Mata memanas. Bulir-bulir bening tak terbendung. Menganak sungai membasahi pipi pagi ini. Kebisingan kota seolah menghilang sejenak. Pikiran menerawang ke angkasa. Ada apa dengan negeriku?
Sebuah pemandangan ironis memenuhi layar gadget. Sosok tubuh renta penuh penderitaan. Tiada cahaya menghiasi matanya. Tak ada senyuman bergelayut di bibir.
Hanya tubuh ringkih penuh luka yang terlihat. Terbungkus pakaian yang sudah tak layak pakai. Pandangannya begitu redup. Kelumpuhan menyempurnakan kondisi rentanya.
Tinggal sebatang kara di sebuah hunian yang tidak layak disebut sebagai rumah. Melahirkan rasa iba bagi setiap mata yang memandang.
Jika perut si nenek lapar, ia memukulkan piring plastik ke lantai gubuk. Beruntung jika ada yang mendengar. Makanan pun bisa didapat melaui belas kasihan orang yang melihat.
 Malangnya, jika tak ada yang mendengar isarat dari si nenek, maka ia akan tertidur dalam kondisi perut kosong. Itu yang terlihat pada video yang tersebar tanpa terkendali pada media sosial belum lama ini.
Sebuah pemandangan pilu yang belum lama ini menggemparkan Ranah Minang.Â
Melalui investigasi masyarakat setempat, terhimpun sebuah data mengejutkan. Ternyata nenek renta penuh derita ini memiliki seorang anak berpendidikan tinggi. Bahkan berkarir sebagai seorang pendidik.
Tak ayal lagi, si anak menjadi santapan bulian. Bahkan bahan empuk untuk mempermanis berita. Hujatan terdengar begitu riuh.Â
Wajah cantik anak terpampang begitu terang. Tak ada pemburaman gambar sama sekali.
Foto-foto cantik itu diiringi dengan pesan kutukan para netizen. Miris. Semua yang berada di posisi penonton merasa benar. Sibuk menghakimi, mencerca bahkan merendahkan.
***Â Â
Fenomena di atas belum lama terjadi. Menghiasi layar berita yang berasal dari Ranah Minang. Membuat geram setiap mata yang memandang. Kemarahan menyeruak.