Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta

Suka membaca apa saja, sesekali menulis sekedar berbagi cerita.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Dapat Calon Mertua Ketus, Kini Berusaha Menjadi Calon Mertua yang Bijak

25 Agustus 2025   12:51 Diperbarui: 7 September 2025   07:47 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | iStock via Kompas.com

Kompasianer, menghadapi tes calon mertua itu ibaratnya menghadapi HRD dalam interview lamaran kerja. Kalau HRD menilai kesesuaian kandidat dengan budaya dan kebutuhan perusahaan, sedangkan calon mertua memiliki harapan atau kriteria tertentu tentang pasangan anaknya dengan keluarga mereka. Pastinya, ada calon menantu yang berhasil melewati tahapan seleksi dan diterima. Tapi ada juga yang gagal total alias ditolak. Contohnya adalah saya.

Saya Calon Menantu yang Dulu Ditolak.

Flashback ke masa muda saya dulu. Saya pacaran dengan cowok sekampus tapi beda prodi dan dia diwisuda duluan. Ketika dia diwisuda keluarga besarnya datang: Ayah, ibu dan kakak beserta adiknya, lengkap. Lalu saya diperkenalkan melalui acara makan makan.

Di sini interview berlangsung. Pertanyaan seputar latar belakang keluarga saya, semua saya jawab dengan jujur apa adanya. Saya berasal dari keluarga sederhana yang biasa saja.

Sikap Ayahnya baik, tetapi ibu dan saudara-saudaranya rada cuek. Memang sih, calon mertua ketus itu tidak selalu tersirat dari ucapannya langsung, tapi dari sikap dan raut wajah Ibunya, sudah cukup jelas.

Saat itu saya merasa bahwa nilai saya di mata mereka minus, tidak masuk kriteria sebagai calon menantu harapan. Status sosial keluarga calon mertua yang lebih tinggi menempatkan saya lebih rendah daripada mereka.

Menghadapi kenyataan ini, saya cukup lama berpikir, mempertimbangkan untuk tinggalin atau lanjut hubungan.

Sampai akhirnya saya mengambil keputusan untuk berpisah baik-baik, bukan berarti saya mudah menyerah, tapi lebih pada menjaga harga diri, dan mencegah terjadinya konflik pasangan dengan keluarga besarnya gegara saya.

Ibu saya pernah berkata," menikah itu ibaratkan kamu teken kontrak seumur hidup bersama pasangan dan juga keluarganya."

Nah, kalau calon mertua sudah memasang tembok penghalang, apa gunanya hubungan kami dilanjutkan. Kepada si dia saya memberi gambaran bahwa tanpa restu orangtua hubungan kami tidak akan berhasil. Selagi kebersamaan kami belum terlalu jauh, lebih baik putus saja. Deal!

Kemudian, pengalaman berikutnya, saya lupa dia ini pacar yang ke berapa, karena bagi saya, apapun yang terjadi, hidup harus terus berlanjut, jadi, saya tidak butuh waktu lama untuk move on.

Saya pacaran dengan orang satu daerah tapi bertemu di perantauan ketika saya sudah bekerja. Kali ini saya dapat calon mertua ketus, kalimatnya sangat tajam menusuk kalbu. Kesimpulan dari ucapan calon ibu mertua begini, " Anak sulung saya itu menjadi tulang punggung keluarga setelah bapaknya meninggal, menanggung biaya sekolah adiknya. Kayaknya kamu tidak akan sanggup menanggung beban ini, lebih baik jangan diteruskan!" enteng sekali ngomongnya.

Singkatnya, keluarga saya juga tidak mendukung hubungan kami, setelah saya mengadu kepada ibu. Bahkan nenek saya langsung bicara dengan si dia, melarang bertemu dengan saya lagi.

Duh, Gusti, betapa saya patah hati berat saat itu. Penolakan ini lebih berat dari calon mertua sebelumnya. Kenyataan bahwa si dia pun, gagal mendapat restu dari ibunya. Putus lagi deh!

Saya mencoba berpikir positif bahwa segala hal di dunia ini ada waktunya sendiri untuk terjadi 

Dan betapa Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pada waktunya, saya bertemu jodoh tanpa drama menghadapi mertua ketus. Alhamdulillah, kami rukun dan damai hingga saya melahirkan lima jagoan.

Dari pengalaman masa lalu itu saya mulai memahami bahwa dalam banyak budaya dan tradisi, hubungan antara mertua dan menantu adalah hubungan yang kompleks: memerlukan penyesuaian serta pemahaman yang baik dari kedua belah pihak.

Berusaha Menjadi Calon Mertua yang Bijak.

Kini anak-anak saya sudah dewasa dan mandiri, peran saya berganti menjadi mertua. Dan saya berusaha menjadi mertua yang bijak.

Anak saya yang sulung sudah menikah. Dari awal calon menantu diperkenalkan, asalkan kami seiman, saya merestui mereka, kalau itu sudah menjadi pilihannya. Selanjutnya saya tinggal mengarahkan jika memang diperlukan.

Adiknya yang belum menikah, pernah membawa pacarnya ke rumah, saya pikir berarti dia serius menjalin hubungan. Saya tulus menyambut kedatangan calon menantu dengan senang hati, berusaha menjadi calon mertua yang baik. Tidak perlu ospek calon menantu seperti yang dilakukan Soimah.

Saya pikir, sebagai seorang ibu kita mustinya punya empati, menjaga perasaan sesama perempuan, bukan malah menjadikan anak perempuan orang lain sebagai bahan sensasi di media sosial.

Karena saya belajar dari pengalaman, betapa menyedihkan bagi dua orang yang saling mencintai dan berniat membangun keluarga, tapi terhalang oleh calon mertua ketus. 

Sebagai seorang ibu, saya lebih memikirkan kebahagiaan anak saya dan pasangan sesuai pilihannya, asalkan calon menantu berasal dari keluarga baik-baik dan seiman, serta menjalankan ibadah salat lima waktu, itu sudah cukup.

Saya akan menerima dan menghargai pilihan anak saya, menantu itu saya anggap sebagai anak sendiri bukan anak orang lain. Saya senang mendapatkan anak perempuan, itu berkah, karena yang saya lahirkan lima anak laki-laki semua. 

Dengan sikap penerimaan itu, saya berharap bisa membangun hubungan yang baik dengan menantu nantinya, dan demi kebahagiaan anak saya juga. Selain itu komunikasi dan empati terhadap perasaan semua pihak sangat penting untuk menjaga hubungan yang harmonis.

Jadi, wahai kompasianer muda, jika kamu dapat mertua ketus, tinggalin atau lanjut hubungan?

Menurut pendapat saya, itu tergantung pada beberapa faktor, termasuk dinamika hubungan dengan pasangan, pengaruh dari calon mertua dan kebahagiaan serta keseimbangan dalam hubungan itu sendiri. Saran saya cobalah bertanya pada diri sendiri, lalu pertimbangkan hal-hal berikut ini:

* Pertimbangkan: apakah hubungan dengan pasangan membawa kebahagiaan dan keseimbangan bagimu? Jika hubungan itu membuat kamu stres dan tidak bahagia karena dinamika dengan calon mertua, atau ada faktor lain, sebaiknya dipertimbangkan kembali.

* Apakah pasangan mendukung kamu dalam menghadapi tantangan dengan calon mertua atau hubungan secara umum? Kalau kamu dibiarkan berjuang sendirian, pikir lagi deh, kalau mau dilanjut.

* Pertimbangkan nilai-nilai pribadi yang kamu pegang (kejujuran, kepercayaan, rasa hormat dan kasih sayang), apakah nilai-nilai ini sudah sejalan dengan tujuan hubungan kamu membangun keluarga?

*Pertimbangkan juga apakah hubungan ini mendukung pertumbuhan pribadi kamu dan pasangan? Karena seharusnya hubungan yang sehat itu mendukung pertumbuhan dan perkembangan masing-masing individu.

Dalam memutuskan antara tinggalin atau lanjutin hubungan tidak ada rumus jitu karena setiap situasi hubungan itu unik dan tergantung pada individu yang terlibat.

Sebaiknya keputusan musti berdasarkan pertimbangan yang matang tentang apa yang terbaik untuk kebahagiaan dan keseimbangan kamu dalam hubungan.

Evaluasi dan Refleksi.

Evaluasi, apakah hubungan sejalan dengan nilai dan tujuan kamu. 

Kamu membutuhkan refleksi tentang apa yang kamu inginkan dari hubungan dan bagaimana hubungan mempengaruhi kehidupan kamu.

Dengan memahami keselarasan antara hubungan dan nilai/tujuan kamu, kamu bisa mengambil keputusan yang lebih tepat tentang kelanjutan hubungan.

Akhir kata.

Dalam menghadapi dinamika hubungan dengan pasangan dan mertua, penting kiranya untuk mempertimbangkan kebahagiaan, komunikasi, nilai,dan tujuan dalam hubungan.

Baik sebagai pihak yang menghadapi calon mertua atau sebagai calon mertua itu sendiri. Kuncinya adalah kesabaran, empati dan komunikasi dua arah.Komunikasi yang terbuka dan hormat akan membantu dalam membangun hubungan yang harmonis.

Wallahu a'lam bisawab.

Wassalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun