2. Intuisi sebagai Jalan Tol Pikiran
Berbeda dengan logika, intuisi hadir tanpa rekayasa mekanisme logika sadar. Henri Bergson menyebut intuisi sebagai “jalan langsung menuju hakikat realitas”, berbeda dari intelek yang hanya memotong realitas menjadi bagian-bagian terukur. Bagi Bergson, hanya intuisi yang dapat menembus aliran hidup (élan vital) yang tak bisa dipetakan oleh logika analitis.
Carl Gustav Jung juga memberi tempat penting bagi intuisi dalam psikologi. Ia menyebut intuisi sebagai salah satu fungsi dasar psikis manusia, sebuah “indera batin” yang memungkinkan kita menangkap gambaran atau arah tanpa melalui proses rasional yang berliku. Intuisi, kata Jung, sering hadir dalam bentuk simbol, mimpi, atau kilatan ide.
Dengan intuisi, manusia seperti mendapatkan “jalan tol” yang menembus kemacetan logika. Ia seringkali lebih cepat memberi pencerahan daripada berpikir panjang yang berbelit.
3. Harmoni Logika dan Intuisi
Kant dalam Critique of Pure Reason membedakan antara intelek (Verstand) dan akal budi (Vernunft). Intelek bekerja dengan konsep dan logika, sementara akal budi melampaui batas pengalaman inderawi untuk menjangkau pertanyaan metafisis. Kant menempatkan intuisi (Anschauung) sebagai syarat dasar pengetahuan: manusia tidak hanya berpikir dengan konsep, tetapi juga melihat dengan intuisi ruang dan waktu.
Dengan demikian, bahkan dalam kerangka Kant, logika dan intuisi saling membutuhkan. Logika memberi bentuk,menyusun konstruksi, intuisi memberi isi.Kita memberi "nilai" atas sesuatu lebih dengan intuisi-diatas konstruksi hasil berlogika
Dalam kehidupan nyata pun demikian: orang cerdas terampil menggunakan logika, tetapi orang genius mampu mengharmonikan logika dengan intuisi. Einstein sendiri pernah berkata bahwa “akal rasional hanyalah pelayan, sedangkan intuisi adalah anugerah suci.” Banyak terobosan ilmiah besar lahir dari kilatan intuisi yang kemudian dibuktikan lewat logika.
4. Intuisi dan Ranah Transenden
Ada wilayah yang sulit dijangkau logika: pengalaman religius, kesadaran mistis, dan keyakinan akan yang ilahi. Di sini intuisi memainkan peran vital. Dalam tradisi Islam, Ibn ‘Arabi menyebut “kasyf” (penyingkapan batin) sebagai bentuk pengetahuan intuitif yang melampaui rasio. Dalam tradisi Timur lain pun, intuisi kerap dianggap sebagai pintu masuk ke realitas transenden.
Orang beragama memahami bahwa intuisi positif bisa menjadi bisikan kebenaran dari Yang Ilahi, sementara bisikan negatif bisa menjadi godaan dari entitas lain. Pandangan ini jauh lebih luas dibanding psikologi sekuler yang hanya melihat intuisi sebagai fenomena kognitif.