Mohon tunggu...
Umar Faruq
Umar Faruq Mohon Tunggu... Penulis - Hukum Tata Negara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik Hukum Yang Apiratif akan melahirkan Hukum yang responsif sedangkan politik Hukum yang konservatif akan melahahirkan hukum yang tirani dan Ortodok

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dinasti Politik Belum Tersentuh Hukum

19 April 2021   01:50 Diperbarui: 19 April 2021   01:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh ;Umar Faruq, S.H

Negara demokrasi sangat menjunjungung tinggi partisapasi waraga negara dalam memperoreh kukuasaan yang senantiasa membuka ruang bagi rakyat dalam ikut serta kontestasi dalam suatu pencaloanan, namun ini menjadi hal menjadi berbeda saat hak rakyat untuk ikut serta dalam konstestasi politik terhalang oleh dinasti politik yang kian menjelama dalam tubuh demokrasi yang di manfaatkan oleh kerabat anggota keluarga agar tetap exsis memiliki kekuasaan dalam jabatan tertentu, hal ini sangat tidak etis jika ini terapakan dinegara yang demokrati yang membuka puluang berpartisipasi rakyat.

Keberadaan dinasti politik yang terjadi saat ini tidak terlepas, untuk meneruskan jabatan dari keleuarga tertentu atau komonitas tertentu di karenakan masa babatan yang embannya talah habis dan seacara hukum sudah tidak diperbolehkan, dalam rangaka melanggangkan jabatanya maka melibatakan kerabatnya untuk berkontestasi dalam suatu jabatan tertentu. Dinasti politik sering terjadi baiak itu dipemerintahn pusat mauapun pemerintahan daerah bahakan samapai di pemeilihan kepala desa yang sangat lumrah terjadi diengah masyarakat .

Dinasti politik biasanya dikenal dinegara yang monarki dalam pergantian tongkat estafet kemimpinannya di limpahkan kepada keturunannya sesuai mekanisme yang disepakati untuk diangkat. Peraktik semacam ini mulai tumbuh berkembang di negara demokrasi salah satunya Indonesia yang membentangkan politik dinasti dimainkan dalam transisi pergantian mengutip pendaptat Greene dinasti politik telah lamahadir dinegara-negara demokratis, meningkatkan ketidaksetaraaan dalam distribusi kekuasaan politik yang sangat memunkinkan ketidak sempurnaan dalam representasi demokrasi.

Mengutip data dari negari Instute dalam Konstestasi pilkada serentak terdapat 129 calon yang berasal dari dinasti politik 57 menang sementaraa 72 kaalah dari 27 pemenang digugat kemahakamah Konstitusi dari jumlah itu kemudian 5 diantra terpaksa dilakukan dengan pemungutan ulang, dari data yang saya kutip ini bahwa dinasti politik sangat di Indonesia masih sering terjadi di setiap perhelatan pilkada, dan ini sangat memungkinkan akan ada dinasti pulitk di tataran nasional atau Presiden karena bauhnya sudah mulai tercium. Apalagi didesa mungkin sudah tidak asing dinasti politik terjadi.

Secara yuridis memang tidak ada lalarang terkait dinasti politik atau kerabata dari pertahan mencalonkan diri dalam suatu konstestasi karena hak politik adalah hak yang dimiliki oleh segenap warga negara dalam pasal 28D ayt (3) bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, pasal ini yang merupakan salah satu landasan bagi setiap warga negara dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan termasuk dalam pencalonan, dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia mengatur hak pilih dalam pasal 43 setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasrkan persamaan hak melaui pemungutan secara langsung, umum, bebas, rahsia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari pasala ini memberikan bahwa ruang bagi semua wrga negara dalam mendapatkan hak politiknya untuk dipilih dan memilih.

Putusan Mahkamah Konstitusi dengan putusan Mahkamah Konstitusi. yang memutuskan pembatalan terhapat pasal yang melarang adanaya dinasti politik dalam di uji di Mahkamah Konstitusi pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undangterhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .pasal yang di lakukan pengujian terdapat dalam pasal 7 Bersifat diskriminatif dan Inkonstusional menurut Mahkamah, dalam keadaan demikian Pasal 7 huruf r UU 8/2015 tersebut akan sulit dilaksanakan dalam praktik, khususnya oleh

Penyelenggara Pilkada. Sebab, pemaknaan terhadap frasa "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana" itu berarti diserahkan kepada penafsiran setiap orang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain, dapat dipastikan bahwa tidak akan ada kesamaan pandangan terhadap frasa "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana". 

Akibatnya, tidak ada kepastian hukum. Padahal, kepastian hukum terhadap penafsiran frasa "tidakmemiliki konflik kepentingan dengan petahana" itu menjadi penentu hak seseorang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang dijamin oleh Konstitusi. Dengan demikian, telah terang bahwa apabila Pasal 7 huruf r UU 8/2015 dimaknai terlepas dari penjelasannya pun, hal itu tetap bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak memberi kepastian hukum yang potensial merugikan hak konstitusional warga negara, in casu hak untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah;

Mahkamah Konstitusi menyinggung juga Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003, bertanggal 24 Februari 2004, yang di dalam pertimbangan hukumnya, antara lain, menyatakan: "memang Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan terhadap hak dan kebebasan seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut haruslah didasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan Proporsional serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud "semata-mata untuk menjaminpengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbanganmoral, nilai-nilai agama, keamanan, danketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis" Di samping itu persoalan pembatasan hakpilih (baik aktif maupun pasif) dalam dalam pemilihan umum lazimnya hanya didasarkan atas pertimbangan ketidakcakapan misalnya faktor usia dan keadaan jiwa, serta ketidak mungkinan (impossibility) misalnya karena telah dicabut hak pilihnya oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pada umumnya bersifat individualdan tidak kolektif."

Dapat dipahami dinasti politik yang terjadi mulai dari pusat sampai Samapi desa sudah mengakar bahkan hukum sendiri tak mampu menyentuh, karena dinasti politik sendiri akan selalu di benturkan dengan hak politik warga negara yang menjadi membaca adanya dinasti. Ketidak seimbangan kompetesi saat terjadi perhelatan kontestasi politik yang menguntungkan mereka yang punya koneksi terhadap inkamben yang sulit dibuktikan. 

Salam Konstitusi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun