Mohon tunggu...
Uliviana RH
Uliviana RH Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penikmat Musik, Film, Teh dan Cemilan manis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iklan, Tubuh dan Maskulinitas: Sebuah Arena Produksi Kultural

4 Agustus 2022   11:28 Diperbarui: 4 Agustus 2022   11:33 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tubuh adalah penjara/ makan jiwa -Plato

Tubuh manusia dapat dianggap sebuah mesin -Descartes

Tubuh adalah saya...Saya adalah tubuh -Sarte

Media telah mempercepat, memperkuat, dan melekatkan peran tradisional komunikasi sehingga bisa diartikan media menebalkan dunia semu sehingga menambah jarak antara manusia modern dengan dunia nyata (Rivers, 2004:31). Pada satu sisi kita bisa melihat peran dominan media massa sebagai pengontrol opini publik dan nilai-nilai apa saja yang bisa berkembang dalam masyarakat, di sisi lain, media massa juga tampil sebagai alat yang memperkuat pola-pola pikir dan perilaku lama msyarakat yang menyulitkan untuk melakukan perubahan. Pada pendapat lain, McLuhan menyatakan bahwa media merupakan "wujud perluasan" dari manusia (dalam rivers 2004:37). Media massa menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia terlebih lagi pada kehidupan bermasyarakat.  

Pengaruh media massa terasa lebih kuat pada masyarakat modern terutama di saat teknologi informasi sudah sedemikian massifnya. Siaran Televisi, Radio, hingga Majalah dan Koran pun sudah beralih kepada tayangan/ layanan digital yang dapat diakses dengan mudah melalui berbagai macam gadget. Tingginya media exposure terhadap masyarakat memberikan dampak kuatnya efek pesan media yang ditangkap oleh masyarakat. Dengan kata lain, pada masyarakat modern, efek media massa terasa lebih kuat dan mempengaruhi gaya hidup masyarakat serta menjadi unsur penting dalam perkembangan budaya masyarakat. Dengan memahami hal ini, kita dapat membangun kesadaran dan kritisasi terhadap peran media dan efek yang dihasilkannya. Willian (2010:579) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa; "By becoming more aware in content and language media can present a clearer and more accurate picture of the roles and abilities of both women and men in society". Dari pernyataan ini, kita memperoleh pemahaman bahwa melalui tayangan media dan pesan yang disampaikannya baik secara verbal maupun nonverbal, media dapat membangun tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik, yang mengedepankan aspek kesetaraan bagi perempuan dan juga laki-laki.

Peran media yang begitu sentral dalam lingkungan sosial masyarakat tak ayal menjadikan media tidak hanya sekedar institusi berorientasi profit tetapi juga institusi budaya. Efek pesan media merupakan proses interaksi yang terjadi antara media dengan masyarakat. Proses interaksi media-masyarakat ini merupakan proses konstruksi sosial yang berlangsung terus menerus antara media dengan masyarakat. Masyarakat bukanlah khalayak pasif yang menerima begitu saja informasi yang disiarkan oleh media namun juga ikut mengolah, membentuk, dan menyimpan informasi yang dapat memenuhi kebutuhannya secara kultural.

Bourdieu (2009) menuliskan bahwa representasi yang diproyeksikan individu maupun kelompok melalui praktik sosial adalah bagian integral dari realitas sosial. Kelas dalam masyarakat ataupun dalam diri individu ditentukan oleh bagaimana ia dipersepsi dan bagaimana dia mempersepsi, oleh apa yang dikonsumsinya, maupun oleh posisinya di dalam relasi-relasi produksi. Di dalam kerangka kerja semacam inilah Bourdieu kemudian mengembangkan konsepnya yang terkenal dengan istilah: "habitus" dan "arena". Dalam habitus kita akan berkenalan dengan alternatif dari subjectivisme (yang meliputi: kesadaran, subjek, dsb). Kita bisa menggambarkan ini sebagai "logika permainan" (feel the game), sebuah rasa praktis yang mendorong agen-agen untuk bertindak dan bereaksi dalam situasi tertentu/ spesifik dengan cara-cara yang tidak dikalkulasikan sebelumnya dan bukan sekedar kepatuhan sadar pada aturan-aturan melainkan seperangkat disposisi yang melahirkan praktik dan persepsi. Arena produksi kultural terbagi atas dua sub-arena, yaitu: Arena-produksi terbatas dan Arena-produksi skala-besar. Arena produksi terbatas berkaitan dengan apa yang biasanya kita anggap sebagai seni "tinggi", contoh: music klasik, seni plastis atau sastra serius. Di dalam sub arena ini, kompetisi posisi di antara agen-agen Sebagian besar bersifat simbolis, melibatkan prestise, konsekrasi dan sebrasi artistik.

Arena produksi kultural Bourdieu bisa kita lihat dalam iklan. Iklan sebagai produk media massa juga memiliki peran penting dalam perkembangan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Iklan merefleksikan realitas budaya dan berusaha untuk mengubah gaya hidup masyarakat. Pada awal perkembangannya iklan adalah bagian penting dalam kegiatan promosi sebuah produk yang menekankan pembentukan citra pada produk tersebut. dengan demikian, objek iklan tak lagi sekedar tampil dengan wajah utuh tetapi melalui proses pencitraan, dihasilkan cita produk yang lebih kuat dibandingkan dengan produk itu sendiri untuk kemudian cita produk diubah menjadi citra produk. Proses mengubah cita menjadi citra dilakukan dengan membangun interaksi simbolik antara objek iklan dengan produk. Fokus perhatian pada makna simbolis konsumen iklan yang ditampilkan dalam iklan itu sendiri, di mana simbol-simbol budaya dan kelas sosial menjadi bagian dominan dalam kehidupannya.

Iklan memang tidak berusaha meningkatkan kualitas individu atau masyarakat, karena iklan hanya menonjolkan nilai-nilai material (Rivers, 2004:340). Iklan menciptakan apa yang disebut dengan kesadaran palsu bahwa produk tersebut produk untuk (dan hanya untuk) kalangan yang dicitrakan oleh iklan. Jika produk tersebut memperlihatkan citra seorang laki-laki yang mapan dan sukses, maka konsumen akan melihat dirinya melalui cerminan citra tersebut. Begitupun dengan Citra maskulin. Maskulinitas merupakan stereotipe laki-laki dalam realitas sosial nyata dan untuk menggambarkan realitas tersebut, maka iklan mereproduksinya ke dalam realitas media, tanpa memandang bahwa yang digambarkannya itu sesuatu yang riil atau sekedar mereproduksi realitas itu ke dalam realitas media yang penuh kepalsuan.

Iklan di media mengalami tahap yang disebut sebagai representasi. Misalnya, iklan Rokok dengan mayoritas konsumen adalah laki-laki, bertujuan agar produknya di beli oleh konsumen laki-laki. Oleh sebab itu dalam iklan rokok tercipta ilusi bagaimana laki-laki terlihat jika ia memilih produk rokok tersebut, mulai dari terlihat: gagah, pemberani, atau casual dan santai tapi juga terlihat sukses, teguh dan disenangi wanita. Pesan apa yang dibawa oleh iklan-iklan ini? Bahwa menjadi laki-laki membutuhkan simbolisasi dan pengakuan yang disepakati masyarakat. Iklan-iklan tersebut tak lagi memberikan informasi produk tetapi menciptakan ketergantungan psikologis terhadap konsumennya, dan secara luas terhadap masyarakat. Konsumen Kopi dan Rokok akan membeli kopi tidak lagi karena ia sekedar butuh kopi ataupun rokok tetapi juga karena produk tersebut merepresentasikan identitas yang diinginkannya. Keinginan yang terbentuk karena masyarakat membangun struktur sosialnya berdasarkan karakteristik kelas-kelas sosial dan budaya; apakah sebagai laki-laki yang memiliki prinsip kuat, laki-laki generasi milenial atau laki-laki sukses?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun