non-karir, dijatahkan sebanyak 70 persen, sedangkan hakim non-karir tidak boleh lebih dari 30 persen. Akan tetapi, dalam rangka menjamin efektifnya proses reformasi yang sedang berlangsung sekarang ini, maka untuk pengangkatan pertama ini, hakim non-karir itu sebaiknya berjumlah tidak kurang dari 50 persen, sehingga dapat diharapkan tumbuhnya suasana yang benar-benar mencerminkan semangat reformasi dan perbaikan.

Jumlah hakim agung sebaiknya juga tidak terlalu banyak, tetapi cukup untuk menampung kebutuhan pelaksanaan tugas yang kompleks dalam sistem yang dipakai di Indonesia. Kalau sekarang karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan begitu banyak tunggakan perkara, ditetapkan jumlahnya 60 orang, maka hal itu sebaiknya dianggap sebanyak jumlah sementara sampai keadaan menjadi normal, jumlah normatifnya cukup dibatasi sebanyak 45 orang, terdiri atas 14 hakim non-karir, dan sisanya hakim karir. Komposisi hakim agung itu sebaiknya ditentukan menurut bidang-bidang hukum perdata, agama, adat, pidana. Tata usaha negara, ekonomi, hak asasi manusia, pengujian peraturan, ditambah dengan bidang hukum tata negara dalam rangka mengantisipasi sengketa penafsiran konstitusi antar daerah otonomi dan antar lembaga tinggi negara, bidang hukum militer dalam hubungan dengan fungsi pengadilan militer, dan bidang hukum internasional yang makin banyak menuntut keahlian para hakim Indonesia di era globalisasi dewasa ini.

Sesuai dengan sebutannya sebagai ‘Hakim Agung’, maka persyaratan keanggotaan Mahkamah Agung hendaknya benar-benar memenuhi syarat yang ideal tentang kualifikasi hakim yang benar-benar dapat diagungkan. Masa kerja hakim, biasanya ditentukan menurut batasan usia atau menurut sistem periodesasi. Selama ini, karena status hakim adalah pegawai negeri, maka sistem yang dianut adalah berdasarkan batas usia. Untuk menjamin kemandirian hakim, status pegawai negeri dihapuskan, diganti dengan status hakim sebagai pejabat negara menurut sistem periodesasi. Sebetulnya, sebagai pilihan masa kerja hakim itu dapat saja ditentukan untuk seumur hidup. Untuk menghindarkan jangan sampai faktor usia ini bersifat mutlak dengan kemungkinan adanya hakim yang uzur atau pikun dan sebagainya, maka dapat diatur mekanisme pemberhentian hakim agung karena alasan uzur atau tidak sehat ataupun karena diduga melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana yang berat.

Di samping itu, semua syarat yang selama ini untuk menjadi hakim agung dapat terus diberlakukan dan bahkan lebih ditingkatkan lagi kualitasnya. Untuk menjamin kemandirian hakim, seharusnya hakim karir diangkat untuk seumur hidup, bukan sampai berusia 60 seperti PNS eselon 1 ataupun 65 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 70 tahun seperti PNS Guru Besar di Perguruan Tinggi. Tetapi untuk hakim non-karir, yang diangkat dengan maksud untuk memungkinkan adanya penyegaran terus menerus, diusulkan misalnya, dibatasi menurut sistem periodesasi, yaitu untuk waktu 2 kali 5 tahun. Dengan demikian, kita menerapkan sistem campuran antara sistem periodesasi dan sistem batas usia dengan variasai usia seumur hidup bagi hakim karir.

Di samping menyetujui ditiadakannya pembatasan usia maksimum seperti Amerika Serikat, persyaratan kualitatif untuk pengangkatan hakim perlu ditingkatkan dengan diimbangi pengaturan melalui mekanisme ‘impeachment’ hakim. Misalnya, perlu diatur dalam hal seorang hakim agung yang sudah uzur karena dimakan usia, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dari jabatannya sebagai hakim agung Demikian pula apabila terbukti seorang hakim agung melakukan tindak pidana tertentu yang diancam dengan pidana minimum tertentu, harus dimungkinkan pula untuk diberhentikan. Akan tetapi, batas usia itu sebaiknya dihilangkan dari ketentuan mengenai jabatan hakim agung. Dengan demikian, cara kerja hakim tidak akan dibatasi oleh irrasionalitas psikologi pegawai negeri yang menghadapi Masa Persiapan Pensiun (MPP) sebagaimana sering menghinggapi banyak pegawai negeri.

Mengenai batas usia minimum, sekarang ditentukan 50 tahun. Batas minimum 50 tahun ini memang dapat diterima mengingat sistem rekruitmennya bersifat tertutup. Akan tetapi dalam sistem yang terbuka yang banya diusulkan, disetujui agar pembatasan usia minimum 50 tahun itu sebaiknya dikurangi menjadi 45 tahun. Namun, batas usia minimum 45 tahun ini sebaiknya tidak diterapkan untuk hakim karir, melainkan untuk hakim non-karir. Batas maksimum usia seumur hidup, juga tidak digunakan untuk hakim non-karir. Dengan demikian, untuk hakim karir dapat ditentukan persyaratan usia minimum 50 tahun dan diangkat untuk seumur hidup. Sedangkan untuk hakim non-karir, dapat ditentukan minimum 45 tahun dan diangkat paling lama untuk 10 tahun, sehingga dinamika pergantian dan penyegaran dalam tubuh MA dapat terus dipelihara dari waktu ke waktu.

Bagaimanakah Hakim Agung dan begitu pula pimpinan Mahkamah Agung sebaiknya dicalonkan, dipilih, diangkat dan diberhentikan. Menurut pendapat penulis, pencalonan hakim agung sebaiknya tidak diatur seperti sekarang, yaitu diajukan pencalonannya hanya oleh Presiden sebagai Kepala Negara. Karena Mahkamah Agung itu mencerminkan prinsip kedaulatan hukum, pencalonan keanggotaannya jangan diserahkan secara eksklusif hanya kepada satu lembaga, karena hal itu dapat mempengaruhi kemandirian kekuasaan kehakiman. Sebaiknya, pencalonan hakim agung itu dapat diajukan, baik oleh Presiden sebagai Kepala Negara ataupun oleh DPR. Nantinya, apabila Dewan Utusan Daerah telah terbentuk dalam rangka sistem parlemen bikameral, maka lembaga DUD ini juga dapat diberikan hak untuk mengajukan calon anggota Mahkamah Agung. Jika calonnya diajukan oleh Presiden, maka yang menyetujui haruslah DPR atau DUD. Jika yang mengusulkan adalah DUD dan kemudian disetujui pula oleh DPR, maka Presiden tidak berhak untuk tidak mengangkat calon yang sudah disetujui. Dengan demikian, prinsip ‘check and balance’ sehubungan dengan pengangkatan hakim agung itu dapat dipelihara, dan tidak didominasi oleh kekuasaan Presiden.

Jumlah calon yang diajukan tersebut sedikitnya harus berjumlah 2 kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan untuk pengangkatan hakim agung itu, dan jumlah yang dipilih harus pula memenuhi jumlah yang dibutuhkan. Ketentuan demikian ini harus ditegaskan sehingga tidak terjadi kekisruhan di kemudian hari karena permainan kekuasaan dari pihak-pihak yang berwenang. Masalahnya kemudian kemana pencalonan itu diajukan dan dimana pemilihan dilakukan. Menurut ketentuan sekarang, pencalonan itu diajukan untuk memperoleh persetujuan DPR. Dalam praktek selama ini, karena jumlah calonnya tidak lebih dari yang dibutuhkan dan kedudukan DPR tidak memilih tetapi hanya mengkonfirmasi saja, maka pengangkatan hakim agung itu praktis hanya tunduk kepada kemauan Presiden saja. Karena itu, dengan mekanisme yang baru di masa yang akan datang, kedudukan DPR tentu akan lebih kuat untuk menentukan pilihan untuk pengangkatan hakim agung itu.

Setelah hakim agung tersebut dipilih, maka pengesahan-nya dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden yang bersifat penetapan administratif (‘beschikking’) saja. Dengan demikian kedudukan hakim agung itu benar-benar tinggi dan terhormat, sehingga tidak sembarangan orang dapat diangkat menjadi hakim agung. Apabila seseorang sudah diangkat maka untuk hakim karir, ia harus mengabdi seumur hidup, dan untuk hakim non-karir, ia harus mengabdi dengan sebaik-baiknya sedikitnya 10 tahun. Batasan 10 tahun ini juga dapat dinilai cukup adil terhadap hakim karir yang ditetapkan menjadi hakim untuk seumur hidup, karena hakim kairir itu telah meniti jenjang profesi hakim dari bawah selama masa pengabdiannya. Sedangkan hakim non-karir, jenjang profesinya semula bukanlah di bidang profesi hakim, karena itu masa 10 tahun itu sudah dapat dianggap cukup baginya untuk mengabdi sebagai Hakim Agung.

Mengenai pemberhentian hakim agung, pengesahannya dapat dilakukan dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara. Oleh karena itu, pemberhentiannya juga sebaiknya disahkan dengan Keputusan Presiden selaku Kepala Negara tanpa harus harus didahului oleh persidangan MPR. Jika terdapat jabatan Hakim Agung yang kosong (lowong) dengan sendiri, proses pencalonan oleh Presiden atau DPR kembali seperti mekansime semula, dan dipilih kembali dalam Sidang MPR untuk menentukan calon yang akan diangkat oleh Presiden.

3. Pembahasan

Salah satu kewenangan penting yang perlu dimiliki oleh Mahkamah Agung yang akan datang adalah kewenangan menguji semua bentuk dan tingkatan peraturan perundang-undangan di bawah UUD. Mahkamah Agung berwenang untuk menilai apakah suatu produk peraturan perundang-undangan bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD sebagai hukum dasar yang tertinggi. Karena UUD 1945 sekarang menganut prinsip pemisahan kekuasaan, meskipun masih juga menganut sistem pembagian kekuasaan karena masih dipertahankannya lembaga MPR, maka alasan untuk menolak kewenangan Mahkamah Agung melakukan pengujian UU terhadap UUD tidak ada lagi.

Pengujian peraturan perundang-undangan itu pertama-tama dapat dilakukan oleh kekuasaan peradilan dalam proses persidangan di semua tingkatan. Sesuai asas kebebasan hakim, maka dalam rangka memutuskan suatu perkara, hakim dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan mulai dari UU ke bawah. Namun, di samping itu, kekuasaan kehakiman juga dapat melakukan persidangan yang bersidang khusus untuk menguji suatu peraturan perundang-undangan yang diajukan oleh seseorang ataupun suatu lembaga, baik lembaga masyarakat ataupun lembaga negara/pemerintahan yang merasa dirugikan dengan berlakunya peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, pengusaha ataupun partai politik dapat mengajukan permohonan pengujian suatu peraturan perundang-undangan kepada Mahkamah Agung ataupun kepada Pengadilan tingkat pertama. Bahkan lembaga-lembaga tinggi negara seperti Presiden, DPR, dan BPK dapat pula mengajukan permohonan kepada MA untuk menguji suatu UU yang telah disahkan oleh DPR, atau suatu UU yang direncanakan untuk dicabut tetapi tidak disetujui oleh DPR atau sebaliknya oleh Presiden.

Dalam rangka menjamin ‘check and balance’ antara Presiden dan DPR, perlu diatur bahwa masing-masing pihak mempunyai hak veto untuk mencegah agar salah satu pihak bertindak sewenang-wenang dalam melaksanakan wewenang legislatif yang dimilikinya. Misalnya, meskipun dalam UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) baru dinyatakan bahwa kekuasaan membentuk UU berada pada DPR, tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 20 dinyatakan bahwa setiap UU membutuhkan pengesahan oleh Presiden. Dengan adanya wewenang mengesahkan UU di tangan Presiden ini, maka dapat dikatakan bahwa Presiden memiliki hak veto untuk mengesahkan atau tidak mengesahkan suatu UU yang telah disetujui oleh DPR, misalnya melalui pemungutan suara yang mengalahkan kepentingan pemerintah dan partai pemerintah. Meskipun belum diatur dalam UUD 1945, tetapi adanya hak veto ini, nantinya sebaiknya diatur pembatasannya lebih tegas, sehingga tidak semua UU dapat diveto oleh Presiden.

Misalnya, dapat ditentukan bahwa apabila suatu UU yang telah mendapat persetujuan DPR tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 2 minggu, maka UU tersebut dapat dibahas kembali oleh DPR. Jika dalam pemungutan suara ulangan ternyata suara pendukung UU itu lebih banyak dari persidangan sebelumnya, maka dapat ditentukan bahwa Presiden diwajibkan oleh hukum untuk mengensahkan RUU tersebut menjadi UU. Kemungkinan kedua adalah, jika RUU tersebut misalnya telah mendapatkan persetujuan anggota DPR dengan suara lebih dari 2/3 jumlah anggota DPR, maka RUU yang telah disetujui DPR itu, demi hukum wajib disahkan oleh Presiden, tanpa perlu dibahas ulang oleh DPR seperti dalam kasus pertama di atas. Ketentuan demikian ini, dapat dinilai logis sebagai konsekwensi diberlakukannya sistem pemisahan kekuasaan dimana kekuasaan membentuk UU secara tegas dipindahkan dari tangan Presiden seperti dalam rumusan lama ke lembaga DPR melalui Perubahan Pertama UUD 1945.

Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas para hakim agung, perlu diatur adanya dua jenis pengawasan, yaitu pengawasan internal dilakukan oleh Badan Pengawas pada Mahkamah Agung. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas ini bersifat internal dan berfungsi sebagai pengawas terhadap pelaksanaan tugas-tugas peradilan di semua tingkatan dan di seluruh wilayah hukum peradilan Republik Indonesia. Sedangkan pengawasan yang bersifat eksternal dilakukan oleh sebuah komisi independen yang dinamakan Komisi Yudisial. Keberadaan lembaga pengawas eksternal ini penting agar proses pengawasan dapat benar-benar bertindak objektif untuk kepentingan pengembangan sistem peradilan yang bersih, efektif dan efisien. Agar Komisi Yudisial ini dapat benar-benar bersifat independen, maka administrasi komisi ini sebaiknya tidak dikaitkan dengan organisasi Mahkamah Agung, tetapi sebaik dengan lembaga DPR. Demikian pula mengenai anggaran Komisi Yudisial sebaiknya tidak dimasukkan dalam satu pos anggaran Mahkamah Agung, tetapi dalam pos anggaran DPR.

Di samping itu, Komisi Yudisial sebaiknya berkedudukan hanya di Jakarta, dan keanggotaannya ditentukan hanya berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas 3 orang mantan hakim agung, 2 orang advokat, 2 orang tokoh masyarakat/tokoh agama, dan 2 orang akademisi. Melihat lingkup wewenangnya, ditambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta luasnya wilayah Indonesia yang memerlukan pengawasan oleh Komisi ini, perlu dipertimbangkan bahwa Komisi Yudisial ini tidak hanya dibentuk di Jakarta untuk mengawasi para Hakim Agung, tetapi juga dibentuk di daerah-daerah tempat kedudukan Pengadilan Tinggi, sehingga Komisi Yudisial ini benar-benar dapat difungsikan sebagai lembaga pengawas eksternal yang efektif terhadap tugas-tugas peradilan di semua tingkatan. Seperti halnya di tingkat pusat, di daerah-daerah keberadaan Komisi Yudisial ini juga dikaitkan dengan DPRD.

Dalam masyarakat, berkembang ide pengawasan oleh masyarakat, dapat dikatakan baik. Akan tetapi, pengawasan oleh masyarakat tersebut sebaiknya dikaitkan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan oleh DPR yang sebagian telah pula dilimpahkan menjadi tugas dan fungsi Komisi Yudisial. Oleh karena itu, segala jenis keluhan dan laporan dari masyarakat berkenaan dengan tindakan Hakim Agung ataupun pejabat peradilan kasasi pada umumnya yang merugikan kepentingan masyarakat, sebaiknya diserahkan atau disampaikan kepada DPR atau kepada Komisi Yudisial, bukan kepada pimpinan Mahkamah Agung ataupun kepada Hakim Agung.

Di samping itu, Hakim Agung juga tidak seharusnya dibebani dengan kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat, dan untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan langsung oleh masyarakat, karena ditetapkannya jaminan hak bagi masyarakat untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan peradilan dan putusan hakim dengan segala sarana yang tersedia. Fungsi pemberian informasi semacam ini sebaiknya cukup ditangani oleh Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung, tanpa perlu melibatkan tanggungjawab Hakim Agung. Demikian pula mengenai hak masyarakat untuk melaporkan mengenai pelanggaran ataupun tindakan-tindakan Hakim Agung ataupun para pejabat di lingkungan Mahkamah Agung yang dianggap merugikan kepentingan masyarakat, tidak perlu dikaitkan dengan Hakim Agung dan Mahkamah Agung, tetapi cukup dikaitkan dengan Komisi Yudisial. Justru dibentuknya Komisi Yudisial itu adalah untuk menangani laporan-laporan dari masyarakat semacam itu.

Oleh karena itu, penulis sendiri belum dapat memberikan penilaian, apakah usul mengenai Peranserta Masyarakat memang perlu dicantumkan dalam UU. Lagi pula, prinsip kebebasan dan kemandirian kekuasaan kehakiman itu sendiri memang sebaiknya dilepaskan dari pengaruh-pengaruh politik dan kekuasaan, baik yang datang dari Pemerintah maupun yang datangnya dari masyarakat sendiri. Kita sendiri dapat menyaksikan betapa kerusuhan-kerusuhan dan unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, dapat berfungsi sebagai kekuatan penekan yang efektif. Tidaklah mustahil bahwa kekuatan-kekuatan penekan itu juga dapat mempengaruhi proses peradilan yang seharusnya bebas dan tidak memihak. Jangan sampai diaturnya mengenai peranserta masyarakat itu justru mempengaruhi upaya mewujudkan kekuasaan kehakiman yang mandiri. Apalagi, sejauh menyangkut proses pengawasan untuk menjamin terjadinya ‘check and balance’ antara kekuasaan eksekutif dan legislatif terhadap kekuasaan judikatif, telah diciptakan mekanismenya dengan memberikan peranan kepada lembaga DPR dan bahkan secara khusus melalui Komisi Yudisial yang diusulkan dikaitkan dengan lembaga DPR-RI, bukan dengan Mahkamah Agung itu sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat pula dipersoalkan mengenai perlunya mengatur agar Mahkamah Agung dapat menyampaikan laporan tahunan kepada MPR. Laporan Tahunan ini disampaikan kepada MPR dan dipublikasi secara terbuka kepada masyarakat luas. Dengan kewajiban memberikan laporan resmi tiap-tiap tahun ini, masyarakat luas akan terus mengikuti perkembangan gerak dan kinerja kekuasaan kehakiman kita, sehingga dapat diharapkan adanya umpan balik yang positif terhadap upaya membangun citra kekuasaan kehakiman yang bersih dan profesional. Kecuali jika nanti lembaga MPR sudah direstrukturisasi, maka dengan mekanisme pelaporan kepada MPR seperti ini, kita dapat mempertegas kedudukan MPR sebagai lembaga yang benar-benar tertinggi.

Sejak lama diimpikan bahwa sistem kekuasaan kehakiman itu dikembangkan menjadi satu atap di bawah Mahkamah Agung. Dengan demikian, pembinaan administrasi badan-badan peradilan yang selama di tangani secara terpisah-pisah di bawah beberapa departemen pemerintahan, dapat direorganisasikan seluruhnya di bawah pembinaan Mahkamah Agung. Akan tetapi, hal ini haruslah dilaksanakan secara bertahap dan berhati-hati. Kita tidak boleh mengeneralisasikan tingkat perkembangan masing-masing cabang peradilan yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah peradilan di tanah air kita. Pengadilan Agama sebagai satu satu jenis peradilan yang diakui dalam sistem hukum nasional, termasuk di antara lembaga peradilan yang memerlukan pengkajian yang bersifat khusus. Di dalamnya terkait faktor kesejarahan yang panjang sebagai benteng sistem hukum dan peradilan kaum pribumi Muslim yang secara langsung berhadapan dengan penajajah Belanda yang memaksakan berlakunya sistem hukum barat yang bersifat sekular.

Di samping itu, bidang hukum yang menjadi kompetensi sistem peradilan agama itu juga bersifat sangat khusus, yaitu berkenaan dengan perkara kekeluargaan yang sangat sensitif dan memerlukan pendekatan yang berbeda dari kebanyakan permasalahan hukum yang timbul dalam masyarakat. Masalah hukum kekeluargaan tidak semata-mata menyangkut persoalan teknis dan rasional, melainkan menyangkut pula soal-soal psikologis serta soal-soal kerahasiaan pribadi dan keluarga yang perlu penanganan dan pengelolaan yang bersifat. Lagi pula, keberadaan lembaga-lembaga peradilan agama itu juga sangat akrab dengan kehidupan keseharian masyarakat luas, termasuk dalam hubungan dengan tokoh-tokoh ulama yang dekat dengan masyarakat. Sistem administrasi dan manajemen pengadilan agama ini tidak boleh dibuat kaku dan dibiarkan terasing dari masyarakatnya.

Bahkan setelah Indonesia, sejarah lembaga pengadilan agama itu terkait erat dengan sejarah Departemen Agama. Pilar utama keberadaan Departemen Agama itu adalah Pengadilan Agama. Jika suatu hari nanti, Departemen Agama dianggap tidak lagi diperlukan keberadaannya dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia, barulah keberadaan Pengadilan Agama dalam lingkungan pembinaan administratif di lingkungan Departemen Agama dapat dipindahkan ke Mahkamah Agung.

4. Penutup

Atas dasar pertimbangan demikian itulah maka diusulkan agar dalam upaya mengembangkan sistem kekuasaan kehakiman yang utuh di bawah Mahkamah Agung, kedudukan Pengadilan Agama untuk sementara waktu tetap dibiarkan dibina di bawah organisasi pemerintah, yaitu di bawah Departemen Agama. Namun, pada saatnya nanti, administrasi pembinaan peradilan agama tidak mungkin terus menerus dipisahkan dari lingkungan kekuasaan kehakiman pada umumnya. Jika pembinaannya terus menerus disendirikan, besar kemungkinan perkembangannya akan mengalami hambatan. Karena itu, memang perlu dilakukan langkah-langkah konkrit, terencana dan sistematis sehingga pada saatnya nanti, administrasi pembinaan peradilan agama juga diintegrasikan ke dalam sistem pembinaan oleh Mahkamah Agung.

Daftar Pustaka

Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional.Jakarta: Rajawali Pers, 1991.

Algra, N.E. et all., Mula Hukum. Bandung: Bina Cipta, 1983.

Atmosudirdjo, S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.

Fachruddin, Irfan,“Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara”; dalam Varia Peradilan Tahun X No. 111, Desember 1994.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.

Muhaimin, Yahya, “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia”; dalam Prisma Nomor 10, Oktober 1980.

Seno Adji, Oemar, Peradilan Bebas Negara Hukum.Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980.

Seno Adji, Indriyanto, “Problema Yurisdiksi Peradilan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang berisi Perbuatan Hukum Perdata”; dalam Varia Peradilan Tahun VII Nomor 81, Juni 1992.

-----------------------, “Mahkamah Agung dan Problema Dualitas Yurisdiksi”; dalam Varia Peradilan Tahun X Nomor 114, Maret 1995.

Subekti, R., Kekuasaan Mahkamah Agung R.I. Bandung: Alumni, 1980.

Thoha, Miftah, Perspektif Perilaku Birokrasi, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Ilmu Administrasi Negara (Jilid II). Jakarta: Rajawali Pers, 1987.

PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MEDIA INTERNET

Oleh : Ikhsan Parinduri

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran fisika melalui media internet. Penulisan makalah ini menggunakan metode library reserarch. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan adanya media internet dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas pengajaran Fisika. Istilah Fisika sulit berubah menjadi sulit tetapi menarik, dengan adanya media animasi fisika. Keterbatasan sarana perpustakaan dan media pembelajaran minimal dapat teratasi.

Kata kunci : fisika dan media internet.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Secara umum, media memiliki peran membuat pendidikan menjadi produktif, ber-daya mampu tinggi, aktual, dan menarik. Secara khusus, media bermanfaat untuk menyederhanakan materi pelajaran yang kompleks, menampakbesarkan yang kecil, menampakkecilkan yang besar, memper-cepat dan memper-lambat proses, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat, menunjukkan beroperasinya suatu proses dan lain sebagainya (Gafur, 2000).

Mengingat pentingnya media dalam sis­tem pengajaran, diharapkan para pengajar (dosen maupun guru) memiliki ketrampilan mengolah media.  Internet merupakan   salah  satu   souvenir   media abad 20, dan juga jendela informasi dunia tanpa batas. Bahkan internet dapat juga disebut per-pustakaan yang tidak berhingga besar cakupannya. Di internetlah diperoleh beragam informasi global mulai dari dunia politik, ekonomi, hiburan, pariwisata, bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sudah banyak universitas maupun sekolah tingkat atas di dunia (terutama negara maju) yang memanfaatkan internet tidak hanya sebagai jen­dela informasi, namun sudah menjadikannya seba­gai media pembelajaran interaktif.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran fisika melalui media internet.

1.3. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan metode library research.

2. Kajian Teoritis

2.1.  Komputer sebagai Media Pembelajaran Fisika

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pendukung keberhasilan proses belajar mengajar (Sunarno, 1998). Komputer termasuk salah satu media pembelajaran. Pengunaan komputer dalam pembelajaran merupakan aplikasi teknologi dalam pendidikan. Pada dasarnya teknologi dapat menunjang proses pencapaian tujuan pendidikan. Namun sementara ini, komputer sebagai produk teknologi khususnya di sekolah-sekolah kurang dimanfaatkan secara optimal, hanya sebatas word processing saja. Kini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjadikan teknologi (komputer) dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan.

Di lapangan, sistem penyajian (materi) melalui komputer dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti: hyperteks, simulasi–demontrasi ataupun tutorial. Tiap-tiap sistem memiliki keistimewaan masing–masing. Sangat menarik jika keunggulan masing–masing sistem tersebut digabungkan ke dalam satu bentuk model yang dapat digunakan dalam pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan lebih berkesan dan bermakna.

Pengajaran fisika berbantuan komputer dapat dibuat lebih menarik lagi dengan menggunakan program adobe flash, Microsoft office excel, photoshop, corelDRAW yang kemudian dipadukan dalam program powerpoint. Program-program ini yang dapat memberi kesan gambar tiga dimensi, warna yang lebih tajam, animasi dan simulasi yang dipadukan dengan teks dan suara. Sehingga gejala-gejala fisis dapat ditampilkan dengan lebih menarik dan berkesan. Penggunaan komputer ini diharap-kan dapat menjadi salah satu alat untuk menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang menarik, inovatif dan merangsang serta menantang rasa ingin tahu siswa yang kemudian dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang dapat terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.

Selain guru dituntut untuk mencerdaskan siswa sebagai manusia yang berwawasan dan intelek, guru juga sebagai tenaga pendidik dituntut agar mampu menggunakan alat dan bahan yang tersedia dan berhubungan dengan kegiatan proses belaja mengejar di sekolah secara profesional, kreatif, dan bertanggung-jawab. Untuk itu dibutuhkan seorang guru yang harus memeiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup utamanya dalam hal media pembelajaran, yang meliputi :

1. Media sebagai alat komunikasi

2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

3. Hubungan antara metode mengajar dan media pembelajaran

4. Manfaat media pembelajaran

5. Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran

Kegunaan utama komputer adalah untuk simulasi, penanganan data, teknologi informasi dan pengolahan kata. Melalui pemrograman, komputer mampu mem-visualisasikan materi-materi pelajaran yang sulit untuk disajikan, terutama mengenai fenomena fisis yang bersifat abstrak, misalnya gerak parabola, penjalaran gelombang, gerak lurus beraturan, gerak melingkar beraturan, arus listrik, medan magnet, medan listrik, peristiwa elektrolisis dan sebagainya.

Dengan bantuan komputer, gejala-gejala fisis yang sulit dapat divisualisasikan ke hadapan siswa. Peran komputer dalam pembelajaran menurut www.geocities.com/wan noormahzira/ kajianpp4. html (2003): 1). Komputer sebagai pakar yang dirujuk (seperti pengajar) dikenal dengan istilah ‘Komperu’; 2). Komputer sebagai pembimbing/tutor; 3). Komputer sebagai penyimpan data akademik (Administrator); 4). Komputer sebagai penyelia dan pemeriksa.

Menurut Heinich. et al. (1996) aplikasi komputer sebagai alat bantu proses belajar memberikan beberapa keuntungan, diantaranya : kemampuan dalam memberikan feedback yang segera. Hal ini, memungkinkan siswa untuk dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing dalam memahami pengetahuan dan informasi yang disajikan. Adanya keleluasaan memilih urutan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan lainnya adalah mampu menghemat waktu dan biaya. Contohnya adalah program komputer simulasi untuk melakukan percobaan/eksperimen pada bidang studi sains dan teknologi. Penggunaan program simulasi dapat mengurangi biaya bahan dan peralatan percobaan. Selain dapat merekam hasil belajar (record keeping), memeriksa dan memberikan skor hasil belajar secara otomatis, juga mampu memberikan preskripsi atau saran siswa untuk melakukan kegiatan belajar tertentu. Kelebihan komputer dalam mengintegrasikan komponen warna, musik dan animasi grafik (graphic animation) menyebabkan komputer mampu menyampaikan informasi dan pengetahuan dengan tingkat realisme yang tinggi.

2.2. Internet sebagai Media Pendidikan

Internet berawal dari institusi pendidikan dan penelitian di Amerika Serikat. Penggunaan Internet untuk kepentingan bisnis baru dilakukan semenjak tahun 1995, belum genap enam (6) tahun yang lalu. Di luar negeri, Internet ini sering diasosiasi-kan dengan perguruan tinggi, sementara di Indonesia, Internet lebih diasosiasikan dengan bisnis (ISP, e-commerce) dan entertainment.

Dunia pendidikan adalah dunia proses belajar. Secara tradisional kita biasa berpikir, komponen dasar dunia pendidikan terdiri dari: siswa, narasumber (fasilitator–guru), dan sumber belajar. Kita sering mengabaikan peran dan pengaruh masyarakat lain, seperti: para pejabat non keguruan, orangtua siswa yang tergabung dalam komite pendidikan dan lingkungan dunia usaha, terhadap pendidikan. Kita juga kurang mendayagunakan kemajuan teknologi untuk kemajuan pendidikan. Yang kita anggap harus terlibat dalam proses belajar, selama ini, hanyalah siswa saja. Kita lupa bahwa para pendidik, guru, dan masyarakat luas mestinya tidak berhenti terlibat dalam proses belajar. Mereka juga harus tetap belajar. Sekali kelompok ini berhenti (belajar), maka ia akan berdampak kepada stagnancy, terhentinya, atau setidaknya melambatnya kemajuan pendidikan di Indonesia.

Pemanfaatan Internet, dalam dunia pendidikan, dapat digunakan pihak siswa dan guru :

·Akses ke sumber informasi. Sebelum adanya Internet, masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan (di seluruh dunia) adalah akses kepada sumber informasi. Perpustakaan yang konvensional merupakan sumber informasi yang sayangnya tidak murah. Buku-buku dan journal harus dibeli dengan harga mahal. Pengelolaan yang baik juga tidak mudah. Sehingga akibatnya banyak tempat di berbagai lokasi di dunia (termasuk di dunia Barat) yang tidak memiliki perpustakaan yang lengkap. Adanya Internet memungkinkan mengakses kepada sumber informasi yang mulai tersedia banyak. Dengan kata lain, masalah akses semestinya bukan menjadi masalah lagi. Internet dapat dianggap sebagai sumber informasi yang sangat besar. Bidang apa pun yang anda minati, pasti ada informasi di Internet. Contoh-contoh sumber informasi yang tersedia secara online antara lain :

-Library

-Online Journal

-Online courses. MIT mulai membuka semua materi kuliahnya di Internet.

Di Indonesia, masalah kelangkaan sumber informasi konvensional (perpustakaan) lebih berat dibanding dengan tempat lain. Adanya Internet merupakan salah satu solusi pamungkas untuk mengatasi masalah ini.

·Pemakaian internet untuk kepentingan administrasi dan manajemen pendidikan, di tiap sekolah, dan secara nasional. Manajemen data pendidikan bisa dilakukan secara berangkai, terhubung dalam satu sistem komunikasi dua arah, mulai dari kantor Departemen Pendidikan, dinas propinsi, kabupaten kota, sampai ke masing-masing sekolah, dan sebaliknya. Dengan begitu, administrasi pendidikan yang mencakup lalulintas informasi pendidikan bisa dilaksanakan dengan mudah, lancar, cepat, dan lebih murah.

·Akses ke pakar. Internet menghilangkan batas ruang dan waktu sehingga memungkinan seorang siswa berkomunikasi dengan pakar di tempat lain. Seorang siswa di Makassar dapat berkonsultasi dengan dosen di Bandung atau bahkan di Palo Alto, Amerika Serikat.

3. Pembahasan

3.1.  Pembelajaran Fisika Melalui Media Internet

Wilardjo (2002) menyatakan fisika ialah bagian dari sains, khususnya sains dasar, sains murni. Bidang garapannya ialah alam nirnyawa (uninnanimate world). Sebagai sains dasar yang ingin mengetahui hakikat segala sesuatu tentang alam nirnyawa, fisika memakai kepanggahan dakhil, artinya di dalam keseluruhan pernyataan itu tidak terdapat kontradiksi satu sama lain. Dengan kata lain, fisika harus logis. Tapi yang logis belum tentu benar secara faktual. Itulah sebabnya, pernyataan-pernyataan itu harus pula sesuai dengan kenyataan yang diacunya. Selaras dengan kedua patokan itu, fisika ditakdiskan dengan menghadapmukakan pernyataan atau ramalan teoretisnya dengan fakta yang dapat diamati di laboratorium dan atau di alam raya. Karena itu, ramalan yang terkandung dalam simpulan yang ditarik secara deduktif dari asas-asas semesta yang ditemukan dalam teori fisika harus terujikan.

Dalam pembelajaran fisika memiliki segi teoretis dan segi eksperimental (Parangtopo, 1999). Ketepatan pemilihan kedua segi fisika ini dalam pembelajaran fisikaberguna dalam memanfaatkaan media internet. Melalui media internet diharap-kan siswa akan mengalami proses belajar yang bermakna, bukan sekedar belajar menghafal. Siswa juga diharapkan belajar dengan pendekatan konstruktivistik, yakni siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya setelah terjadi tawar-menawar intelektual antara pengetahuan awalnya (preconception) dengan pengetahuan yang lebih unggul yang ditawarkan lewat media internet (Redish, 1999).

Pembelajaranfisika dengan media internet sangat mendukung pendekatan konstruktivisme, yang menitikberatkan guru sebagai fasilitator (Suparno, 1997).Tujuan utama pembelajaran fisika dengan media internet adalah :

1.Membuat suasana pembelajaran menjadi menarik bahkan mungkin interaktif.

2. Memungkinkan guru untuk membuat whiteboard interaktif dengan mengakses materi ajar fisika dan ditayangkan melalui proyektor.

3.   Membuat contoh-contoh nyata fisika (fisika kehidupan sehari-hari).

4.Diharapkan semakin banyak siswa gemar dan menekuni lebih jauh tentang fisika.

Pembelajaran fisika dengan media internet ini dapat dilaksanakan baik secara klasikal,  kelompok maupun individual.  Pembelajaran secara klasikal akan menuntut guru dalam pemilihan materi ajar fisika sehingga dalam pelaksanaan proses pembelajarannya efektif, efesien dan menarik. Panduan sederhana dalam pencarian materi ajar ini dimulai ketikasearching dengan mesin Google (www.google.com), Yahoo! (www. yahoo.com), Infoseek (www.infoseek.com), atau altavista (www.altavista.com), atau mesin pencari lainnya dengan kata kunci ‘physics k-12’ atau ‘tutorial physics k-12’ pada halaman internet (Explorer Internet atau Nestcape Navigator). Dalam beberapa saat akan muncul beberapa halaman tentang kata yang terkait dengan kata kunci.

Selanjutnya dipilih salah satu halaman tersebut dan memulai menjelajah lebih jauh ke halaman tersebut (gambar 5 dan 6). Jika sesuai dengan materi ajar yang diinginkan maka simpan dalam bentuk file (download file). Hasil-hasil ini diolah menjadi bahan ajar yang siap untuk ditayangkan dengan komputer dan atau proyektor dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas atau di laboratorium.

Pada pembelajaran kelompok atau individual dilakukan dengan memberikan tugas (task) pada siswa dengan metode webquest kemudian dipresentasikan atau didemonstrasikan atau dipraktikkan. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara melakukan searching. Searching dapat dilakukan dengan cara-cara :

1.   Mengetikkan alamat/urlpada address bar

2.   Melalui bookmark/favorites yang disediakan browser

3.   Melalui channels yang ada pada browser

4. Melalui direktori mesin pencari(cara hirarkis)

5.   Mengetikkan pada search box pada search engine

Purbo (2001) memberikan cara yangefektif dan sederhana dalam melakukan searching yakni :

• Menggunakan search engine di Internet.

• Menggunakankeyword yang benar.

Jika kedua hal tersebut dilakukan dengan baik dan benar maka akan diperoleh ilmu dan pengetahuan yang baik. Ada banyak sekali search engine di internet. Search engine hanyalah memuat daftar alamat situs (berbentuk Universal Resource Locator – URL) dan subjek yang dibawa situs tersebut saja. Search engine umumnya tidak membawa informasi itu sendiri. Beberapa search engine misalnya:www.yahoo.com., www.infoseek.com, dan untuk mencari hal-hal yang berkaitan untuk pendidikan anak- anak dan remaja dapat digunakanwww.yaholigans.com

Salah satu kemajuan teknologi informasi berbasis komputer adalah kemampuannya memberikan informasi luas, mendalam dan beranekaragam dari berbagai kalangan dan sumber terpercaya serta para pakar handal di bidangnya masing- masing hanya dengan meng “klik” tombol pada keyboardkomputer tersebut dan kita akan terhubung dengan “jaringan jalan raya informasi (information super-highway)”.

Jaringan jalan raya informasi tersebut menghubungkan berbagai komputer di seluruh dunia yang disebut “Internet”. Internet adalah sebuah istilah yang digunakan untuk meng-gambarkan jaringan antar jaringan-jaringan pada berbagai tingkat yang berfungsi seperti sistem jalan raya untuk informasi olahan komputer yang merupakan jaringan dari ribuan jaringan komputer di seluruh dunia” (Raddick Randy dan Elliot King, 1996).

Protokol utama atau perangkat peraturan yang digunakan pada Internet dinamakan Transmission Control Protocol/ Internet Protocol (TCP/IP). Bagian IP protokol ini adalah alamat bagi setiap komputer yang terhubung secara fisik pada internet. Tiap-tiap komputer memiliki alamatnya sendiri. Bagian IP protokol memeriksa identitas pengirim dan tujuan atau alamatinformasi.

Alamat IP setiap komputer yang ada di internet tersebut unik yang digambarkan dalam bentuk empat seri angka yang dipisahkan oleh tanda titik (dot), contoh 192.46.101. 87. Alamat ini memungkinkan komputer manapun yang berada di Internet dapat menemukan komputer lainnya sehingga mereka dapat berkomunikasi (Ned Snell, 1997).

Disamping menggunakan angka, alamat Internet dapat dituliskan dalam kata-kata yang biasa disebut sebagai alamat e-mail. Alamat e-mail dapat menjadi alamat pribadi seseorang di Internet. Suatu alamat e-mail seseorang terdiri atas tiga bagian, a) sebuah user name, b) simbol “at” (@)) dan c) sebuah nama domain, contoh : resna_sukardi @ yahoo.com (dibaca resna underscore sukardiat yahoo dot com). Username (nama pengguna) adalah resna_sukardi, @ menyatakan simbol dan yahoo.com adalah nama domain yang mengidentifikasikan jenis komputer yang menjembatani pengguna ke internet. Pada contoh ini yahoo.com adalah nama domain dari komputer penyedia layanan akses pengguna, yakni “resna_sukardi”.

Nama-nama domain selalu tetap untuk suatu sistem, sebagai cara pengidentifikasian komputer. Kata yang paling kanan dalam suatu domain menyatakan jenis institusi atau nama negara tempat suatu komputer berada dan disebut sebagai domain aras tertinggi. Di Amerika Serikat domain-domain aras tertinggi untuk komputer-komputer mempergunakan singkatan yang terdiri atas tiga huruf yang menentukan jenis institusi (Ned Snell,  1997).

Beberapa domain aras tertinggi yang dapat dijumpai pada internet antara lain; dot com (.com) yang menyatakan alamat suatu perusahaan komersial atau bisnis, dot edu (.edu) menyata-kan istitusi pendidikan, dot gov (.gov) menyatakan suatu kantor, departemen atau agen pemerintahan non militer, dot org (.org) suatu isntitusi yang tak termasuk dalam salah satu dari kategori yang sudah ada, dan biasanya berupa institusi nirlaba.

Alamat-alamat internet tersebut secara awam dapat juga dinamai dengan situs (web) dandapat diakses oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja diseluruh dunia tanpa terikat oleh ruang dan waktu untuk memperoleh berbagai informasi. Kenyataan ini menyebabkan timbulnya arus informasi global yang begitu cepat yang menyatukan dunia tanpa adanya batas-batas wilayah regional asalkan saja mereka memiliki alatnya yakni sebuah komputer yang terhubung dengan perangkat lunak modem dan fasilitas “jaringan untuk mengakses internet”.

Berdasarkan uraian di atas Hakikat Internet adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan saling hubungan antar jaringan-jaringan komputer yang disebut sebagai “antar-jaringan besar” yang terorganisasi longgar menghubungkan antara universitas-universitas, institusi-institusi riset, pemerintah, bisnis-bisnis serta organisasi lainnya sehingga mereka dapat saling tukar-menukar pesan serta saling berbagi informasidan dapat diakses oleh para pengguna di seluruh dunia dengan menggunakan sebuah komputer(Ned Snell, 1997).

Salah satu alamat institusi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan dapat dijumpai di internet sertadiperbolehkan untuk diakses oleh pengguna tanpa harus mendaftarkan diri untuk masuk (login) terlebih dahulu adalah situs e-dukasi.net.

Untuk dapat mengakses situs ini terlebih dahulu pengguna harus masuk atau meng”klik” icon bola dunia kecil dengan tulisan Internet pada layar monitor, kemudian masuk ke google dan ketik e-dukasi.net, maka secara otomatis kita akan terhubung dengan layanan jaringan e-dukasi.net.

Situs e-dukasi.net memiliki berbagai keperluan pem-belajaran seluruh mata pelajaran mulai tingkat sekolah dasar (SD), SMP dan SMA. Situs ini menyajikan bahan ajar, bank soal, uji kompetensi dan berbagai animasi pembelajaran yang menarik dan dengan mudah dapat di akses oleh para pengguna dalam hal ini guru. Oleh karena itu situs ini dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa dan guru.

Selain situs e-dukasi.net ada juga situs invirr.com yang dapat diakses oleh pengguna tanpa harus mendaftar sebagai pengguna (user) terlebih dahulu. Dalam situs ini dapat dijumpai latihan soal berupa uji kompetensi untuk mata pelajaran yang di UN kan ataupun yang diujikan sebagai ujian sekolah (UAS). Pengguna dapat melatih dirinya secara on-line dan seketika dapat melihat nilai atau skor mereka setelah melakukan uji kompetensi.

Untuk mata pelajaran fisika, penulis mengunakan situs e-dukasi.netsebagai salah satu media pembelajaran dalam proses pembelajaran terstruktur di kelas, dan sebagai salah satu sumber belajar bagi tugas mandiri untuk siswa. Penulis secara berkala memberikan tugas mandiri untuk berlatih mengerjakan uji kompetensi secara berkelompok pada siswa. Dalam uji kompetensi ini siswa dapat menguji diri sendiri seberapa kompeten mereka terhadap konsep-konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip fisika yang telah diperolehnya baik di kelas maupun dari buku paket fisika.

Sedangkan untuk memahami konsep-konsep fisika secara mandiri secara berulang-ulang tanpa terikat oleh jam pelajaran yang terbatas di kelas penulis menugaskan siswa untuk membuka “animasi” untuk pokok bahasan yang memang dimiliki dan dijumpai pada situs tersebut.

Jadi secara singkat penggunaan Internet oleh penulis dalam karya tulis ini adalah sebagai media pembelajaran dalam proses pembelajaran di kelas, dan sebagai sumber belajar dan ajang uji kompetensi bagi siswa baik di kelas dalam tugas terstruktur, ataupun di rumah, atau dimana saja yang dapat digunakannya untuk mengakses internet dalam tugas mandiri pada “model belajar mandiri terstruktur”.

3.2. Website Fisika di Internet

Mesin pencari Google menampilkan jumlah di atas 1870000 halaman (homepage) yang terkait dengan kata kunci 'Physics'

14262232211958325289
14262232211958325289

Gambar 1.

Website Fisika hasil pencarian melalui www. google.com.

Besarnya jumlah hala­man ini tidak akan berguna jika para pengajar Fisika dan siswa tidak memanfaatkannya [1]. Halaman-halaman tersebut berisikan sangat beragam mulai dari (home page) Fisika bidang zat padat materi yang dinginkan maka simpan dalam bentuk file (download file). Hasil ini diolah menjadi bahan ajar yang siap untuk ditayangkan dengan proyektor di depan kelas informasi tentang universitas (terutama informasi ten-tang physics departement), homepage pribadi seorang fisikawan (disertai beberapa publikasi hasil penelitiannya), sampai ke tutorial fisika yang disertai dengan beberapa contoh penyelesaian soal, simulasi dan animasi fisika.

Jika proses pembelajaran dirasa tidak menarik, siswa sangat sulit memahami, dan pada sisi yang lain siswa membutuhkan pengetahuan serta percobaan riil, maka saatnya untuk mencari dan memilih halaman-halaman tersebut sebagai alternatif bahan (materi) ajar. Komputer grafik (animasi) sangatlah bermanfaat untuk mengilustrasikan sesuatu yang tidak da-pat diamat secara langsung, misalnya gerak partikel dalam gas atau gerak gelombang elektromagnetik. Di beberapa negara maju siswa di bawah usia 16 tahun.

14262233382031483630
14262233382031483630

Gambar 2.

Contoh tampilan salah satu halaman

1426223390585962998
1426223390585962998

Gambar 3.

Tampilan salah satu website tutorial Fisika

Contoh website Fisika diambil dari http://library. thinkquest.org. Tampilan halaman (homepage) dapat dilihat pada Gambar 3. Dari halaman inilah dimulai penjelajahan tutorial Fisika.

Banyak sekali untuk mendukung kemudahan dalam memahami, pada suatu homepage tertentu disedi-akan fasilitas animasi. Dengan animasi inilah tutorial fisika menjadi menarik dan sekaligus dapat mudah dimengerti konsep atau pun contoh riilnya. Pada bagian ini akan diberikan beberapa contoh animasi-animasi fisika hasil dalam menjelajahi website Fisika tertentu.

4. Penutup

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal :

a.  Dengan adanya media internet dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas pengajaran Fisika.

b.  Istilah Fisika sulit berubah menjadi sulit tetapi menarik, dengan adanya media animasi fisika.

c.Keterbatasan sarana perpustakaan dan media pembelajaran minimal dapat teratasi.

Daftar Pustaka

Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Edisi 1, Cetakan Ke-5. Jakarta: PT Grafindo Persada. Jakarta.

Astuti, Dwi. 2006. Teknik Membuat Animasi Professional Menggunakan Macromedia Flash 8. Yogyakarta: ANDI Offset.

Clinch J. dan K. Richards, 2002. How can the Inter­net be used to enhance the teaching of physics ?, Physics Education IOP Publishing Ltd.

Gafur, A. 2000. Seminar Pekerti 2000, UNY, Yogyakarta.

Hananto, W. 2001. Modul Pelatihan Internet untuk Mahasiswa FMIPA UAD, Program Studi Ilmu Komputer FMIPA UAD.

Ishaq. 2001. Pembuatan Bahan Ajar Fisika SMU Unit Dinamika Gerak Lurus Dengan Bahasa Pemprograman Turbo Pascal. Skripsi. UNM. Makassar.

Tim Peneliti dan Pengembang Wahana Komputer. 2004. Pembuatan Animasi Dengan Macromedia Flash Professional 8. Jakarta: Salemba Infotek.

PERBEDAAN WAKTU PUPUS TALI PUSAT PADA

BAYI BARU LAHIR DENGAN METODE PERAWATAN KASA STERIL DAN KASA ALKOHOL 70%

DI KLINIK YANTITAHUN 2014

Oleh : Dahlia Purba

Abstrak

Perawatan tali pusat pada bayi masih beragam dalam penggunaan bahan. Penggunaan kasa yang dibasahi dengan alkohol dianggap metode yang paling efektif sehingga mempercepat pelepasan tali pusat. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70%. Waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode Kasa Steril rata-rata cepat dengan waktu 3,9 hari  atau 4 hari dan dengan metode Kasa Alkohol 70% rata-rata lambat dengan  9,7 hari atau 10 hari. Dan perbedaan waktu dengan nilai signifikansi 3,3 % < 10%, maka terdapat hubungan signifikansi yaitu ada perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70%.

Kata kunci : Waktu pupus tali pusat, Metode perawatan kasa steril dan kasa Alkohol 70%

Pendahuluan

Hidup sehat dimulai sejak bayi karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang menentukan kualitas otak pada masa dewasa. Terciptanya bayi yang sehat, maka dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur kesehatan. Perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi. Tali pusat dirawat dalam keadaan bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak yang positif, yaitu tali pusat akan pupus pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami penyakit tetanus neonatorum dan dapat mengakibatkan kematian (Ronald, 2011).

Tali pusat merupakan bagian yang sangat penting pada bayi baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih 2 menit akan segera dipotong tali pusatnya kira-kira 2-3 cm yang hanya tinggal pada pangkal pusat dan sisa potongan inilah yang sering mengalami infeksi. Pada ujung tali pusat akan mengeluarkan nanah dan sekitar tali pusat akan memerah (Kabila, 2014).

Upaya untuk mencegah infeksi tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang paling penting adalah tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun sebelum merawat tali pusat. Salah satu cara yang disarankan WHO dalam merawat tali pusat adalah dengan menggunakan pembalut kasa bersih yang sering diganti (Sodikin, 2012).

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menurunkan angka kesakitan (morbilitas) dan angkat kematian (mortalitas). Dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan (Depkes RI, 2010).

Menurut WHO (World Health Organization) dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, 48% di antaranya adalah kematian neonatal. Sekitar 60% di antaranya merupakan kematian bayi berumur kurang dari 7 hari serta kematian bayi berumur lebih dari 7 hari akibat gangguan perinatal. Sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh infeksi seperti tetanus neonatorum, sepsis, meningitis (Muslihatun, 2010).

Kematian bayi terjadi sebesar 75% pada masa perinatal. Kematian neonatal kelompok  umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi, yaitu sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, dan diare). Proporsi kematian karena tetanus neonatorum yaitu 9,5% (Ronal, 2011)

Infeksi sering terjadi pada bayi baru lahir normal adalah melalui tali pusat. Tali pusat dalam istilah medis disebut umbilical cord. Ini merupakan saluran kehidupan bagi janin  selama di dalam kandungan. Semasa dalam rahim, tali pusat inilah yang menyalurkan oksigen dam makanan dari plasenta ke janin yang didalamnya. Begitu janin dilahirkan maka saluran ini harus dipotong dan dijepit atau diikat. Infeksi dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat yang tidak menggunakan alat-alat steril dan pada saat penyembuhan tali pusat. Tali pusat bayi baru lahir biasanya terdapat pada abdomennya dengan beberapa tipe penjepitan atau pengikat tali pusat. Segera setelah lahir pembuluh umbilikus masih dapat menyebabkan perdarahan yang fatal bila penjepit atau pengikatnya kendur. Kadang-kadang bakteri memasuki tali pusat sebelum terjadi penyembuhan hal inilah yang dapat menyebabkan infeksi pada tali pusat (Mitayani, 2010).

Perawatan tali pusat pada bayi masih beragam dalam penggunaan bahan. Penggunakan kasa alkohol dan ada yang menggunakan kasa steril. Penggunaan kasa yang dibasahi dengan alkohol dan melilitkannya pada tali pusat dianggap metode yang paling efektif untuk membunuh kuman disekitar tali pusat sehingga mempercepat pelepasan tali pusat. Perawatan tali pusat menggunakan kasa alkohol yang digunakan untuk melilitkan pada tali pusat akan merusak flora normal disekitar tali pusat karena yang tertinggal pada saat alkohol dililitkan pada tali pusat hanya air sehingga keadaan tali pusat yang sudah lembab bila dililitkan kasa yang dibasahi alkohol menjadi lebih lembab yang dapat memperlambat pelepasan tali pusat (Redjeki dan Husin, 2012).

Perawatan pada bayi baru lahir yang sering diajarkan oleh petugas kesehatan pada ibu sebelum pulang salah satunya adalah perawatan tali pusat. Pada minggu-minggu pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan tali pusat dari pangkal sampai ujungnya. Perawatan pada bayi baru lahir memerlukan kehati-hatian, perhatian dan kecermatan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesakitan atau keadaan yang lebih buruk akibat intervensi keperawatan. Perawatan tali pusat yang tidak baik mengakibatkan tali pusat menjadi lama lepas. Resiko bila tali pusat lama lepas adalah terjadinya infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Adapun tanda-tandanya antara lain suhu tubuh bayi panas, bayi tidak mau minum, tali pusat bengkak, merah dan berbau. Sehingga perawatan tali pusat perlu diperhatikan (Utami dan Sulastri, 2010).

Hasil  survei awal yang peneliti lakukan pada bulan April 2014 melalui wawancara dengan Kak Rio Wati Br Situmorang AM. Keb sebagai salah satu petugas kesehatan yang bekerja di Klinik Yanti mengatakan bahwa di Klinik Yanti dalam melakukan perawatan tali pusat masih menggunakan alkohol 70% sampai tali pusat pupus dan biasanya waktu pupusnya antara 7 sampai 14 hari.

Penelitian di atas menunjukkan bahwa pemilihan metode dalam perawatan tali pusat sangat menentukan waktu pupus tali pusat. Waktu pupus tali pusat bisa cepat, normal ataupun lambat. Hal ini juga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan Waktu Pupus Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Dengan Metode Perawatan Kasa Steril dan Kasa Alkohol 70% di Klinik Yanti Tahun 2014”.

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan bagaimana perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan Kasa Steril Dan Kasa Alkohol 70% di Klinik Yanti?

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparasi yang  bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70% .

Populasi dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir pada bulan 11 Januari – 24 Januari tahun 2014 di Klinik Yanti, yaitu sebanyak 20  bayi baru lahir. Sampel ditetapakan secara total sampel  yang dibagi ke dalam dua kelompok  yaitu 10 bayi diberi perlakuaan dengan perawatan tali pusat dengan metode kasa steril dan 10 bayi perawatan tali pusat  dengan metode  kasa alkohol 70%. Instrumen penelitiannya dengan menggunakan form observasi. Analisis bivariat dengan menggunakan independent sample t-test

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Analisa Univariat Hasil penelitian perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70% di Klinik Yanti Tahun 2014 dapat dilihat sebagai berikut

Tabel 1.  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Metode Perawatan Kasa Steril Dan Kasa Alkohol 70%

No

Variabel

N

%

1

Metode perawatan

a.Kasa steril

10

50

b.Kasa alkohol

10

50

Total

20

100

2

Waktu pupus tali pusat


  1. Cepat

8

40


  1. Normal

3

15


  1. Lambat

9

45

Total

20

100

Berdasarkan tabel 1 di atas berdasarkan metode perawatan mayoritas perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70% masing – masing sebanyak 10 bayi (50%). Berdasarkan waktu pupus tali pusat mayoritas lambat sebanyak 9 bayi (45%) minoritas waktu pupus tali pusat normal sebanyak 3 bayi (15%) dan waktu pupus tali pusat cepat sebanyak 8 bayi (40%).

Tabel 2. Waktu Pupus Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir dengan Metode Perawatan Kasa Steril di Klinik Yanti Tahun 2014

Waktu pupus tali pusat

N

(%)

Mean

Cepat

8

80

3,90

Normal

2

20

Lambat

0

0

Total

10

100

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden dengan metode kasa steril dengan waktu pupus tali pusat cepat sebanyak 8 orang (80%) minoritas normal sebanyak 2 orang (20%).

Berdasarkan hasil Uji Independent Sample t-test waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan Kasa Steril di Klinik Yanti Tahun 2014 rata-rata 3,90 hari atau 4 hari.

Tabel 3.  Waktu Pupus Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir dengan Metode Perawatan Kasa Alkohol 70% di Klinik Yanti Tahun 2014

Waktu pupus tali pusat

N

(%)

Mean

Cepat

0

0

9,70

Normal

1

10

Lambat

9

90

Total

10

100

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden dengan metode kasa steril dengan waktu pupus tali pusat lambat sebanyak  9 orang (90%) minoritas normal sebanyak 1 orang (10%).

Berdasarkan hasil Uji Independent Sample t-test waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan Kasa Steril di Klinik Yanti Tahun 2014 rata-rata 9,70 hari atau 10 hari.

Analisa Bivariat

Tabel 4.  Perbedaan Waktu Pupus Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir dengan Metode Perawatan Kasa Steril dan Kasa Alkohol 70%

Metode

Total

F

Xhitung

Xketentuan

N

%

Kasa steril

10

100

5,322

0,033

10

Kasa Alkohol 70%

10

100

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa dari 20 bayi dengan signifikan 0,033 atau 3,3%. Jika nilai signifikansi < 10% maka hubungan signifikansi. Nilai signifikansi 3,3% < 10%, maka disimpulkan ada perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70% di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Tahun 2014.

Pembahasan

Perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa steril didapatkan waktu pupus tali pusat cepat 80% dan  normal sebesar 20% dengan rata-rata waktu pupus selama 3,90 hari atau selama 4 hari.

Hal ini disebabkan penggunaan kasa steril pada tali pusat dianggap metode yang paling efektif karena membuat keadaan di sekitar tali pusat menjadi kering sehingga mempercepat pelepasan tali pusat. Penggunaan kasa steril yang dililitan secara longgar pada tali pusat membuat keadaan tali pusat yang semula lembab akan kering lebih cepat karena udara bisa masuk melalui kasa sehingga tali pusat lebih cepat dan mudah lepas.

Perawatan tali pusat dengan dengan metode kasa steril didapatkan waktu pupus tali pusat lambat sebesar 90% dan normal  sebesar 10% dengaan rata-rata waktu pupus selama 9,70 hari atau 10 ha. Penggunaan kasa alkohol 70% yang dililitkan pada tali pusat dapat merusak flora normal disekitar tali pusat karena keadaan tali pusat yang sudah lembab bila dililitkan kasa yang dibasahi alkohol 70% menjadi lebih lembab yang dapat memperlambat pelepasan tali pusat. Tali pusat yang lembab akan lebih lama kering karena udara yang masuk melalui kasa alkohol sedikit sehingga tali pusat lebih lama lepas.

Hasil uji statistik  Independent Sample Test Nilai F hitung perawatan tali pusat dengan kasa steril dan kasa alkohol 70% dengan Equal variances assumed sebesar 5,322 dengan signifikasi = 0,033 atau 3,3% < 10%  yang artinya  ada perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70%.

Hal tersebut disebabkan bahwa adanya kenyataan bahwa infeksi masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada neonatus. Pelepasan tali pusat dimulai dengan timbulnya peradangan tali pusat dan kulit perut yaitu timbulnya infiltrasi leukosit. Selama proses pelepasan normal, terkumpul material mukoid yang kusam diperbatasan tersebut, tampak tali pusat menjadi lembab, agak kaku dan berbau, dan beberapa hari kemudian akan terlepas meninggalkan luka kecil dengan granulasi yang telah sembuh. Penggunaan kasa steril yang dililitan secara longgar pada tali pusat membuat keadaan tali pusat yang semula lembab, kaku dan berbau akan kering lebih cepat karena udara bisa masuk melalui kasa sehingga tali pusat lebih mudah lepas. Sedangkan penggunaan kasa alkohol yang dililitkan pada tali pusat membuat keadaan tali pusat yang semula lembab, kaku dan berbau akan lebih lama kering karena udara yang masuk melalui kasa alkohol sedikit sehingga tali pusat lebih lama lepas (Utami dan Sulastri, 2010).

Kesimpulan

Waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan Kasa Steril di Klinik Yanti Tahun 2014 rata-rata cepat dengan waktu 3,90 hari atau 4 hari.Waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan Kasa alkohol 70 % di Klinik Yanti Tahun 2014 rata-rata lambat dengan  9,70 hari atau 10 hari.

Ada perbedaan waktu pupus tali pusat pada bayi baru lahir dengan metode perawatan kasa steril dan kasa alkohol 70% di Klinik Yanti.

Daftar Pustaka

Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan  Ketiga  belas, Penerbit Rineka Cipta Jakarta.

Aprilia, 2013, Jurnal Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Tali Pusat Pada Baru Lahir,http://gambaranpengetahuan lepastalipusat/2012, Diakses 8 Aprill 2014.

Hasselquist, 2006. Tata Laksana Ibu dan Bayi Pasca Kelahiran, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta.

Kabila, 2014. Keajaiban Darah Tali Pusar Dan Plasenta, Cetakan Genius Publisher, Yogyakarta.

Maulana, 2009. Seluk Beluk Merawat Bayi Dan Balita, Penerbit garai Ilmu, Yoyakarta.

Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Cetakan Ketiga, PT. Rhinneka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2013. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Mitayani, 2010. Mengenal Bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaannya, Baduose Media, Padang.

Muslihatun, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita, Fitramaya, Yogyakarta.

Peny, 2008. Kehamilan, Melahirkan & Bayi, Panduan Lengkap, Penerbit Arcan Jakarta.

Redjeki dan Husin, 2012. Perbedaan Lama Pupus Tali Pusat Dalam Hal Perawatan Tali Pusat Antara Penggunaan Kasa Steril Dengan Kasa Alkohol 70% di BPS HJ. Maria Olfah Tahun 2012,http://perbedaanlamalepastalipusat/2012, Diakses 8 Aprill 2014.

Ronal, 2011. Pedoman & Perawatan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas, CV Nuangsa Aulia, 2011.

Sodikin, 2012. Buku Saku Perawatan Tali Pusat, EGC, Jakarta

Suyoto, 2011. Praktik SPSS Untuk Kasus, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta.

Utami dan Sulastri, 2010. Perbedaan Lama Lepas Tali Pusat Perawatan Dengan Menggunakan Kasa Steril Dibandingkan Kasa Alkohol di Desa Bowan Kecamatan Delanggu,http://perbedaanlamalepastalipusat.co.id/2011, Diakses 8 Aprill 2014.

Wyeth, 2007, Golden Kids Caring Your Baby, Wyeth Indonesia, Jakarta.

PENGGUNAAN MEDIA INTERNET DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Oleh : Arazisokhi Wau

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan internet dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Metode penulisan menggunakan metode library research. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menyentuh aspek afektif dan psikomotor dalam Pendidikan Kewarga-negaraan maka diperlukan adanya suatu sumber pembelajaran yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran yang menuntut keaktifan dari peserta didik, salah satunya melalui pelajaran yang yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran. Sasaran akhir dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalamnya tidak hanya berorientasi pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberikan bekal bagi para peserta didik dalam menghadapi kehidupannya.

Kata kunci : media internet, pembelajaran dan pendidikan kewarganegaraan

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, media memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Kegiatan be-lajar mengajar bahkan telah bergeser ke arah berkurangnya sistem penyampaian materi dengan ceramah, dan berpindah ke arah digunakannya media. Bahkan di negara maju, media dikhawatir-kan akan menggeser peran guru di kelas. Secara umum, media memiliki peran membuat pendidikan menjadi produktif, berdaya mampu tinggi, aktual, dan menarik. Secara khusus, media bermanfaat untuk menyederhanakan materi pelajaran yang kompleks, menampakbesarkan yang kecil, menampakkecilkan yang besar, mempercepat dan memperlambat proses, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat, menunjukkan beroperasinya suatu proses dan lain sebagainya (Gafur, 2000).

Mengingat pentingnya media dalam sis­tem pengajaran, diharapkan para pengajar memiliki ketrampilan mengolah media. Internet merupakan salah satu souvenir media abad 20, dan juga jendela informasi dunia tanpa batas. Bahkan internet dapat juga disebut perpustakaan yang tidak berhingga besar cakupannya. Di internetlah diperoleh beragam informasi global mulai dari dunia politik, ekonomi, hiburan, pari-wisata, bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sudah banyak universitas maupun sekolah tingkat atas di dunia (terutama negara maju) yang memanfaatkan internet tidak hanya sebagai jen­dela informasi, namun sudah menjadikannya seba­gai media pembelajaran interaktif kunjungi misalnya.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan internet dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

2. Uraian Teoritis

2.1. Pendidikan Kewarganegaraan

Berbagai ahli dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan seperti Cogan (1994), Winataputra (2002), Kerr (1999), Patrick (2002) dan Somantri (2002) memberikan pendapat tentang pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (civic education), pendapat mereka pada prinsipnya sama, dimana Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran atau mata kuliah yang bertujuan untuk mempersiapkan warganegara agar mampu berpartisipasi secara efektif, demokratis dan bertanggung jawab.

Disamping itu ada ahli seperti Cogan (1994) mengata-kan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian citizenship education diartikan lebih luas. Artinya Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya sebagai suatu mata pelajaran, tapi mencakup berbagai pengalaman belajar yang membantu pembentukan totalitas warganegara agar mampu berpartisipasi secara efektif dan bertanggung jawab baik yang terjadi di sekolah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun media massa.

Dalam hal ini, Cogan (1994 : 4) memberikan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) sebagai “…the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives”.

Sedangkan Citizenship Education or Education for Citizenship diartikan sebagai “…both these in school experiences as well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to shape the totality of the citizen”.

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa Civic Education merupakan suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pem-bentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara.

Sejalan dengan Cogan, Winataputra (2007 : 70) mengarti-kan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai citizenship education, dimana menurut beliau bahwa Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia. Dalam kaitan ini Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memiliki lima status, yaitu :

a.   Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah.

b.   Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.

c.   Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru.

d.   Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program.

e.   Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Dalam status pertama Cogan (Budimansyah, Winataputra, 2007 : 10) mengartikan civic education sebagai “ … the kinds of course work taking place within the context of the formalized schooling structure.” Dengan kata lain bahwa pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran dalam struktur formal di sekolah. Sejalan dengan itu Kerr (1999:2) mengatakan bahwa : Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as

citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process.

Dalam hal ini Kerr menekankan bahwa dalam penyiapan generasi muda sebagai warganegara muda yang bertanggung jawab perlu peran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya dalam pengajaran di sekolah. Pendapat lain mengatakan bahwa : “Civic Education, property defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the sosial studies programand assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, It confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context”. (Jack Allen,1960, dalam Somantri, 2001: 263).

Disamping itu UNDP (2004 : 5) mengartikan civic education sebagai : learning for effective participation in democratic and development processes at both local and national levels, dengan intinya the values and principles of transparency, participation, responsiveness, accountability, empowerment and equity meliputi generally understood to comprise three elements civic disposition, civic knowledge and civic skills.

Dengan kata lain bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai pembelajaran untuk partisipasi efektif dalam demokrasi baik di tingkat lokal maupun nasional yang intinya adalah nilai-nilai dan prinsip keterbukaan, partisipasi, responsif, tanggung jawab, kekuasaan, dan keadilan meliputi aspek kognitif (pengatahuan kewarganegaraan), afektif (watak-watak kewarganegaraan) dan konatif berupa keterampilan-keterampilan kewarganegaraan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan, tetapi Pendidian Kewarganegaraan mempunyai fungsi penting, yaitu menghadapkan remaja, dan peserta didik pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.

2.2. Kompetensi PKn

Margaret S. Branson (1999:8) mengidentifikasikan tiga komponen penting dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu “civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan civic disposition (watak-watak kewarganegaraan)”. Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai yang seharusnya diketahui oleh warga negara” (Branson 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembang-kan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral.

Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak azasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintahan dan non pemerintahan, identitas nasional pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Kedua, civic skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampian berpartisipasi (participation skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik misalnya, merancang dialog dengan DPRD.

Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.

Ketiga, watak-watak kewarganegaraan (civic disposition), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhati-kan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran PKn ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif.

Untuk mencapai ketiga kompetensi tersebut diperlukan pembelajaran PKn yang efektif, sehingga kompetensi-kompetensi tersebut bisa dicapai. Dan untuk bisa menciptakan suasana pembelajaran PKn yang efektif, diperlukan sosok guru yang efektif pula. Sukadi (2006;11) berpendapat bahwa guru efektif adalah “guru yang mampu mendayagunakan (empowering) segala potensi yang ada dalam dirinya dan diluar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.3. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran PKn

PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai program kurikuler di persekolahan, PKn memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (lampiran peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 22 tahun 2006).

Nu’man Somantri (2001:166), memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut: “Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.

Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tahun 2006, Depdiknas (2006:2), menyatakan bahwa fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut: “Sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizenship), cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia yang merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945”.

Berdasarkan fungsi di atas, dapat dikemukakan bahwa mata pelajaran PKn harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta didik, yaitu dengan cara sekolah membantu peserta didik mengembangkan pemahaman baik materi maupun keterampilan intelektual dan partisipatori dalam kegiatan sekolah yang berupa intra dan ekstrakurikuler. Dengan pembelajaran yang bermakna, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan dan menerap-kan keterampilan intelektual dan partisipatoris.

Disamping itu, peserta didik akan memperoleh keuntungan dan kesempatan dari pembelajaran yang bermakna untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (politics) dan penyelenggaraan organisasi yang baik (good governance) pada tingkat kelas dan sekolah mereka sendiri, berpartisipasi dalam simulasi kegiatan keparlemenan (misalnya, prosedur dengar pendapat dan judicial di lembaga legislatif), mengamati cara kerja di instansi pemerintahan, belajar bagaimana anggota pemerintah-an dan organisasi non-pemerintahan berusaha mempengaruhi kebijaksanaan umum dan atau negara, dan bertemu dengan pejabat-pejabat publik.

Keterampilan intelektual dalam mata pelajaran PKn tidak dapat terpisahkan dari materi kewarganegaraan sebab untuk dapat berpikir secara kritis tentang suatu isu, seseorang selain harus mempunyai pemahaman yang baik tentang isu, latar belakang, dan hal-hal kontemporer yang relevan juga harus memiliki perangkat berpikir intelektual. Perangkat berpikir intelektual tersebut meliputi kemampuan untuk menilai posisi, membangun (to construct), dan memberikan justifikasi posisi pada suatu isu.

Keterampilan dan kemampuan berpartisipasi dalam proses politik juga diperlukan bagi peserta didik. Hal itu meliputi kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan keputusan melalui kerjasama dengan orang lain dengan cara mengetahui tokoh kunci pembuat kebijaksanaan dan keputusan, membangun koalisi, bernegosiasi, mencari konsensus, serta mengendalikan konflik.

2.4. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.

Pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannnya, apabila kata pengajaran hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya dalam konteks guru dan siswa di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri oleh guru secara fisik didalam kata pembelajaran ditekankan kepada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar (Arif Sadiman, 1990:7).

Dipihak lain ada yang berpandangan bahwa kata pembelajaran dan pengajaran pada hakekatnya sama, yaitu suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagi guru sebagai dampak pembelajaran berupa hasil yang dapat diukur sebagai data hasil belajar siswa dan berupa masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa sebagai dampak pengiring berupa terapan pengetahuan atau kemampuan dibidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi.

Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak kelas lanjutan (remedial dan pengayaan), sedangkan yang kedua pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses meliputi:

a.   Persiapan, dimulai dari merecanakan program pengajaran tahunan semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya, antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat evaluasi lainnya. Persiapan pembelajaran ini juga harus mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

b.   Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, secara filosofi kerja dan komitmen guru, persepsi dan sikapnya terhadap siswa.

c.   Menindak lanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk pengayaan (enrichment), dan dapat pula diberi layanan yaitu remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

3. Pembahasan

Internet adalah jaringan komputer yang saling terhubungi ke seluruh dunia tanpa mengenal batas teritorial, hukum dan budaya. Secara fisik dianalogikan sebagai jaring laba-laba (The Web) yang menyelimuti bola dunia dan terdiri dari titik-titik (node) yang saling berhubungan. Node bisa berupa komputer, jaringan lokal atau peralatan komunikasi, sedangkan garis penghubung antara simpul disebut sebagai tulang punggung (backbone) yaitu media komunikasi terestrial (kabel, serat optik, maupun satelit).

Walaupun secara fisik internet adalah interkoneksi antar jaringan komputer namu secara umum internet harus dipandang sebagai sumber daya informasi. Isi internet adalah informasi atau perpustakaan multimedia yang sangat lengkap. Bahkan internet dipandang sebagai dunia dalam bentuk lain (maya) karena hampir seluruh aspek kehidupan didunia nyata ada di internet seperti hiburan, olah raga, bisnis, politik, dan lain sebagainya.

Sejalan dengan perkembangan internet telah banyak aktifitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learninng, dan lainnya. Salah satu aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah e-Learninng. e-Learning adalah wujud penerapan teknologi informasi dibidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. e-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transpormasi proses belajar.

Banyak pakar pendidikan memberikan definisi mengenai e-Learning seperti yang dipaparkan oleh Thomson, Ganxglass, dan Simon (dalam Siahaan, 2004), bahwa e-Learning merupakan suatu pengalaman belajar yang disampaikan melalui tekhnologi elektronika. Secara utuh e-Learning (pembelajaran elektronik) dapat didefinisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar (peserta didik) dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, atau berkolaborasi (secara langsung/synchronous dan secara tidak langsung/asynchronous). Kegiatan e-learning termasuk dalam model pembelajaran individual.

Menurut Siahaan (2004) e-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar mengajar pada pendidikan konvensional, karena peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampai-kan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan, atau mencemoohkan pernyataan sebagai persyaratan kegiatan belajar mengajar elektronik (e-learning), yaitu :

a.   Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (misalnya penggunaan internet).

b.   Tersedianya dukungan dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik, misalnya CD-ROOM, atau bahan cetak.

c.   Tersedianya layanan tutor yang dapat membantu peserta didik apabila mengalami kesulitan.

Ada tipe tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan pendapa yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya perencanaan leadership yang terarah dan memper-timbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadaptasi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa.

Ada tiga komponen dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan   e-learning. Pertama, kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah pedagogis yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran. Kedua, penguasaan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar up to date dan berkualitas.

Ketiga, adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Beberapa langkah yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning/digital class room adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pemgaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media. Dengan mencermati perkembangan teknologi informasi dalam dunia pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu disiapkan serta pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program e-learning di sekolah bukanlah suatu khayalan belaka bahkan sesegera mungkin untuk diwujudkan. Peran guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemanfaatan internet di sekolah.

Untuk dapat mewujudkan peserta didik yang sesui dengan fungsi Pendidikan Nasional khususnya dalam Pendidikan Kewarganegaraan, maka dalam mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang harus mampu menciptakan suasana belajar yang menarik dan menantang sehingga dapat memancing peserta didik untuk dapat berfikir secara kreatif dan dapat berfikir secara kritis. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran atau media pembelajaran yang tidak hanya menukik pada aspek koognitinya saja., tetapi juga harus melibatkan aspek-aspek lain seperti psikomorotik dan afektif.

Selama ini mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya tertuju pada aspek kognitifnya saja sehingga terkesan bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai alat indoktrinasi dan target pembelajarannya menitik beratkan pada pembelajaran yang bersifat hafalan dan hanya terbatas pada penguatan materi saja sehingga peserta didik merasa jenuh dan bosan. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor sering diabaikan. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menyentuh aspek afektif dan psikomotor dalam Pendidikan Kewarganegaraan maka diperlu-kan adanya suatu sumber pembelajaran yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran yang menuntut keaktifan dari peserta didik, salah satunya melalui pelajaran yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran. Sasaran akhir dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalamnya tidak hanya berorientasi pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberikan bekal bagi para peserta didik dalam menghadapi kehidupannya.

Melalui internet peserta didik tidak hanya menerima informasi pengetahuan dari guru saja tetapi juga dilibatkan dalam proses mencari dan menganalisis berbagai sumber informasi yang diperolehnya. Dengan demikian diharapkan fakta dari Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan, menjadi pelajaran yang menatik dan menantang kreatifitas peserta didik.

Sedangkan fungsi internet bagi pendidikan. Sebelum adanya internet, dunia pendidikan berkembang lambat dan hampir stagnan. Pertukaran informasi antara satu institusi pendidikan dengan yang lainnya membutuhkan waktu yang lama dan terkadang ketika informasi tersebut sampai, sudah kadaluarsa. Ditinjau dari fungsinya, internet bagi dunia pendidikan berperan sebagai :

a.   Akses ke sumber informasi. Perpustakaan konvensional yang merupakan satu-satunya sumber informasi dalam dunia pendidikan memang memberikan kontribusi besar bagi dunia pendidikan terutama di sekolah dan tempat perkuliahan, akan tetapi, semua itu memerlukan biaya yang tidak sedikit, pembelian jurnal dan buku-buku baru serta artikel-artikel penunjang, menjadikan perpustakaan konvensional terkadang kesulitan untuk berkembang. Dengan masuknya dunia internet dalam dunia pendidikan, kesemua itu dengan mudah dapat teratasi dengan membuat sebuah perpustakaan digital. Akses ke sumber informasi menjadi tak terbatas dan biaya penyediaan jurnal serta buku-buku terbaru bisa sedikit dikurangi. Ruang yang dipakai tidak terlampau memakan tempat serta perawatan yang cukup mudah.

b.   Akses langsung ke pakar. Melalui koneksi internet, seorang siswa atau siswa tidak mempunyai batasan untuk bisa berkomunikasi secara langsung dengan pakar tertentu tanpa harus menemuinya. Misal seorang siswa di kalimantan, dapat berkomunikasi atau berkonsultasi secara langsung dengan pakar teknologi di jakarta tanpa harus mendatangi Jakarta.

c.   Media kerja sama. Kolaborasi dan hubungan kerjasama antara pihak-pihak pengelola institusi pendidikan terkait dapat terjalin dengan lebih mudah, murah, efisien dan cepat.

Manfaat internet dalam dunia pendidikan sangat besar pengaruhnya, selain yang disebutkan diatas internet juga dapat mempermudah siswa untuk mencari informasi, menambah pengetahuan tentang negara luar dan ilmu/pengetahuan di bidangnya. Bisa juga sewaktu-waktu guru menugaskan siswa mengirim tugasnya melalui email.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengajar memilih internet untuk kegiatan pembelajaran, antara lain :

a.   Analisis Kebutuhan (Need Analysis)

Apabila analisis ini telah dilaksanakan dan jawabannya adalah membutuhkan e-learning, maka tahap berikutnya adalah membuat studi kelayakan (Soekartawi, 1995), yang komponen penilaiannya adalah:

1)   Apakah secara teknis dilaksanakan. Misalnya apakah jaringan internet bisa dipasang, apakah infrastrukturnya tersedia.

2)   Apakah secara ekonomis menguntungkan. Misalnya apakah dengan e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan.

3)   Apakah secara sosial penggunaan e-learning tersebut diterima oleh masyarakat.

b.   Tahap Pengembangan

Pengembangan e-learning bisa dilakukan dengan mengikuti perkembangan fasilitas ICT yang tersedia, karena kadang-kadang fasilitas ICT tidak dilengkapi dalam waktu yang bersamaan. Begitu pula halnya prototype bahan ajar dan rancangan instruksional yang akan dipergunakan terus dikembangkan dan dievaluasi secara continue.

c.   Pelaksanaan

Prototype yang lengkap bisa dipindahkan ke computer (LAN) dengan menggunakan format tertentu misalnya format HTML. Uji terhadap prototype hendaknya terus menerus dilakukan. Dalam tahap ini sering kali ditemukan berbagai hambatan, misalnya begaimana menggunakan management course tool secara baik, apakah bahan ajarannya memenuhi standar bahan ajar mandiri (Jatmiko,1997).

4. Penutup

Selama ini mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya tertuju pada aspek kognitifnya saja sehingga terkesan bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai alat indoktrinasi dan target pembelajarannya menitik beratkan pada pembelajaran yang bersifat hafalan dan hanya terbatas pada penguatan materi saja sehingga peserta didik merasa jenuh dan bosan. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor sering diabaikan. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menyentuh aspek afektif dan psikomotor dalam Pendidikan Kewarganegaraan maka diperlu-kan adanya suatu sumber pembelajaran yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran yang menuntut keaktifan dari peserta didik, salah satunya melalui pelajaran yang yang memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran. Sasaran akhir dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalamnya tidak hanya berorientasi pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberikan bekal bagi para peserta didik dalam menghadapi kehidupannya.

Melalui internet peserta didik tidak hanya menerima informasi pengetahuan dari guru saja tetapi juga dilibatkan dalam proses mencari dan menganalisis berbagai sumber informasi yang diperolehnya. Dengan demikian diharapkan fakta dari Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan, menjadi pelajaran yang menatik dan menantang kreatifitas peserta didik.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Edisi 1, Cetakan Ke-5. Jakarta: PT Grafindo Persada. Jakarta.

Astuti, Dwi. 2006. Teknik Membuat Animasi Professional Mengguna-kan Macromedia Flash 8. Yogyakarta: ANDI Offset.

Clinch J. dan K. Richards, 2002. How can the Inter­net be used to enhance the teaching of physics ?, Physics Education IOP Publishing Ltd.

Darmansyah. 2007. Menciptakan Pembelajaran Menyenangkan Melalui Optimalisasi Jeda Strategis dengan Karikatur Humor dalam Belajar Matematika. [online]. Tesedia: http://jurnalskripsi.com/download/http://www.infodiknas.com/quantum-learning/

Gafur, A. 2000. Seminar Pekerti 2000, UNY, Yo-gyakarta.

Hananto, W. 2001. Modul Pelatihan Internet untuk Mahasiswa FMIPA UAD, Program Studi Ilmu Komputer FMIPA UAD.

Ishaq. 2001. Pembuatan Bahan Ajar Fisika SMU Unit Dinamika Gerak Lurus Dengan Bahasa Pemprograman Turbo Pascal. Skripsi. UNM. Makassar.

Purwanto. 2004. Psikologi pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda karya.

Tim Peneliti dan Pengembang Wahana Komputer. 2004. Pembuatan Animasi Dengan Macromedia Flash Professional 8. Jakarta: Salemba Infotek.

PENINGKATAN AKSESABILITAS MATAKULIAH MATEMATIKA DISKRIT MELALU

PEMBERDAYAAN E-LEARNING

Oleh  :  Nuriadi Manurung

Abstrak

Pembelajaran non-konvensional merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh Dosen sebagai bagian asset terpenting perguruan tinggi. Hal ini untuk mendukung salah satu pilar pendidikan yang ditegakkan Ditjen Dikti yang dikenal dengan 5 K yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas dan Relevansi, Kesetaraan dan Kepastian.

Model pembelajaran non konvensional mata kuliah Matematika ini didisain dengan model kombinasi (hybrid). Media yang digunakan pada model pembelajaran ini adalah e-learning sebagai sistem pembelajaran termasuk delivery konten yang disiapkan seperti teks digital, video tutorial, yang disesuaikan dengan kebutuhan substansi pokok bahasan pembelajaran. Artinya meskipun model yang diterapkan adalah hybrid tetapi delivery konten secara keseluruhan menggunakan e-learning, sehingga perekaman aktivitas pengajaran dapat diselenggara-kan dengan baik.

Untuk evaluasi pembelajaran secara keseluruhan baik yang tatap muka maupun tanpa tatap muka, juga memberdayakan kapasitas yang dimiliki e-learning, termasuk penjadualan, pengunduhan materi tugas, penjadualan upload tugas yang dihasilkan oleh peserta pembelajaran, serta rekapitulasi asesmen terhadap peserta pembelajaran.

Kata kunci : e-learning, matematika, diskrit

1. Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Pembelajaran non-konvensional merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh Dosen sebagai bagian asset terpenting perguruan tinggi. Hal ini untuk mendukung salah satu pilar pendidikan yang ditegakkan Ditjen Dikti yang dikenal dengan 5 K, yakni: Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas dan Relevansi, Kesetaraan dan Kepastian. Hal ini tentunya sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tabun 2012 tentang Pembelajaran Jarak Jauh yang mengedepankan pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi didalam implementasinya.

E-learning merupakan proses pembelajaran yang me-manfaatkan teknologi informasi dalam hal ini memanfaatkan media online seperti internet sebagai metode penyampaian, interaksi dan fasilitasi. Di dalamnya terdapat dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan. Selain itu juga tersedia rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh tiap mahasiswa, dan terdapat sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar mahasiswa. Penerapan e-learning di Indonesia semakin pesat, baik untuk bidang keilmuan yang umum ataupun untuk keilmuan yang khusus yang terdapat pada dunia perguruan tinggi. Dan dengan seiring perkembangan yang terjadi, e-learning bukan saja terbatas sebagai media untuk berbagi sumber atau bahan pengajaran, tetapi juga media untuk berbagi tugas, baik tugas individual maupun tugas kelompok. Pemberian tugas yang dikerjakan dengan cara membentuk kelompok yang selama ini dilakukan dengan cara konvensional pun sekarang dapat diwadahi dalam media e-learning. Akan tetapi, selama ini penilaian yang dilakukan untuk tugas yang diselesaikan diberikan sama rata untuk setiap anggota kelompok yang sama. Padahal, dalam prosesnya masing-masing anggota kelompok memberikan peran yang berbeda dan kontribusi yang tidak sama besarnya dengan anggota lainnya dalam kelompok.

Pengembangan e-learning sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran konvensional serta menyiapkan media untuk menciptakan lingkungan belajar yang fleksibel, mudah untuk diakses dari mana dan kapan saja. Pemanfaatan e-Learning di Politeknik Santo Thomas diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dengan fokus pengembangan      e-Learning untuk mendukung program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).

1.2. Tujuan

1.Mendukung program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang mengedepankan pemberdayaan teknologi dan informasi

2.Memberi solusi masalah pendidikan karena kendala akses informasi dan komunikasi.

3.Pemerataan kesempatan belajar.

4.Peningkatan mutu pendidikan.

5.Peningkatan mutu sumber daya manusia.

1.3. Manfaat

1.Mempermudah mahasiswa untuk mengakses ilmu pengetahuan secara tepat dan tepat dimana saja dan kapan saja

2.Mempermudah dosen untuk memberikan informasi/memberi pengajaran kepada mahasiswa tanpa dibatasi ruang dan waktu.

3.Meningkatkan       mutu pendidikan dan pengajaran di politeknik Santo Thomas

2. Landasan Teori

2.1. E-Learning

Electronic Learning biasa disingkat dengan E-learning, yang berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Dalam pelaksanaannya e-learning meng-gunakan jasa audio, video atau perangkat computer atau kombinasi dari ketiganya. Dengan kata lain e-learning adalah pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, video tape, transmisi satelit atau komputer.

Banyak hal yang mendorong mengapa e-learning menjadi pilihan untuk peningkatan mutu pendidikan antara lain pesatnya fasilitas teknologi informasi dan perkembangan pengguna internet di dunia saat ini berkembang dengan cepat. Penggunaan internet menjadi suatu kebutuhan dalam mendukung pekerjaan atau tugas sehari hari. Apalagi dengan tersedianya fasilitas jaringan (internet infrastructure) dan koneksi internet (internet connections) serta tersedianya piranti lunak pembelajaran (management course tools). Juga orang yang terampil mengoperasikan atau menggunakan internet semakin meningkat jumlahnya (Soekartawi, 2002)

2.2. Matematika

Matematika memiliki beberapa bidang yaitu : besaran, ruang, perubahan, struktur, dasar dan filsafat, matematika diskrit dan matematika terapan. https://id.wikipedia.org/wiki/Matematika

2.3. Matematika Diskrit

Matematika Diskrit merupakan salah satu cabang matematika yang mengkaji objek objek diskrit. Matematika diskrit merupakan mata kuliah yang fundamental dalam bidang ilmu komputer. Matematika diskrit yang disajikan dalam jurnal ini adalah yang digunakan pada tingkat diploma manajemen informatika. Materi kuliah matematika diskrit yang disampaikan hanya logika, himpunan, matriks, relasi, fungsi, permutasi / kombinasi, dan teori graf. Masih banyak materi yang termasuk kedalam matematika diskrit seperti aljabar boolean, Algoritma dan bilangan bulat, induksi matematika, Barisan dan deret, teori grup dan ring, dan lain sebagainya dimana materi ini dapat juga kita jumpai pada  materi matakuliah yang lain. Peta konsep matematika diskrit dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Pokok bahasan yang disampaikan dengan pembelajaran non konvensional (e-learning) adalah : Logika, Himpunan, dan Matriks yang dibagi berdasarkan 6 pertemuan.

2.4. Logika

Ilmu Logika sangat dibutuhkan dalam ilmu komputer khusus dimanajemen informatika dalam penerapan misalnya dalam analisis kebenaran algoritma, pemrograman, argumen vailid atau invalid dan sebagainya. Logika akan dibahas mulai dari proposisi, tabel kebenaran, dan operasi logika.

2.4.1. Proposisi

Proposisi adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false) tetapi tidak dapat sekaligus keduanya. Nilai kebenarannya adalah kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat tersebut. Proposisi secara simbolik biasanya dilambang-kan dengan huruf kecil seperti p,q,r,... Untuk mengkombinasikan proposisi dapat digunakan operator logika yang hasilnya adalah proposisi majemuk. Proposisi majemuk antara lain: konjungsi (conjunction), Disjungsi (Disjunction), Ingkaran (negation)

2.4.2. Tabel kebenaran

Untuk menentukan nilai kebenaran proposisi majemuk salah satu cara yang praktis adalah dengan menggunakan tabel kebenaran. Tabel kebenaran menampilkan hubungan antara nilai kebenaran dari proposisi atomik. Tabel 1.1 menunjukkan tabel kebenaran konjungsi, disjungsi,dan ingkaran dengan T = True (benar), dan F = False (salah).

p

q

pΛq

pνq

~ p

T

T

T

T

F

T

F

F

T

F

F

T

F

T

T

F

F

F

F

T

2.4.3. Operasi Logika

Operasi Logika dalam bidang komputer adalah peng-gunaan operasi boolean dimana tipe data yang digunakan hanya mempunyai dua bush konstanta yang bernilai benar (true) dan salah (false). Penggunaan tipe data boolean digunakan untuk tipe data yang digunakan dalam bahasa pemrograman seperti bahasa pascal, fotran dan sebagainya. Operasi logika yang bertipe data boolean sering digunakan untuk ekspresi logika dengan menggunakan operator AND, OR, NOT, XOR.

2.5. Himpunan

2.5.1 Teori Himpunan

Defenisi himpunan banyak berdasarkan dari beberapa literatur namun dalam bahan ini yang digunakan adalah menurut [Liu85] “kumpulan objek yang berbeda,” Himpunan digunakan untuk mengelompokkan objek bersama–sama misalnya : Mahasiswa Politeknik Santo Thomas Medan, Hewan yang dipelihara dan lain sebagainya. Dari defenisi himpunan, himpunan adalah kumpulan elemen yang berbeda. Namun pada  beberapa situasi, adakalanya elemen himpunan tidak seluruhnya berbeda, misalnya himpunan nama­nama mahasiswa di sebuah kelas. Nama-nama mahasiswa di dalam sebuah kelas mungkin ada yang sama, karena itu ada perulangan elemen yang sama di dalam himpunan tersebut. Himpunan yang elemennya boleh berulang (tidak harus berbeda) disebut himpunan ganda (multiset). Contohnya, {a,a,a,b,b,c}, {2,2,2}, {2,3,4},{} adalah himpunan ganda. Multiplisitas dari suatu elemen pada  himpunan ganda adalah jumlah kemunculan elemen tersebut di dalam himpunan ganda. Sebagai contoh: Jika M={0,1,01,1,0,001,0001,00001,0,0,1}, maka multiplisitas elemen 0 adalah 4.

Penyajian Himpunan meliputi: Enumerasi, Simbol Baku, Notasi Pembentuk Himpunan (set builder), Diagram venn.

2.5.2. Jenis- Jenis Himpunan

Jenis jenis himpunan meliputi Himpunan Bagian (subset), Kardinalitas, Himpunan Kosong, Himpunan yang sama, Himpunan Saling Lepas, Himpunan Kuasa

2.5.3. Operasi Himpunan

Operasi himpunan dapat dilakukan melalui cara: Gabungan (Union), Irisan (Interseksi), Komplemen, Selisih.

2.6. Matriks

2.6.1. Notasi Matriks

Matriks alalah susunan bilangan atau elemen yang terdiri dari baris dan kolom. Matriks A yang berukuran dari m baris dan n kolom (m x n) adalah:

Baris ke-i

Kolom ke-j

Keterangan :   Entri aij disebut elemen matriks A yang berada pada baris ke-i dan kolom ke-j.

2.6.2. Ordo Matriks

Ordo matriks atau ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris (garis horizontal) dan banyaknya kolom (garis vertikal) yang terdapat dalam matriks tersebut. Jadi suatu matriks yang mempunyai m baris dan n kolom disebut matriks berordo m x n.

Matriks dibedakan berdasarkan berbagai susunan entri dan bilangan pada entrinya. Matriks Nol, Matriks satu /vektor satu, Matriks baris/vektor baris, Matriks KolomNektor Lajur, Matriks Persegi, Matriks Segitiga Atas, Matriks Segitiga Bawah, Matriks Diagonal, Matriks Identitas/Matriks Satuan (I),

2.6.3. Tranpose Suatu Matriks

Jika A adalah suatu matriks m x n, maka tranpose matriks A dinyatakan oleh At adalah suatu matriks yang diperoleh dari perpindahan baris pada  matriks A menjadi kolom pada matriks At , dan kolom pada matriks A menjadi baris pada  matriks At dapat dituliskan dalam rumus: Amn = Atnm. Dari matriks tranpose ini, muncul istilah matriks simetrik (setangkup). Hal ini terjadi misalkan A suatu matriks, jika A = At maka A disebut matriks simetrik/setangkup.

2.6.4. Operasi Matriks

Meliputi Penjumlahan Matriks, Perkalian Skalar Dengan Matriks, Perkalian Matriks Dengan Matriks, Determinan Matriks, Minor, Kofaktor Dan Adjoin Matriks

3. Metodologi Pengembangan Materi

3.1. Analisis Sistem yang ada saat ini

Sistem pembelajaran di Politeknik Santo Thomas masih menggunakan metode konvensional yaitu pembelajaran pada satu tempat atau dalam satu kelas, dimana mahasiswa dapat berdialog langsung dengan dosen (tatap muka), dan belum menggunakan fasilitas jaringan internat. Politeknik Santo Thomas saat ini telah memiliki 2 unit laboratorium komputer dengan kapasitas sebanyak 20 unit tiap laboratorium. Saat ini Politeknik Santo Thomas telah menyediakan layanan internet wifi serta jaringan internet speedy. Ini memungkinkan mahasiswa maupun dosen di politeknik santo Thomas dapat mengakses internet dan dapat menjadi motor penggerak penerapan e-Learning. Keberarlaan peralatan komputer dan koneksi internet saat ini dirasakan masih belum optimal. Kondisi ini mendorong pihak sekolah untuk merintis pengembangan e-Learning dan akan terus ditingkatkan ketersediaan dan pemanfaatannya.

3.2.   Analisis sistem yang di kembangkan

Dengan terpilihnya Politeknik Santo Thomas sebagai penyusun e-materi untuk E-Learning, maka telah analisis, dirancang, dikembangkan, serta akan diterapkan model pembelajaran non konvensional (e-learning) khususnya untuk mata kuliah Matematika Diskrit untuk mahasiswa program studi Manajemen Informatika di Politeknik Santo Thomas.

Sistem e-learning ini telah kami uji coba kepada mahasiswa sebanyak 38 orang, dimana basil kuesioner menyata-kan bahwa mereka menyatakan senang dan sangat mendukung adanya penerapan e-learning di Politeknik Santo Thomas.

4. Pembahasan

Model pembelajaran mata kuliah Matematika Diskrit ini didisain dengan model kombinasi (hybrid) dimana pertemuan dibagi menjadi 2 jenis yakni 7 pertemuan dilakuan secara e-learning, sedangkan sisanya dilakukan secara konvensional (tatap muka di kelas). Media yang digunakan pada model pembelajaran ini adalah e-learning sebagai sistem pembelajaran termasuk delivery konten yang disiapkan seperti teks digital, video tutorial, yang disesuaikan dengan kebutuhan substansi pokok bahasan pembelajaran. Artinya meskipun model yang diterapkan adalah hybrid, tetapi delivery konten secara keseluruhan menggunakan e-learning, sehingga perekaman aktivitas pengajaran dapat diselenggarakan dengan baik.

Untuk evaluasi pembelajaran secara keseluruhan baik yang tatap muka maupun tanpa tatap muka, juga memberdayakan kapasitas yang dimiliki e-learning, termasuk penjadualan, pengunduhan materi tugas, penjadualan upload tugas yang dihasilkan oleh peserta pembelajaran, serta rekapitulasi asesmen terhadap peserta pembelajaran.

Materi untuk setiap pokok bahasan dilengkapi dalam bentuk Powerpoint, PDF, video, dan dapat di diunggah di halaman website Politeknik Santo Thomas. Tabel pokok bahasan untuk materi yang menggunakan e-learning seperti dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Tabel Pokok bahasan Materi

Pert.

Tujuan Pembelajaran

Pokok

bahasan

Pengajaran online

Format File

1

Mampu menentukan kriteria criteria untuk mengevaluasi argumen yang valid dan tidak valid yang berhubungan dengan logika secara umum dengan penalaran yang dipersentasekan dalam tabel kebenaran.

Logika

Proposisi

Tabel Kebenaran

Forum diskusi

Tugas Kelompok

PDF

AVI

HTML

HTML

2

Mampu menerapkan logika dalam bahasa pemrograman

Logika

Operasi Logika

Forum diskusi:

Tugas Pribadi:

Tugas Kelompok

AVI

HTML

HTML

HTML

3

Mampu menentukan defenisi suatu himpunan sesuai dengan simbol-simbol baku, notasi, enumerase dan diagaram venn.

Himpunan

Teori Himpunan

Penyajian himpunan

Jenis jenis himpunan

Tugas Kelompok

PDF

PDF

PDF

HTML

4

Mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan operasi himpunan

Himpunan

Irisan, gabungan,

komplemen, selisih,

beds stangkup,

perkalian kartesien.

Tugas Pribadi

Tugas Kelompok

AVI

HTML

HTML

5

Mampu menguasai matriks serta mampu mentranfose matriks

Matriks

Defenisi dan teori

matriks

Jenis Matriks

Transpose Matriks

Operasi Matrik

Diskusi kelompok

Tugas Kelompok

Tugas Pribadi

PDF

PDF

AVI

PDF

HTML

HTML

HTML

6

Mampu menentukan determinan dan invers matriks. Mampu mengaplikasikan matriks dalam ilmu manajemen informatika

Matriks

Determinan matriks

Invers Matriks

Diskusi kelompok

Tugas Kelompok

AVI

AVI

HTML

HTML

5. Kesimpulan

E-learning bukan semata mata hanya memindahkan semua pembelajaran pada internet. Hakikat e-learning adalah proses pembelajaran yang dituangkan melalui teknologi internet. Untuk menambah daya tarik dengan menggunakan animasi, video, dan teks. Pengembangan e-learning sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran konvensional serta menyiapkan media untuk menciptakan lingkungan belajar yang fleksibel, mudah untuk diakses dari mana dan kapan saja.

Sistem e-learning ini telah diuji coba kepada mahasiswa sebanyak 38 orang, dimana basil kuesioner menyatakan bahwa mereka menyatakan senang dan sangat mendukung adanya penerapan e-learning di Politeknik Santo Thomas.

Daftar Pustaka

Bernard Kolman, Robert C. Busby, 1984. Discrete Mathematical Structures for Computer Science,Prentice Hall.

Rinaldi Munir, 2001. Matematika Diskrit, CV.Informatika, Bandung

K.A. Ross, C.R.B. Wright, Discrete Mathematics, Prentice-Hall, New Jersey, 4`h Edition, 2003.

Saul Carliner and Patti-Sank, 2008. The E-Learning Handbook, www.pfeiffer.com.

Siang, Jong Jek, Drs,M.Sc. 2006. Matematika Diskrit dan Aplikasinya pada Ilmu Komputer, Yogyakarta: Penerbit Andi.

Soekartawi, 2002. Prospek pembelajaran melalui internet, Makalah pada Seminar Nasional “Teknologi Kependidikan”, Jakarta.

Soesianto, F, 2006. Logika Matematika untuk Komputer. Yogyakarta: Penerbit Andi.

PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN ANAK AUTISME DI KIDZ SMILE THERAPY CENTRE FOR KIDS MEDAN

Oleh  : Ns. Rotua Sumihar Sitorus

Abstrak

Austisme dikenal sebagai sindroma Keanner yang memiliki gejala tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang – ulang serta bereaksi tidak biasa. Peran orang tua sangat memiliki peran penting dan sangat memiliki pengaruh yang besar dalam mencegah progresivitas. Orang tua sangat perlu mengembangkan sikap positif yang tidak saja penting untuk perkembangan anak tetapi juga untuk proses penyesuaian diri anggota keluarga lainnya. Orang tua terutama ibu perlu meningkatkan pengetahuannya tentang kelainan–kelainan dalam proses perkembangan anak autisme baik perkembangan perilaku, perkembangan interaksi social, perkembangan bahasa, dan perkembangan komunikasi. Pengetahuan adalah suatu hasil proses tahu  individu yang diperoleh melalui pancaindra manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme di kidz smile therapy centre for kidz Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan sampel 27 orang ibu dengan anak autisme. Metode sampling yang digunakan adalah random sampling. Hasil penelitian dari pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme diperoleh memiliki pengetahuan yang kurang (86,7%). Berdasarkan hasil penelitian ini ibu yang memiliki anak autisme diharapkan agar lebih peduli dan mengikuti bimbingan yang telah dianjurkan oleh kidz smile therapy centre for kids supaya pengetahuan ibu lebih banyak dan memahami tentang perkembangan pada anak autism

Kata Kunci: Pengetahuan, Autisme, Perkembangan Anak



Pendahuluan

Autis didefenisikan sebagai keadaan introversi mental dengan perhatian yang hanya tertuju pada ego sendiri. Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat lebih emosional, serta ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunitas, dan interaksi sosial (Fadli, 2010).

Gangguan perilaku pada anak autisme bisa berlebihan (seperti, hiperaktif, melompat-lompat, lari kesana-kemari tidak terarah, berputar-putar, atau mengulang-ulang gerakan tertentu) dan kekurangan (seperti: bengong, tatapan mata kosong, bermain dengan menonton, kurang variatif) dan umumnya dilakukan secara berulang-ulang (Maryunani, 2010).

Di Indonesia, isu anak dengan gangguan autisme muncul sekitar tahun 1990-an. Autisme  mulai dikenal secara luas sekitar tahuan 2000-an. Data jumlah anak dengan gangguan autisme belum belum diketahui dengan pasti. Namun jumlah anak dengan gangguan autisme menunjukkan peningkatan yang makin mencolok. Menurut pengakuan seorang psikiater di Jakarta dari pengalaman prakteknya mengatakan bahwa sebelum tahun 1990-an jumlah pasien yang didiagnosis sebagai anak dengan gangguan autisme dalam setahun hanya sekitar 5 orang. Kini dalam sehari saja bisa mendiagnosis 3 pasien baru (Hasdianah, 2013).

Menurut Hasdianah (2013) dalam menangani anak dengan gangguan autisme, pada tahun 1997 belum banyak pusat-pusat terapi yang memberikan layanan terapi untuk anak penyandang autisme. Jumlahnya masih terbatas, tetapi kini jumlah pusat terapi mencapai 102 pusat terapi dan 13 sekolah khusus anak autisme (Data Yayasan Autisma Indonesia/ YAI, 2009). Beberapa tahun yang lalu, terjadi perdebatan mengenai angka statistik yang menunjukkan peningkatan jumlah anak yang didiagnosis sebagai anak dengan gangguan autisme. Sekitar 30 tahun yang lalu, angka kejadian anak dengan gangguan autisme antara 1-4 per 10.000 anak-anak. Setelah tahun 1990 jumlah anak-anak dengan gangguan autisme meledak semakin besar. Dalam hal ini memang kesulitan untuk menemukan data statistik secara akurat, tetapi angka perkiraan oleh lembaga penelitian menunjukkan 1-2 per 500 hingga 1 per 100 anak-anak. The centre for desease control (CDC) telah melaporkan 2-6 per 1000 anak-anak. Selama tahun 2000-2001 terdapat lebih dari 15.000 anak-anak berusia 3-5 tahun dan lebih dari 78.000 anak-anak berusia 6-12 tahun di Amerika Serikat adalah autisme sebagaimana didefenisikan dalam individual with disabilities education Act (IDEA) (Hasdianah, 2013).

Peran orang tua sangat penting dalam mencegah progresivitas ganguan yang terjadi, baik kemampuan komunikasi, learning disabilities, maupun autis. Orang tua perlu meningkatkan pengetahuan tentang kelainan-kelainan tersebut mengingat kejadiannya yang semakin meningkat. Paling penting adalah tetap menjaga keseimbangan hidup dalam keluarga (Fadhli, 2010).

Orang tua istimewa perlu mengembangkan sikap positif yang tidak saja penting untuk perkembangan anak, tetapi juga untuk proses penyesuaian diri anggota keluarga lainnya. Jangan lupa bahwa orang tua merupakan tokoh kunci yang amat berperan dalam memberikan contoh, bimbingan, dan kasih sayang dalam proses pertumbuhan anak-anak.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme.

Metodologi

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme di pusat terapi anak autisme.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak autisme yang membawa anaknya sekolah ke Kidz Smile Therapy Centre for Kids Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak. Total sampel penelitian ini adalah 27 orang ibu. Penelitian ini dilakukan di Kidz Smile Therapy Centre for Kids Medan pada tanggal 18 Juni 2014 sampai dengan 05 Juli 2014.

Hasil Penelitian

Hasil Penelitian yang dilakukan kepada 27 responden di Kidz Smile Therapy Centre For Kids Medan tahun 2014, mengenai gambaran pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme, maka didapat hasil pengetahuan ibu yang baik sebesar 3,7%, cukup 11,1%, dan pengetahuan ibu yang kurang sebesar 85,2%

Tabel 1.  Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Anak Autisme Di Kidz Smile  Therapy Centre For Kids Medan Tahun 2014.

Pengetahuan Ibu

F

%

a.Baik

1

3,7

b.Cukup

3

11,1

c.Kurang

23

85,2

Total

27

100

Pembahasan

Pengetahuan Ibu tentang Perkembangan Anak Autisme di Kids Smile Therapy Centre for Kids

Ibu merupakan pelaku utama dalam keluarga pada proses pengambilan keputusan, terutama yang berhubungan dengan proses tumbuh kembang anak. Latar belakang pendidikan, budaya dan status social-ekonomi  berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan anak, apalagi jika keluarga memiliki anak autis

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme sebesar 85,2% memiliki pengetahuan yang masih kurang tentang tumbuh kembang anak autisme. Hal ini disebabkan pengetahuan tentang informasi perkembangan psikologi anak-anak hiperaktif masih sangat kurang (Mashabi, 2009). Berdasarkan observasi selama melakukan penelitian, menurut peneliti pengetahuan ibu masih kurang dikarenakan ibu hanya memberikan kepada pengasuh anaknya sehingga kedekatan ibu terhadap anak tidak terjalin dan ibu tidak memantau secara langsung perkembangan anak autisme. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Mashabi (2009), ibu merupakan pelaku utama dalam keluarga terutama perkembangan tumbuh kembang anak autisme.

Hurlock (1998) berpendapat bahwa hubungan pribadi di lingkungan rumah yang antara lain berupa hubungan antara orang tua, dan saudara mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Perubahan pembagian struktur peran orang dalam keluarga menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga dan mempengaruhi secara mendasar status wanita dirumah, hubungan suami dan istri dan hubungan orang tua dengan anak. Ikatan dalam keluarga antara anak dengan orang tua terutama ibu berhubungan dengan status perkembangan anak dalam keluarga.

Hasil observasi peneliti di atas sejalan dengan pendapat Prasetiya (2007), intensitas interaksi orang tua terutama ibu dengan anak mempunyai hubungan dengan tingkat perkembangan anak dan menujukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak yang diasuh oleh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan mayoritas pengetahuan ibu tentang perkembangan anak autisme kurang.  Saran pada ibu yang memiliki anak autisme agar lebih menjalin komunikasi dan kedekatan secara fisik dan psikososial serta mencari informasi yang lebih tentang tumbuh kembang anak autisme.

Daftar Pustaka

Arikunto, S; 2010. Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Bactiar, A; 2012. Filsafat Ilmu, PT. Raja Grafindo persada, Jakarta.

Dewi, W; 2010. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta.

Fadhli, A; 2010. Buku Pintar Kesehatan Anak, Pustaka Anggrek, Yogyakarta.

Ginanjar, A; 2008. Panduan Praktis Mendidik Anak Autis, Dian Rakyat, Jakarta.

Hasdianah, HR; 2013. Autis Pada Anak Pencegahan Perawatan dan Pengobatan, Nuha Medika, Yogyakarta.

Hidayat, A; 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Selemba Medika, Jakarta.

Hurlock, E. B. (1998). Perkembangan Anak.Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mansur, H; 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan, Selemba Medika, Jakarta.

Maryunani, A; 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, TIM, Jakarta.

Maya, F; 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, D-Medika, Yogyakarta.

Mubarak, I; 2012. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan, Salemba Medika, Yogyakarta.

Notoatmodjo, soekidjo; 2010. Metode Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, soekidjo; 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Peeters, T; 2004. Panduan Autisme Terlengkap, Dian Rakyat, Jakarta

SEKILAS TENTANG PENULIS

1.Uswatul Hasan, S.Pi, M.Si

-Dosen Universitas Dharmawangsa

2.Kariaman Sinaga, S.Sos, M.Si

-Dosen Universitas Dharmawangsa

3.Drs. Irwansyah, M.Pd

-Dosen Fakultas Dakwah IAIN-SU

4.Rita Mawarni CH

-Dosen Fakultas Pertanian Universitas Asahan

5.Risnawati

-Dosen Amik Royal Kisaran

6.Dikir Dakhi, SH, MH

-Dosen STKIP Nias Selatan

7.Ahmad Rasoki Nasution, SH, MH

-Dosen Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

8.Ikhsan Parinduri

-Dosen Amik Royal Kisaran

9.Dahlia Purba

-Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Prima Indonesia

10.Drs. Arazisokhi Wau

-Dosen STKIP Nias Selatan

11.Nuriadi Manurung

-Dosen Amik Royal Kisaran

12.Ns. Rotua Sumihar Sitorus, S.Kep, M.Kes

-Dosen Universitas Prima Indonesia

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

MAJALAH ILMIAH WARTA DHARMAWANGSA

UNIVERSITAS DHARMAWANGSA

1.Karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk :

Karya ilmiah hasil penelitian

Sistimatika penulisan :

-Judul

-Abstraksi dan disertai dengan kata kunci

-Pendahuluan

-Materi dan metode

-Hasil pembahasan

-Kesimpulan atau ringkasan

-Daftar pustaka

-Sekilas tentang penulis

Karya ilmiah konseptual (non penelitian).

Sistimatika penulisan :

-Judul

-Abstraksi dan disertai dengan kata kunci

-Pendahuluan

-Bagian inti atau permasalahan

-Kesimpulan atau ringkasan

-Daftar pustaka

-Sekilas tentang penulis

2.Bahasa artikel bersifat ilmiah dapat disampaikan dengan menggunakan :

-Bahasa Indonesia

-Bahasa Inggris

-Bahasa Arab

3.Spesifikasi penulisan sebagai berikut :

-Ukuran kertas kwarto

-Ketikan 2 spasi

-Jumlah halaman minimal 15 halaman

-Tulisan yang memuat gambar/skema, memakai ukuran kertas/paper size :  6,5 x 8,5.

-Sofware : Microsoft Word

-File artikel di copy ke dalam CD – R dan print out.

4.Alamat pengiriman artikel :

Redaksi Majalah Ilmiah Warta Dharmawangsa

Universitas Dharmawangsa

Jln. K.L.Yos Sudarso No 224 Medan

Telp. 061- 6613783  Fax. 061- 6615190.

http ://www.dharmawangsa.ac.id

E-mail : univ@dharmawangsa.ac.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun