*Menyadari Energi dan Cara Pandang: Kunci Melihat Realita dengan Mata Hati*
Seringkali dalam perjalanan hidup, kita merasa menderita bukan karena realita yang terjadi, tetapi karena cara pandang kita yang cepat membandingkan diri dengan orang lain. Perasaan tidak cukup, iri, atau rendah diri muncul bukan dari fakta, melainkan dari pikiran yang sibuk mencocokkan diri dengan standar yang belum tentu kita pilih sendiri.
Padahal, membandingkan adalah pilihan pandang. Dan pilihan bisa diubah. Bukankah kita punya pilihan untuk menjadi energi apa saja? Energi yang mendukung tujuan, atau energi yang melelahkan jiwa?
Energi yang Dipilih: Dari Kewajiban ke Pilihan Penuh Syukur
Banyak dari kita merasa memberi adalah sebuah kewajiban, sesuatu yang harus dilakukan agar diterima atau agar dianggap baik. Kita lupa, sesungguhnya memberi bisa jadi sebuah pilihan indah yang lahir dari rasa syukur dan kasih. Seperti saat orang tua memberi pada anaknya bukan sekadar kewajiban, tapi karena cinta yang tulus.
Ketika memberi dilihat sebagai kewajiban, energi yang tersalur mungkin berat, penuh beban dan ekspektasi. Namun, mengubah perspektif menjadi memberi sebagai bentuk pilihan, akan mengalirkan energi yang ringan dan bermakna. Energi ini menyambung hubungan dengan yang diberi, menjadikannya tali kasih yang menguatkan, bukan rantai beban yang melemahkan.
Kesadaran Baru: Melihat Realita Lewat Energi Pilihan
Apa kesadaran berbeda yang perlu kita pilih untuk melihat dunia dan realita di sekitar? Bukan kesadaran yang menilai, menghakimi, atau membandingkan, tetapi kesadaran yang memeluk, menerima dengan jernih, dan melihat segala sesuatu sebagai bagian dari perjalanan yang unik.
Kesadaran ini tidak hanya memungkinkan kita untuk lebih sabar dengan diri sendiri, tapi juga membuka ruang untuk lebih empati kepada orang lain tanpa harus mengukur siapa yang lebih baik atau lebih menderita. Dari sini, kita dapat memilih menjadi energi yang menyalakan harapan, bukan menghabiskan tenaga meratapi atau mencemaskan hal-hal yang tidak kita kontrol.
Hal Fundamental yang Mungkin Sering Terlupakan
Dalam kehidupan modern, kita terjebak pada konsep "pencapaian" dan "hasil". Kita lupa bahwa yang paling fundamental adalah menjaga energi dan memilih cara pandang yang mendasar sebelum memburu hasil. Energi ini yang menopang disiplin, semangat, dan kesehatan mental kita.
Banyak orang ingin berubah dan berkembang, tapi melupakan bahwa awal perubahan harus dimulai dari membersihkan "rumah" batin yang sudah penuh dengan kebiasaan membandingkan, memberi kewajiban tanpa hati, dan menilai realita dengan persepsi yang salah. Menjaga energi adalah seperti merawat tanah supaya benih tujuan yang kita tanam bisa tumbuh subur.
Merancang kesadaran baru untuk mengelola energi menuju tujuan bisa dilihat sebagai proses membangun mindset yang sadar, berdasar pada refleksi dan pilihan yang sengaja diciptakan. Berikut poin-poin penting dalam merancang kesadaran seperti itu:
1. Mulai dengan Refleksi Diri dan Kesadaran Energi
Langkah pertama adalah sadar terhadap pola energi yang selama ini dijalani. Refleksi ini mencakup pengamatan kecil atas bagaimana energi sendiri berubah dalam berbagai situasi: kapan merasa semangat, kapan merasa terkuras, dan apa yang memicu pergeseran energi tersebut. Kesadaran semacam ini membuka pemahaman bahwa energi adalah sumber daya yang bisa dikelola dan diatur, bukan sesuatu yang pasif atau ditentukan oleh eksternal.
2. Pilih Mindset yang Mendukung Pertumbuhan dan Fleksibilitas
Mindset pertumbuhan (growth mindset) sangat penting agar energi bisa diarahkan secara positif dan adaptif terhadap rintangan. Ini berarti mengubah pandangan dari "harus berhasil tanpa gagal" menjadi "setiap pengalaman adalah pembelajaran". Energi menjadi bergerak dari ketakutan dan tekanan menuju keberanian dan ketahanan, yang sangat efektif untuk mencapai tujuan jangka panjang.
3. Buat Komitmen Kesadaran Harian dan Praktik Energi Positif
Kesadaran baru bukan hanya teori tapi harus dipraktikkan lewat kebiasaan yang konsisten. Misalnya, menetapkan waktu untuk meditasi, pernapasan sadar, atau jurnal rasa syukur yang membantu menjaga energi positif dan fokus. Komitmen harian ini memperkuat sistem kesadaran dan membuat energi yang dibutuhkan untuk tujuan lebih sustainable.
4. Visualisasikan Energi dan Tujuan dengan Jelas
Membuat gambaran mental tentang energi yang ingin dipilih---misalnya, energi yang tenang, kuat, dan penuh rasa syukur---dan menghubungkannya dengan tujuan yang hendak diraih membantu memperkuat kesadaran itu. Visualisasi ini berfungsi sebagai "kompas energi" yang menuntun tindakan dan keputusan sehari-hari.
5. Ciptakan Lingkungan yang Mendukung Kesadaran Energi
Lingkungan fisik dan sosial yang mendukung kesadaran sangat membantu proses ini. Ini bisa berupa ruang kerja yang nyaman, orang-orang yang memberi energi positif, serta teknologi atau alat yang mengingatkan dan menunjukkan pola energi, seperti catatan harian atau alarm pengingat mindful breaks.
Dengan merancang kesadaran baru yang fokus pada refleksi, mindset pertumbuhan, praktik konsisten, visualisasi, dan lingkungan yang mendukung, energi menuju tujuan dapat dikelola secara optimal dan membawa hasil yang lebih berarti dan memuaskan.
Contoh pengalaman pribadi untuk mengilustrasikan perubahan dari memberi karena rasa wajib menjadi memberi dengan rasa syukur:
Suatu waktu, saya merasakan "beban" saat harus memberi bantuan kepada seorang teman yang kesulitan. Awalnya, saya merasa ini adalah kewajiban yang harus saya tunaikan agar tidak dianggap egois atau tidak peduli. Tetapi di balik itu, hati saya terasa berat dan terbebani, seolah-olah saya sedang menyerahkan sesuatu yang harus hilang dari diri saya.
Lalu saya mulai mencoba melihat dari sudut pandang lain. Saya ingat kembali semua kebaikan yang pernah orang lain berikan pada saya tanpa menuntut balasan, hanya karena mereka peduli dan ingin berbagi. Saya mulai bergeser, dari hati yang dipenuhi 'harus/kewajiban' menjadi hati yang terbuka menerima bahwa memberi itu adalah sebuah anugerah dan kesempatan untuk mencintai.
Saat saya memberi dengan rasa syukur, energi dalam diri saya berubah menjadi happy. Saya merasa ringan, bahkan mendapatkan kebahagiaan karena bisa jadi bagian dari perjalanan teman saya. Memberi menjadi suasana hati yang memberi kekuatan, bukan beban yang menguras energi.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa memberi bukan soal seberapa besar nilai yang diberikan, melainkan soal kualitas energi dan niat di baliknya. Saat niat itu tulus dan penuh syukur, memberi bukan lagi kewajiban yang menyiksa, melainkan sumber energi hidup yang mendalam.
Contoh ini bisa membantu kita merasakan perubahan energi memberi sebagai pilihan yang membawa kebahagiaan dan kedamaian, bukan kewajiban yang memberatkan. Ketika kita memberi dengan rasa syukur yang menerima pun akan merasakan kedamaian.
Penutup: Artikel ini adalah undangan untuk refleksi, bukan hanya sebuah teori. Mari renungkan: energi seperti apa yang selama ini dipilih---energi yang memberatkan atau energi yang memberdayakan? Cara pandang seperti apa yang sudah menjadi kebiasaan, dan mana yang bisa diganti agar melihat dunia bukan sebagai ajang persaingan, tapi sebagai taman belajar dan berbagi?
Ini bukan soal sempurna, tapi soal kesadaran yang terus tumbuh dan pilihan yang terus diperbarui. Dengan begitu, kita membangun hidup yang tidak dicemari oleh penderitaan akibat perbandingan, melainkan oleh rasa syukur yang membebaskan dan energi pilihan yang menuntun kita pada tujuan hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI