Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesalahan Manusia dalam Mencapai Kebahagiaan

3 November 2020   20:00 Diperbarui: 3 November 2020   20:29 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perasaan bahagia menjadi sangat mewah belakangan ini. Terlebih kondisi sosial yang cenderung matrealistik dan individualis membuat seseorang semakin bingung dalam mencapai kebahagiaan. Memang benar makna bahagia bagi masing-masing individu sangat personal, satu dengan yang lain memiliki pemaknaan yang berbeda. Namun, dari itu semua ada satu kesalahan besar yang dilakukan manusia modern dalam mencapai sebuah kebahagiaan yakni menggantungkan perasaan bahagia kepada tiga hal yakni sesama manusia, barang materi dan sebuah situasi. Mungkin beberapa kalimat ini mampu mengingatkan bahwa banyak dari kita telah-sedang menggantungkan perasaan kepada tiga hal tersebut "Saya pasti akan bahagia jika berpasangan dengan dia", "Saya pasti akan bahagia jika memiliki Iphone keluaran terbaru", "Saya pasti akan bahagia jika mereka menuruti keinginan saya" dan lain sebagainya. Sayangnya, tidak banyak manusia yang menyadari situasi ini.

Memang benar manusia adalah mahluk sosial sehingga wajar jika antara satu dengan yang lain saling menggantungkan diri. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa modernitas saat ini membuat manusia cenderung bersikap egois dan individualis. Mengingat adanya perubahan sosial ini, maka sebuah keputusan yang salah jika manusia masih menggantungkan diri kepada manusia lain apalagi soal perasaan bahagia. Dengan kita menggantungkan perasaan kepada manusia lain, otomatis akan ada pengharapan didalamnya. Padahal mengharapkan sesuatu pada manusia lain adalah suatu hal yang sia-sia mengingat bahwa perilaku dan respon manusia tidak bisa dikontrol oleh manusia lain. Maka, wajar jika menggantungkan kebahagiaan diri pada manusia lain justru akan membuat diri lebih sulit mencapai kebahagiaan.

Begitu pula dengan kondisi sosial yang matrealistik membuat kebahagiaan terasa semakin sulit untuk dicapai. Sebab, adanya revolusi industri membuat barang semakin mudah diproduksi dalam jumlah besar. Seperti yang terjadi pada produksi handphone Iphone dimana hampir tiap tahunnya Apple mengeluarkan seri Iphone terbaru, dalam sektor fashion juga demikian bahkan merk fast fashion yang populer dikalangan anak muda seperti H&M, Zara, Forever21 dan Uniqlo mampu mengeluarkan empat sampai lima tren fashion di setiap tahunnya. Hal ini membuat seseorang yang menggantungkan kebahagiaan dengan memiliki sebuah barang akan cenderung merasa lelah sebab tidak akan pernah ada habisnya sebuah perusahaan dalam mengeluarkan tren barang terbaru.

Merujuk dari gambaran ini, kebahagiaan manusia bukan berasal dari manusia lain, barang materi dan situasi melainkan berasal dari diri sendiri. Paling tidak ada tiga alasan; Pertama, perasaan bahagia adalah sebuah pilihan. Seperti salah satu ungkapan "Hidup adalah sebuah pilihan dan manusia memiliki kebebasan untuk memilih". Ungkapan ini juga berlaku dalam mencapai sebuah kebahagiaan. Apapun situasi yang menghampiri manusia, manusia memiliki kebebasan untuk merespon situasi tersebut. Apakah situasi tersebut dipilih manusia sebagai sumber kebahagiaan atau justru dijadikan sebagai sumber kemalangan.

Kedua, manusia hanya mampu mengontrol dirinya bukan orang lain. Hal ini berkaitan dengan teori efikasi diri atau kontrol diri yang dipelopori oleh seorang psikolog bernama Albert Bandura, dimana efikasi diri membuat seseorang memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu. Efikasi diri sangat penting dimiliki oleh manusia, sebab manusia yang memiliki efikasi diri yang baik akan memiliki pengendalian impuls yang baik serta memiliki hubungan inter dan intra diri yang baik. Dengan ini akan mudah bagi seseorang untuk memperoleh kebahagiaan.

Ketiga, pada akhirnya manusia hanya dapat mengandalkan dirinya sendiri. Berjalannya waktu masing-masing manusia akan menempuh jalan hidupnya dan disibukkan dengan misi hidupnya sendiri. Sehingga lambat laun masing-masing manusia hanya akan memiliki dirinya sendiri untuk menemani, menghibur dan dijadikan sebagai sumber kebahagiaan. Menunggu dan berharap manusia lain memberikan kebahagiaan kepada dirimu hanya akan membuang-buang waktu. Tiap manusia hanya perlu berkenalan dan menemukan dirinya agar kebahagiaan diri lebih mudah untuk dicapai.

Perasaan bahagia memang persoalan yang abstrak. Saking abstraknya seringkali manusia dibingungkan dimana dan bagaimana cara mencapai kebahagiaan. Mungkin banyak dari kita yang kerap dikecohkan dengan kebahagiaan semu. Namun, jika diresapi lebih dalam sejatinya bahagia itu dekat, sebab bahagia yang sesungguhnya hanya muncul dari dalam diri manusia itu sendiri. Jadi, sudahkah kamu menjadikan dirimu sebagai sumber kebahagiaanmu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun