Kebutuhan pakan ikan yang murah dan bernutrisi tinggi makin meningkat. Banyak peternak kecil di Temanggung dan Magelang membudidayakan maggot Black Soldier Fly karena murah dan kaya gizi. Sayangnya, proses pengeringannya masih manual, magot sering lembab atau gosong, menurunkan kualitas dan harga jual.
Melihat masalah ini, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), Rendra Davidsyah, menciptakan mesin sangrai maggot rotary. Alat ini sederhana tapi bermanfaat besar, sekaligus syarat kelulusan Program Studi Teknik Industri UNIMMA.
Mesin bekerja otomatis dengan tabung berputar konstan, memanfaatkan panas dari tungku biomassa atau kompor, didukung motor listrik berdaya rendah. Sistem rotary membuat maggot matang merata tanpa harus diaduk manual. Menurut Rendra, mesin ini hemat energi, cepat, dan cocok untuk usaha rumahan.
Hasil uji coba menakjubkan: mesin mengeringkan 75 gram maggot per menit. Dari 3 kilogram maggot basah, bisa jadi 4,5 kilogram kering hanya dalam satu jam. Jika dipakai sehari penuh, produksi bisa mencapai 22,5 kilogram maggot kering, jauh lebih cepat daripada cara tradisional.
Dari sisi ekonomi, investasi mesin cukup cepat balik modal. Titik impas tercapai saat penjualan 94,72 kilogram maggot kering, dan NPV menunjukkan keuntungan Rp4.090.000. Artinya, alat ini tidak hanya efisien tapi juga menguntungkan peternak kecil.
Inovasi Rendra diharapkan membantu UMKM dan peternak ikan di pedesaan. Kualitas maggot meningkat, harga jual lebih tinggi, dan pendapatan petani bertambah. Mesin ini membuktikan bahwa teknologi tidak harus rumit atau mahal, solusi dari masalah sehari-hari sering lebih tepat guna.
Selain itu, inovasi ini mendukung beberapa tujuan SDGs:
SDG 2 (Zero Hunger): meningkatkan kualitas pakan dan produktivitas perikanan lokal.
SDG 8 (Decent Work and Economic Growth): membantu UMKM dan peternak kecil mendapatkan penghasilan lebih baik.
SDG 12 (Responsible Consumption and Production): penggunaan energi dan sumber daya lebih efisien, ramah lingkungan.