SALAH OBYEK ATAU SALAH KACAMATA ?
Ada seorang yang memiliki teropong dan menggunakannya untuk meneropong obyek di ruang angkasa tapi lalu ia menyebut obyek yang diteropongnya itu sebagai suatu yang tidak jelas-absurd, Dan itu yang ia rumuskan secara formal "obyek X adalah obyek yang tidak jelas". Tapi ia lupa memeriksa kapasitas dari teropongnya.Ia tak menulis misal "Teropong yang saya gunakan kapasitasnya belum mampu melihat obyek X"
Mana yang salah ; obyeknya atau teropongnya ?
Itu cuma analogi sederhana bahwa kadang kita lebih fokus pada apa yang kita lihat serta kita nilai tanpa memeriksa alat-sarana yang kita pakai untuk melihat serta menilainya.
Dan ini bahan introspeksi yang penting dalam cara kita melihat segala persoalan yang kita temukan dlm kehidupan utamanya persoalan yg berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan serta kebenaran
Idealnya,untuk memperoleh gambaran yang benar-sesuai obyek perihal yang kita teropong serta kita nilai maka mesti ada keselarasan antara alat dan obyek.Untuk memahami suatu obyek tertentu perlu alat yang tepat-yang relevan dengan obyek.
Dan ini berlaku untuk semua obyek baik yang fisik maupun yang non fisik."obyek" yang saya maksud bukan semata wujud fisik tapi sesuatu yang non fisik yang menjadi tema pembicaraan utamanya soal ilmu-kebenaran
Contoh,Orang kadang terlalu mempercayakan secara tunggal melulu pada sains untuk melihat-meneropong-menganalisa hingga menilai segala suatu APAPUN dlm kehidupan tanpa menyadari sampai mana sebenarnya batas kapasitas dari sains-Atau untuk apa peruntukan sains dalam kehidupan umat manusia
Mestinya sebelum memakai sains sebagai alat teropong serta acuan untuk menilai fahami dulu secara seksama APA-MENGAPA dan BAGAIMANA itu sains secara rinci
Sebagaimana kita tahu makna "science" atau "sains" walau bemakna "ilmu pengetahuan" tapi oleh para pelopor-konseptor nya khususnya para tokoh dari dunia "barat" (istilah umum) adalah konsep ilmu yang telah didesain sedemikian rupa memakai prinsip-acuan-parameter tersendiri yang disebut "empiris"-Atau prinsip empirisme, Dan metoda nya pun dikonsep secara tersendiri yaitu memakai metode empirisme
Apa visi misi nya ? Tujuannya adalah menghadirkan ilmu pengetahuan serta bentuk kebenaran yang dapat dipastikan secara inderawi.Jadi sains saat ini telah menjadikan infrastruktur inderawi secagai acuan dasar dan utama untuk menilai
Prinsip sains "barat" (maaf ini istilah umum-cuma untuk membedakan misal dengan budaya ilmiah timur atau muslim) itu telah dibatasi oleh batasan prinsipiil tertentu sehingga penggunaannya lebih tepat hanya untuk mengelola obyek obyek yang bersifat fisik-materi
Dengan dikonsepnya sains sedemikian rupa maka akibatnya menjadi tidak cocok atau tidak paralel lagi bila digunakan untuk membahas-mengelola sampai menilai obyek atau persoalan metafisik termasuk agama
Fisika dan metafisika telah dipolarisasi-dikotakkan-dipisah  oleh budaya ilmiah "barat"-Sehingga keduanya seolah tidak memiliki hubungan satu sama lain
Metode sains versi "barat" memang cocok sebagai sarana untuk fokus mengelola dunia fisik-materi- Dan telah memperoleh kemajuan luar biasa pesat-Tapi itu bukan tanpa efek yaitu tenggelamnya fokus ke metafisika-hal yang sifatnya metafisis. Sains fisika banyak melahirkan generasi "bermata satu" yang lebih fokus dan awas ke dunia fisik tapi buta ke dunia metafisik
Bandingkan dengan ketika ilmu pengetahuan ada dalam penguasaan golde age muslim maka tidak diberlakukan secara khusus prinsip empirisme-tidak ada pemilahan antara fisika dengan metafisika-Keduanya disatu padukan sebagai bahasan ilmu pengetahuan. Ini bisa terjadi karena agama  wahyu melihat serta mengajarkan melihat ke dunia fisik serta metafisik secara berimbang-proporsional.Dalam golden age muslim yang dipandang ILMIAH bukan hanya yang empiris tapi juga yang rasional-difahami akal
Nah saat ini ketika sains fisika atau konsep ilmu pengetahuan hasil pengembangan "barat" sudah sampai ke kita kita di dunia timur banyak dari kita malah menggunakannya untuk melihat-menganalisa-mengelola hingga menilai sampai memvonis persoalan persoalan metafisika-termasuk agama
Yang salah siapa ? Sebenarnya bukan metafisika nya-bukan agamanya-bukan pula sains fisika nya tapi orangnya-yang tidak menggunakan alat yang tepat untuk mengelola persoalan persoalan metafisika termasuk agama
Idealnya di dunia ini mesti ada penyeimbang terhadap dominasi cara pandang atau worldview produk peradaban ilmiah barat dan peran itu cocok dimainkan oleh orang timur yang terkenal memiliki kepekaan spiritual yang tinggi-Walau siapapun dan dimanapun yang memiliki kepekaan atas persoalan urgent ini bisa melakukannya
........
Artikel ke 2
SCIENCE MILIK SIAPA SIH ?
Apa beda antara "mencampur adukkan" dengan menata atau mengatur atau memanage ?
Mencampur aduk itu maknanya bisa ibarat orang bikin adonan dari berbagai bahan lalu dicampur aduk tapi tanpa aturan- tanpa ilmu,Yang terjadi akhirnya bentuk tak karuan,Atau mencampur sesuatu dengan lainnya secara tidak tepat
Sedang kalau tujuan kita mencari ilmu pengetahuan dan kebenaran maka memahami segala suatu itu pertama,mesti dengan pikiran tertata-dengan pendalaman-Tidak semata melihat dari permukaan,
Kedua,Kalau mesti ada yg harus dipadukan satu sama lain maka itu mesti dengan cara yang sistemik-terstruktur- konstruktif serta di arahkan pada tujuan yang tepat.Demikian misal memadukan ilmu dengan agama-agama dengan ilmu itu mesti dengan pikiran tertata-dengan suatu yg konstruktif
Nah agama wahyu itu mengakomodasi semua obyek-persoalan yang dihadapi umat manusia dalam kehidupannya, Maka agama membahas beragam persoalan secara universal, Apakah itu misal persoalan ilmu alam,sosial,politik,hukum, ekonomi,akhlak,pendidikan,negara,sejarah dlsb.Bayangkan semua itu mesti ada dalam satu kitab
Maka ketika bicara beragam persoalan kitab suci tidak spesifik misal bicara hingga level tetek bengis teknis detailnya-Lebih ke bicara garis besar-benang merah.Maka kitab suci tak bisa disebut kitab ilmu alam atau ilmu hukum atau ilmu politik atau ilmu ekonomi,dlsb. Tapi kitab yang memberi panduan bagi manusia bagaimana dasar memahami alam,bagaimana mengkonsep hukum,bagaimana politik yg baik, Bagaimana memahami moralitas,dlsb
Maka tak bisa misal agama dikonsep hanya ke satu arah,misal di reduksi hanya sebagai konsep moral atau akhlak,Atau cuma bicara persoalan akhirat,Atau cuma bicara hal metafisik,Karena itu akan mengeliminasi aspek-persoalan lain.
Agama juga bicara misal tentang alam dan obyek yang biasa dibicarakan dalam sains,TAPI dengan cara berbeda dan VISI MISI berbeda dengan yang orang konsepsikan secara formal dlm sains akademik
Kalau tujuan sains akademik adalah sebatas merumuskan kebenaran empirik, Maka tujuan agama bukan semata itu tapi untuk ekplorasi lebih mendalam yang muaranya memahami keagungan dan ke maha kuasaan sang pencipta
Dan agama pun tidak bicara tetek bengek sampai detail seperti buku sains karena  seperti tercantum dlm kitab,Manusia diberi ruang untuk mengekplorasi alam sendiri-memberi ruang bagi manusia untuk memberi tafsiran atas teks kitab yang makna nya harus dicari sendiri melalui kontemplasi.Jadi kitab bukan berposisi seperti kamus yang cuma tinggal telan hafal-makna adanya penafsiran adalah memberi ruang bagi manusia untuk berpikir sendiri
Nah sekarang yg jadi persoalan adalah adanya fihak yang seolah memiliki otoritas untuk memonopoli sains sehingga agama seolah tak boleh ikut bahas sains kecuali mengikuti visi misi serta protokol sains formal akademik dan batasan yang telah ada dalam sains formal
Tentu tak bisa dengan sikap otoroter seperti itu,Mengapa ?
Sains bicara alam,oke,Tapi alam kan bukan ciptaan manusia dengan sains nya,Posisi sains bukan pencipta tapi penterjemah alam SEBATAS yang sains bisa jangkau.Maka bila sang pencipta bicara alam sebagai ciptaanNya itu pun hak sang pencipta.Sang pencipta tak bisa mendeskripsikan alam sebatas cara dan sudut  pandang ciptaannya yg terbatas
Dengan kata lain,Deskripsi alam versi kitab itu bukan persfective manusia-bukan berdasar sudut pandang manusia tapi sudut pandang sang pencinta yg tentu lebih tahu  tentang ciptaannya,Tuhan lebih tahu bagian dari alam yang tidak terjangkau pengamatan manusia
Contoh tentang langit,Dlm kitab ada deskripsi 7 lapis langit dan langit ke 7,Artinya disini alam adalah suatu yg terbatas dimana langit ke 7 adalah pelapis alam semesta yang paling luar.
Nah manusia dengan sainsnya apa telah bisa ekplorasi sampai batas alam ? Jangankan batas alam-perihal multiverse pun itu masih wacana-Apa yg dimaksud oleh sains sebagai "multiverse" itu kan interpretasi manusia yg tak bisa mengamati secara utuh.Dan banyak lagi hasil pengamatan atas alam yang ujungnya baru sebatas hipotesa-bukan rumusan empiris
Maka (berdasar keterbatasan sains itu) semua fihak baiknya mesti terbuka pada berbagai persfective-tafsiran-sudut pandang tanpa langsung main hakim apalagi main vonis dengan gestir kasar
Saling berbagi dan memperbandingkan itu lebih baik ketimbang misal langsung saling hantam secara arogan
Sekarang agama bicara obyek alam-itu haknya-dan itu pasti bersinggungan dengan sains formal-Terus ada yang vonis "mencampur adukkan agama dengan sains"-seolah agama tak boleh ikut bicara obyek yg digumuli sains
Arogan,kayak sains milik golongan tertentu.Padahal sains itu hasil sumbangsih beragam fihak yang berbeda-punya latar belakang sejarah yg plural-tidak datang hanya dari satu fihak atau satu arah.Setelah maju pesat jangan juga lupa kacang akan kulitnya-jangan lupa sejarahnya-Dan jangan di klaim hanya satu fihak serta satu worldview-cara pandang yg boleh mengelola - menafsirnya sampai mengarahkannya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI