Itulah pola dualisme dalam realitas, Betapapun kita menyangkalnya maka kita akan selalu kembali kedalamnya.Anda menyangkal satu sisi tapi tanpa sadar anda tengah memposisikan diri di satu sisi dari dua aspek yang berpasangan.
Siapa yang bisa menyangkal dualisme kalau itu melekat sebagai pola pikir manusia yang normal (?) Karena penyangkalan itu sendiri akan merupakan bagian dari dualisme.Anda menyangkal kemutlakan itu jadi bukti bahwa disamping yg mutlak memang ada yg relatif-dan dibalik yg relatif ada yg mutlak
Siapa yang bisa menyangkal benar-salah yang jelas-terang benderang ketika dalam satu momen ia akan digiring untuk memilih satu diantara dua pilihan ; benar atau salah,baik atau buruk,A atau B.Atau dipaksa berhadapan dengan sesuatu yang mutlak-pasti dan tidak berubah (?)
Maka prinsip bahwa "semua adalah relatif" atau "semua absurd"-"semua tanpa makna"-"semua kosong" itu seperti retorika yang tidak membumi-tidak berpijak pada kenyataan-sekedar filosofi pelarian dari cahaya kebenaran
Ketika kita berhadapan dengan konsep ilmu pengetahuan maka anda akan dipaksa memainkan prinsip benar atau salah-bila tidak mau terima maka ilmu pengetahuan itu tidak bisa anda genggam. Ketika bicara masalah etika-moral anda akan dipaksa berpikir soal baik atau buruk-betapapun pandangan soal ini berbeda beda tapi acuannya tetap konsep baik dan buruk
Ketika anda menggumuli ilmu logika maka anda akan digiring untuk membuat simpulan akhir antara A atau B-tak bisa lari pada prinsip pluralitas dan keragaman-karena kebenaran logic menuntut tetapan dualistik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI