Mohon tunggu...
Ulfa I I
Ulfa I I Mohon Tunggu... -

Seorang penyuka politik, jurnalisme, dan aktivis pergerakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jaker Kecam Pelarangan Pemutaran Film “Balibo Five”

19 Desember 2009   09:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:52 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta (Berdikari Online)-Pengurus Pusat Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker) menganggap pelarangan pemutaran film "Balibo Five" sebagai keputusan anti-demokrasi, tidak ilmiah, dan tidak berkebudayaan. "Ini adalah film documenter sejarah yang dapat menambah perbendaharaan informasi mengenai sejarah kita. Sejarah itu kan tidak hanya mencatat zaman keemasan atau hal-hal yang baik saja, tetapi juga harus mencatat hal yang kelam dan buruk di masa lalu," ujar Ketua Umum Jaker Tejo Priyono dalam pernyataan pers di Jakarta, Sabtu (19/12). Tejo Priyono menjelaskan, pemerintah atau pihak tertentu memang berhak untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap film ini, namun tidak boleh menggunakan otoritasnya untuk melarang peredaran film ini. "pihak yang kurang setuju terhadap film ini bisa membuat klarifikasi atau film pembanding," tegasnya. Ada hal yang sangat penting, lanjutnya, bahwa film ini berusaha mengangkat sebuah fakta penting dibalik invasi militer Indonesia ke Timor Lester pada tahun 1975, sebuah fakta baru yang menyegarkan dan berbeda dengan penulisan sejarah dominan. "Kita harus mengakui masa kelam bangsa kita, kemudian berusaha meminta maaf kepada sejarah masa lalu dan generasi mendatang. Ini penting sebagai proyek menghilangkan luka-luka dan borok memalukan dalam sejarah," ujarnya. Dikatakannya, rejim orde baru yang mensponsori invasi militer ini telah dijatuhkan oleh gerakan reformasi pada tahun 1998, dan ini membongkar begitu banyak kebobrokan dan penyelewengan rejim ini di masa lalu. "Kisah film ini bisa dianggap salah satu sisi kelam dari kediktatoran Orde baru," katanya. Tejo menganjurkan agar pemerintah sebaiknya memberi ruang kepada pekerja film di dalam negeri untuk melahirkan karya-karya bernilai progressif. Ini dilakukan dengan memberikan dukungan politik dan juga fasilitas untuk berkarya. Dimuat di: http://papernas.org/berdikari/index.php?option=com_content&task=view&id=635&Itemid=44

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun