Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengenal Lebih Dekat Produk-produk Inovatif Balitbang PUPR di CFD Dago

5 Desember 2017   22:15 Diperbarui: 5 Desember 2017   22:31 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu poster yang dipresentasikan dalam acara Publikasi Produk Litbang Terpadu (Sumber: Dokpri)

Dulu saya selalu menganggap ilmuwan dan peneliti itu bagaikan bekerja di atas menara gading yang tak tersentuh. Kadang saya mencibir mereka bekerja hanya pakai kacamata kuda, mengulik disiplin ilmu spesialisasinya tanpa melihat problem dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Anggapan ini tak lain karena saya sering mengamati bahwa hasil kerja mereka seolah hanya berputar diranah ilmiah, terlalu teknis dan akademis sehingga nyaris tak menyentuh kebutuhan masyarakat terkini.

Namun, anggapan tersebut pupus saat saya mengikuti Acara Publikasi Produk Litbang Terpadu yang diselenggarakan Balitbang PUPR hari minggu (19/11/2017) kemarin. Apa pasalnya?  

Matahari masih malu-malu memancarkan sinarnya ketika saya melangkah keluar dari mobil travel yang mengantar saya dari Purwakarta menuju kota kembang ini. Dari Baltos, lokasi pool travel yang saya tumpangi, saya segera berjalan menuju kawasan Car Free Day di sekitaran jalan IR. H. Djuanda, Dago Bandung.

Minggu pagi itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BalitbangPUPR) menyelenggarakan acara Publikasi Produk Litbang Terpadu yang mengambil lokasi di Eduplex Dago, yang kebetulan berada di kawasan tempat digelarnya Car Free Day. Saya bersama kompasianer lainnya diundang untuk mengikuti acara tersebut.

Acara yang bertajuk "Ciptakan Lingkungan Sehat Dengan Inovasi BALITBANG" ini dikemas cukup variatif. Beragam acara digelar di acara yang diselenggarakan dalam rangka Hari Bakti PU Ke-72 ini. Sebut saja, ada jalan santai, games, senam aerobik dan zumba, live musik akustik, photobooth dan diskusi ringan seputar produk inovatif yang dihasilkan BalitbangPUPR.

Keseruan Acara BalitbangPUPR di CFD Dago (Sumber: Dokpri)
Keseruan Acara BalitbangPUPR di CFD Dago (Sumber: Dokpri)
Saya membawa pertanyaan dan rasa penasaran ke acara ini, apakah produk peneliti di BalitbangPUPR ini serupa dengan mereka yang bekerja di kampus-kampus akademis atau lembaga peneliti yang kadangkala tak bisa diaplikasikan secara langsung? Apakah hasil kerja mereka serupa para pemenang nobel kimia dan fisika yang tak bisa saya pahami?

Tak perlu menunggu lama, pertanyaan dan rasa penasaran saya tersebut sedikit terjawab bahkan semenjak saya tiba di lokasi acara. Saya melihat ada beragam poster produk BalitbangPUPR yang dipamerkan di sepanjang jalan di depan lokasi acara. Ketika membaca informasi yang ditulis dalam poster-poster tersebut, saya dibuat kaget.

Ada sekitar tujuh atau delapan poster yang disebar di sekitar lokasi acara. Poster-poster tersebut menampilkan produk-produk inovatif yang dihasilkan para peneliti di BalitbangPUPR. Sebut saja sebagian diantaranya; RISHA  berupa Rumah layak huni dan terjangkau yang dapat dibangun dengan sistem modular layaknya bongkar pasang lego, ABDULAH berupa akuifer buatan daur ulang air hujan yang bermanfaat untuk menyuplai ketersediaan air wudhu di mushola atau langgar, atau Teknologi campuran aspal plastik yang memanfaatkan limbah plastik kresek sebagai bahan campuran aspal.

Beragam produk hasil penelitian BalitbangPUPR dipresentasikan di CFD Dago (Sumber: dokpri)
Beragam produk hasil penelitian BalitbangPUPR dipresentasikan di CFD Dago (Sumber: dokpri)
Selain poster, satu benda yang mencolok mata adalah sebuah kotak bank sampah berwarna hijau yang ditempatkan di trotoar persis di depan Eduplex. Selain untuk menampung sampah pengunjung Car Free Day, kotak ini juga difungsikan untuk menampung sampah hasil gerakan pungut sampah para peserta jalan santai. Nantinya plastik-plastik yang terkumpul akan dijadikan bahan untuk campuran aspal plastik.

Peserta jalan santai HarbakPU memasukkan sampah yang dikumpulkan sepanjang jalan untuk kemudian dijadikan bahan campuran aspal plastik (sumber: dokrpri)
Peserta jalan santai HarbakPU memasukkan sampah yang dikumpulkan sepanjang jalan untuk kemudian dijadikan bahan campuran aspal plastik (sumber: dokrpri)
Yang membuat saya kaget adalah produk-produk penelitian mereka begitu aplikatif, prinsipnya sederhana, dan yang pasti mampu menjadi solusi bagi permasalahan terkait lingkungan dan permukiman yang masih banyak dihadapi masyarakat Indonesia. Anggapan saya bahwa produk penelitian itu terkesan rumit dan tak bisa dipahami masyarakat awam pun terhapus sudah. Saya pikir produk-produk Inovatif BalitbangPUPR ini mampu menerjemahkan disiplin ilmu mereka dalam menjawab kebutuhan masyarakat.

Yang menarik dari acara ini adalah cara Balitbang PUPR dalam mensosialisasikan produk-produk hasil penelitian mereka ini. Memilih lokasi car free day sebagai tempat untuk memamerkan masyarakat tentang produk-produk hasil penelitian bagi saya adalah hal yang kreatif. Disini mereka bisa  menjaring lebih banyak orang untuk melihatnya, dibanding menggelarnya di tempat-tempat resmi seperti exhibition hall, galeri atau gedung pemerintahan.

Pengunjung Car Free Day sedang melihat-lihat beragam produk penelitian yang dipamerkan (sumber: dokpri)
Pengunjung Car Free Day sedang melihat-lihat beragam produk penelitian yang dipamerkan (sumber: dokpri)
Berapa banyak dan siapa sih orang yang mau menyengajakan datang ke gedung yang menggelar produk penelitian? Paling-paling yang datang orang pemerintahan atau anak-anak sekolah dan kuliahan, itu pun mungkin hanya sebatas melaksanakan tugas kantor atau tugas sekolahnya. Di Car Free Day saya menyaksikan bagaimana pengunjung dengan beragam latar belakang yang melintas lokasi acara bisa melihat dan menyimak produk-produk inovasi Balitbang PUPR tersebut.

"Kalau ABDULAH ini diterapkan di setiap masjid atau mushola, saya pikir ini bisa membantu penyediaan suplai air bersih untuk keperluan wudhu. Sepertinya cara membuat dan perawatannya murah dan gak ribet," Kata Pak Rasyid, salah satu pengunjung Car Free Day ketika saya tanya komentarnya tentang salah satu produk inovasi Balitbang PUPR yang dipajang di lokasi acara.

==

Selepas acara jalan santai dan senam bersama, saya bersama empat komapsianer lain berkesempatan untuk berbincang dengan dua orang peneliti dari Pusair (Pusat Litbang Sumber Daya Air) BalingbangPUPR, Ibu Nur Fizili Kifli dan Pak Eko Winar Irianto. Oh ya, BalitbangPUPR sendiri mempunyai empat pusat penelitian, yaitu Pusair, Pusjatan (Pusat Litbang Jalan dan Jempatan), Puskim (Pusat Litbang Permukiman), dan PKPT (Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi).

Berbincang dengan Ibu Nur Fizili Kifli dan Pak Eko WInar Irianto, dua peneliti Pusair BalitbangPUPR (Sumber: Dokpri)
Berbincang dengan Ibu Nur Fizili Kifli dan Pak Eko WInar Irianto, dua peneliti Pusair BalitbangPUPR (Sumber: Dokpri)
Dari kedua peneliti Pusair ini, saya berkesempatan untuk menggali informasi lebih jauh tentang tiga produk hasil penelitian Pusair yang turut disosialisasikan di acara ini, yaitu EcoTech Garden, ABSAH,dan ABDULAH.

Tiga produk inovatif hasil penelitian Pusair BalitbangPUPR (Sumber: Dokpri)
Tiga produk inovatif hasil penelitian Pusair BalitbangPUPR (Sumber: Dokpri)

EcoTech Garden pada dasarnya adalah pengolahan air kotor domestik (grey water) dengan memanfaatkan prinsip penyerapan zat-zat organik oleh tumbuh-tumbuhan. Cara kerjanya terhitung sederhana, dimana air limbah domestik tersebut dialirkan pada instalasi pengolahan berupa taman yang ditumbuhi dengan tumbuhan yang mampu menyerap zat pencemar, seperti amoniak, nitrogen dan fosfor.

Ketiga unsur tersebut terdapat dalam detergen namun berguna sebagai unsur nutrisi bagi tumbuhan. Diharapkan efluen atau air yang keluar dari instalasi ini sudah bebas zat pencemar, sehingga tidak mencemari lingkungan.

Pada prinsipnya semua jenis tumbuhan bisa digunakan untuk penerapan teknologi ini. Namun karena digunakan untuk pengolahan air, ia harus berupa tanaman yang bisa hidup di lingkungan yang basah atau banyak air. Kalau merujuk pada poster yang dipamerkan di lokasi acara, saya mencatat beberapa jenis tanaman yang bisa digunakan, antara lain Cyperus Papyrus, Typha Angustifola,Pontedaria Cordata, Cana Air, Pisang air, dan Melati air.

"Yang jelas jangan tanaman pangan,...tanaman hias bisa digunakan tapi biasanya harganya mahal kan ya?  Yang pasti yang bersifat rumput-rumputan,.." kata Pak Eko tentang kriteria tanaman yang sebaiknya digunakan dalam EcoTech Garden ini.

"Teknologi ini bisa digunakan dalam skala rumah tangga maupun komunal. Namun bagusnya sih EcoTech Garden ini diterapkan secara komunal ya,.. karena instalasinya yang berupa taman bisa bermanfaat secara estetika, jadi taman publik," terang Pak Eko menjelaskan lebih lanjut. "Sebaiknya memang EcoTech Garden ini diaplikasikan dalam lahan yang luas, karena kita perlu mengalirkan airnya dengan debit yang lambat, agar mudah diserap tumbuhan tersebut. Kalau luas kan bisa digunakan sebagai ruang terbuka hijau."

Apakah produk ini sudah diterapkan di masyarakat? Ibu nur menjawab, "Secara komunal EcoTech Garden sudah diaplikasikan di Kelurahan Cideng, Jakarta dan pada instalasi pengolahan limbah Bojongsoang."  

Ibu Nur Fizili kemudian menjelaskan lebih lanjut soal ABSAH, produk inovasi berupa Bangunan Penyedia Air Baku mandiri. Katanya, iplementasi ABSAH ditujukan untuk daerah yang sulit air tanah, namun memiliki potensi air hujan yang cukup baik.

"ABSAH itu Akuifer Buatan Saringan Air Hujan. Jadi kita mengikuti prinsip akuifer air tanah yang mengalir dari permukaan ke dalam tanah yang melewati berbagai saringan lapisan tanah," Kata Ibu Nur Fizili mengenai prinsip teknologi ABSAH ini.

"Sebenarnya ABSAH ini meniru proses perjalanan air melewati lapisan tanah alami. sehingga ia akan lebih baik, paling tidak untuk air baku," tambah Pak Eko melengkapi.

Cara kerja yang digunakan adalah dengan menampung air hujan, kemudian mengolahnya dengan berbagai teknologi pengolahan air sederhana, sehingga keluarannya bisa berupa air baku yang layak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. ABSAH ini hanya digunakan untuk skala komunal. Ini tak lepas dari luasan instalasi yang perlu dibangun serta kapasitas tamping air hujan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan skala besar.

Apa bedanya ABSAH dengan Penampung Air Hujan (PAH) biasa? Dalam ABSAH air hujan ditampung dalam bak besar, kemudian dialirkan pada sekat-sekat penyaringan atau filter. Ada proses pengolahan lebih lanjut disana.

"Kalau penampung air hujan biasa kan air ditampung kemudian digunakan langsung. Nantinya tak bisa disimpan dalam waktu lama, kualitasnya cepat berubah, juga kalau ditampung lama akan tumbuh lumut sehingga kurang baik untuk digunakan, tidak higienis" Jelas Ibu Nur Fizili.

Satu catatan yang diberikan Ibu Nur Fizili adalah bahwa air ABSAH ini air yang mahal, jika melihat proses penyaringan yang dilakukan dan juga biaya untuk instalasinya. Namun dalam pemeliharaannya bisa terhitung murah. Karena itulah untuk mengeluarkan ari dari instalasi ABSAH ini harus menggunakan pompa air, timba dan tidak digelontorkan sesukanya. Ini tak lain agar pengeluarannya terkontrol sehingga diharapkan ia bisa memenuhi kebutuhan komunitas dalam rentang waktu sepanjang tahun.

Setipe dengan ABSAH, ABDULAH juga pada dasarnya adalah instalasi yang berfungsi untuk menangkap air hujan. Hanya saja instalasi ABDULAH ini lebih spesifik untuk memenuhi kebutuhan air wudhu, sehingga ia ditujukan untuk diterapkan di masjid atau mushola. Bedanya dengan ABSAH, dalah dalam instalasi ini air yang telah digunakan untuk air wudhu kemudian dialirkan balik menuju tempat penampungan setelah melewati sederet pengolahan filter. Instalasinya bisa disesuaikan dengan ketersediaant tanah.

==

Jika melihat produk-produk penelitian yang dihasilkan BalitbangPUPR ini, saya optimis sebenarnya permasalahan lingkungan permukiman yang ada di masyarakat kita bisa diatasi. Produk-produk BalitbangPUPR terhitung lengkap. Teknologi campuran aspal dan plastik jelas-jelas bisa mengurangi tumpukan sampah di masyarakat. ABSAH bisa dibangun di wilayah yang kesulitan air tanah. RISHA bisa jadi solusi untuk mengatasi backlog perumahan di negeri ini, atau EcoTech Garden untuk mengurangi pencemaran sungai-sungai perkotaan yang warnanya relatif seragam hitam pekat.

Mungkin yang perlu diperhatikan ke depannya adalah bagaimana sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat selaku end users dari produk BalitbangPUPR ini, termasuk soal distribusi dan implementasinya di berbagai daerah sesuai dengan karakteristik permasalahan lingkungan yang dihadapinya. Karena itu, saya pikir dibutuhkan kerjasama yang efektif dari semua stakeholder yang terlibat, bukan hanya dari BalitbangPUPR saja tapi juga dari instansi lain serta pemerintah daerah agar penerapannya bisa efektif dan berkelanjutan.

Selamat Hari Bakti PU Ke-72. Semoga saja kedepannya akan semakin banyak produk-produk inovatif lain yang dihasilkan oleh BalitbangPUPR sebagai solusi bagi permasalahan lingkungan kita.

Kompasianer KBandung di Acara Publikasi Produk Litbang Terpadu BalitbangPUPR di CFD Dago (Sumber: Dokpri)
Kompasianer KBandung di Acara Publikasi Produk Litbang Terpadu BalitbangPUPR di CFD Dago (Sumber: Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun