Mohon tunggu...
UKMPRIMAUINSMHBANTEN
UKMPRIMAUINSMHBANTEN Mohon Tunggu... Organisasi -

Bergerak dalam bidang penelitian Sosial, Pendidikan, Agama, dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berharap

5 April 2019   16:36 Diperbarui: 5 April 2019   16:41 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Ibnu Laksana Aulia Ramdani

"Ada kalanya kita harus berhenti berharap. Bukan karena tak mampu lagi, melainkan karena yakin, bahwa ada yang lebih baik lagi."

Harapan. Semua orang pernah berharap, dan saya yakin begitu pun kamu. Kamu boleh berharap, namun kamu tidak boleh sembarang berharap. Kamu harus tahu berharap kepada siapa; apakah orang yang kamu harapkan itu pantas diharapkan; apakah orang yang kamu harapkan itu bisa diharapkan, atau justru akan mengecewakan.

Berharap memang bukan sebuah kesalahan, namun bukan berarti kamu tidak bisa salah dalam berharap.  Salah dalam berharap? Ya, saat kamu mengharapkan hal yang salah, lebih tepatnya mengharapkan sesuatu yang tidak seharusnya, atau yang sebenarnya tidak perlu kamu harapkan.

Ada hal yang pantas diharapkan, dan ada yang tidak pantas untuk diharapkan. Contohnya, saat kita jatuh cinta kepada makhluk.

Siapa yang tidak mengerti cinta? Namun apakah kamu tahu bahwa terkadang, cinta berarti suatu masa ketika kamu harus mulai belajar untuk memasrahkan, bukan memaksakan.

Ada sebuah kisah yang mungkin tidak asing, tentang Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Mereka yang saling menjaga untuk akhirnya menyatu.

Biar saya ceritakan sedikit kisahnya. Konon, Ali bin Abi Thalib ini dulunya adalah teman kecilnya Fatimah. Sewaktu keci, beliau sering sekali bermain bersama Fatimah. Semakin beranjak dewasa, Ali bin Abi Thalib pun menyimpan rasa kepada Fatimah.

Tentu, Ali pun mengharapkan Fatimah menjadi jodohnya. Namun di sisi lain, Ali merasa tidak pantas untuk Fatimah. Pada akhirnya, hanya harapanlah yang tersisa untuk Ali. Dia hanya bisa berharap dan terus berharap.

Tidak sebatas itu, Ali mengerti bahwa rasa bukanlah  sekedar harapan tanpa adad pembuktian. Ketidakadaan harta dan materi untuk membahagiakan Fatimah tidak lantas membuat Ali putus harapan, Baginya, ketika kita cinta, tugas kita adalah menyerahkannya kepada Sang Pemilik Cinta, sebab cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta tidak berarti harus memiliki, sebab sejatinya cinta adalah anugerah, pemberian. Jika kau merasakan cinta, maka itu adalah anugerah. Bersyukurlah, sebab dengan keberadaannya membuat kita memiliki semangat, dengan keberadaannya, kita memiliki hal yang berbeda di dalam hati. Maka janganlah langsung berputus harapan, melainkan syukurilah.

Suatu hari, Abu Bakar datang kerumah Rasulullah untuk melamar Fatimah. Bayangkan seorang Abu Bakar, sahabat kesayangan Rasulullah, datang melamar Fatimah. Padahal, saat itu Ali sangat mencintai Fatimah. Sementara Abu Bakar adalah sahabat rasul yang sangat dekat. Mungkinkah Rasulullah menolaknya? Sahabat dekatnya? Terlebih beliau adalah orang yang saleh, taat, dan dermawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun