Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pilkada, memilih yang ambisius atau yang tulus ?

31 Juli 2015   11:45 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:49 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Prinsip yang dipegang oleh seorang nabi-rasul berkaitan dengan masalah amanat kekuasaan adalah : berikan kekuasaan kepada orang yang TIDAK menginginkannya,sebab itu seorang rasul pasti tidak akan memberikan kekuasaan itu kepada orang yang ditengarai sangat menginginkannya (ambisius).sebab dibalik ambisinya akan kekuasaan seorang manusia BISA memiliki ambisi tertentu yang diluar dari amanat yang diberikan kepadanya.sebab itu dimasa kerasulan nabi Muhammad S.A.W serta dimasa pemerintahan para sahabat nabi beliau dan para sahabatnya secara hati hati memilih orang orang tertentu yang sangat dipercayainya untuk memegang jabatan publik misal untuk jabatan gubernur.saat itu tentu saja kursi jabatan tidak diperebutkan sehingga tak ada yang ramai ramai mendaftar menjadi calon kepala daerah misal,disaat itu tak ada jalan bagi seorang yang ambisius untuk meraih tampuk kekuasaan bahkan andai ia memiliki harta yang melimpah,sebab saat itu jabatan publik ditunjuk langsung oleh Rasul atau oleh kesepakatan para anggota majelis permusyawaratan orang orang bijak-berilmu (mungkin semacam gabungan DPR-DPRD+majelis ulama kalau untuk sekarang?).

Saat itu kekuasaan identik dengan sesuatu yang sakral yang berkaitan atau dikaitkan dengan amanat Ilahi sehingga harus dipegang hanya oleh orang orang yang telah terpercaya-berakhlak baik memiliki keimanan yang kuat dan dipandang berbahaya memberikan amanat kekuasaan kepada sembarang orang. walau sebagian menganggap cara yang dilakukan di zaman Rasul sudah ‘kuno’ atau ‘ketinggalan zaman’ tetapi yang namanya ‘nilai’ yang didalamnya mengandung kebenaran itu bersifat permanen-abadi tak akan lekang oleh zaman walau andai manusia melupakannya

Pertanyaannya kini : apakah prinsip demikian masih dipegang dan atau masih dapat bisa diterapkan di zaman ini ataukah di zaman ini sistem telah berganti dan semua telah menjadi serba terbalik (?) .. memang tidak mudah mencontoh secara total kepada teladan teladan masa silam walau harus diusahakan untuk meneladaninya.tetapi apapun realitas yang kini telah terjadi atau apapun system yang telah diberlakukan sebagai masyarakat  minimal berupayalah setidaknya untuk tetap melakukan yang terbaik dengan berupaya tetap berpegang pada hal yang bersifat prinsipil bahwasanya upayakan memberikan kekuasaan kepada orang yang tidak ambisius-kepada yang tidak mau menghamburkan uang untuk meraih kekuasaan-kepada yang tidak melakukan trik trik politik yang negative-kepada orang yang menurut mata batin kita berniat tulus hanya ingin mengabdi kepada Tuhan dan masyarakatnya

Walau bukan berarti tiap yang namanya ‘ambisi’ itu selalu berkonotasi negative sebab bila seorang calon pemimpin memiliki ambisi untuk memperbaiki keadaan masyarakatnya dan membawa kearah yang lebih baik dan lebih diridhai Ilahi maka masyarakat mesti mendukungnya,sehingga bila dikembalikan kepada faktor manusianya maka ada ambisi yang positif dan yang negative,hanya masalahnya, tidak sebagaimana system yang diberlakukan oleh Rasul-para khalifah yang secara ketat hanya memberi jalan kepada orang tertentu, system demokrasi nampak lebih longgar sehingga bisa memberi jalan kepada berbagai fihak dengan ambisi yang berbeda beda

Tidak perlu berpanjang panjang membahas masalah ini,to the point saja : andai-apabila ada seorang yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah dengan yang bersangkutan rela mengeluarkan uang sedemikian banyaknya apalagi dengan jalan menyuap publik dengan uang atau dengan janji janji politik yang muskil-yang mustahil untuk dilaksanakan atau dengan cara apapun yang bersifat negative demi untuk pemenangan dirinya maka waspadalah sebaiknya ingatlah kepada prinsip yang dipegang oleh rasul dan sahabatnya itu

Sebaliknya, bersimpatilah andai ada calon kepala daerah yang nampak tidak memperlihatkan ambisi yang berlebihan-tidak membuat trik trik politik yang negative,tidak mengumbar janji yang muluk muluk yang beliau bersedia maju kedepan lebih karena berbekal niat tulus demi mengabdi kepada masyarakat dan karena memang didorong untuk maju oleh masyarakat banyak yang menginginkannya untuk menjadi pemimpin mereka dimana ia tidak melakukan suap atau rekayasa politik apapun terhadap masyarakat yang mendorong atau mendukungnya itu


Tetapi masalahnya lalu : bagaimana membedakan antara calon kepala daerah atau calon pengemban amanat masyarakat yang ambisius dan yang tulus ? memang sulit tetapi bukan tak mungkin kita bisa melihatnya setidaknya secara intuitif, mungkin akan ada ciri ciri tertentu yang bisa terlihat bila kita jeli memperhatikannya,yang jelas waspada andai ada yang mencoba mempengaruhi publik dengan menggunakan uang atau fasilitas kekuasaan atau fasilitas lain demi untuk meraih jabatan.sebab yang demikian-yang rela mengeluarkan uang banyak-yang rela menyuap demi meraih kekuasaan kelak malah bisa jadi (maaf) calon koruptor (!) … atau minimal menjadi ‘pemain politik’, bukan pengemban amanat Ilahi serta amanat masyarakat sebagaimana yang seharusnya yang diperintahkan agama

Atau salah satu parameter yang nampak sangat kentara dari seorang yang sangat ambisius terhadap kekuasaan adalah apabila yang bersangkutan lalu gagal atau kalah bersaing dalam perebutan kursi jabatan dan lalu mengalami stress berat hingga harus masuk ke rumah sakit jiwa,yang begini ini sangat riskan andai berhasil memangku jabatan sekalipun,riskan melakukan penyimpangan penyimpangan maksudnya

Atau, bila telah secara jelas menurut mata batin kita ambisi dari seseorang yang nampak teramat sangat menginginkan kekuasaan sehingga melakukan trik trik politik yang negative serta rela menggelontorkan uang dalam jumlah banyak maka waspadalah nampaknya kita mesti ingat kepada prinsip yang dipegang oleh Rasul-para sahabat diatas.dan-sebab yang harus kita ingat adalah dampak negative jangka panjangnya kelak terhadap masyarakat banyak apalagi dengan banyak terjadinya kasus korupsi atau aneka ‘permainan politik’ semacam politik transaksional-barter politik-politik uang dlsb. maka prinsip yang dipegang oleh Rasul tadi dari awal mulanya nampak mesti dipegang erat erat.walau mungkin akan nampak sulit tetapi bukankah lebih baik berupaya daripada tidak atau pasrah samasekali ?

 

………………………………

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun