Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Panduan Dasar Mencari Kebenaran untuk Level TK-SD

18 Januari 2019   14:48 Diperbarui: 18 Januari 2019   18:48 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : terusupdate.com

Banyak orang mengatakan bahwa persoalan kebenaran adalah persoalan yang paling rumit yang pernah ditemukan manusia sebab persoalan terkait masalah itu demikian teramat kompleksnya

Karena bila kita berbicara masalah kebenaran maka kita akan bertemu atau berhadapan dengan 1001 macam pendapat-persfective-pandangan-filosofi hingga keyakinan yang berbeda beda.ada kebenaran versi sains, kebenaran versi filsafat,kebenaran versi agama dlsb.Kebenaran versi sains itu sendiri terpolarisasi kepada banyak teori,kebenaran versi filsafat terpolarisasi kepada berbagai mazhab yang berbeda beda,demikian pula kebenaran versi agama terpolarisasi kepada beragam agama-kepercayaan,aliran sekte dlsb.

Membingungkan ? 

Ya,kalau kita melihat serta menyikapi semua itu dengan pandangan yang datar dalam arti lain;  cenderung melihat semua itu sebagai hal hal yang memiliki kedudukan yang sederajat.atau misal cenderung mensejajarkan dan memposisikan semua itu sebagai sama sama 'kebenaran' sebagaimana filosofi faham pluralisme.dengan kata lain,kebenaran akan nampak rumit dan pelik kalau kita melihat serta mengelolanya secara salah misal melihat nya serta mengelolanya secara datar.

Menyaring mana yang sesungguhnya benar dan mana yang sesungguhnya salah adalah salah satu langkah pertama atau mekanisme awal untuk memahami kebenaran secara konstruktif atau untuk memahami kebenaran tidak secara datar.mekanisme benar-salah menyaring mana yang berada didalam serta berada diluar dari bangunan kebenaran dan itu mekanisme yang dapat menyederhanakan persoalan

Dengan kata lain,kebenaran akan lebih mudah ditangkap serta difahami kalau kita melihatnya sebagai suatu bangunan yang konstruktif dalam arti suatu yang  memiliki konstruksi yang tertata-tersusun secara hierarkis-tidak acak dan datar sebagaimana cara pandang akademik misal.dimana secara hierarki akan kita fahami bahwa ada kebenaran level 1 hingga ke kebenaran level tertinggi

Apa maksudnya melihat secara datar dan melihat secara konstruktif ?

Untuk memudahkannya mari kita buat suatu analogi; bila kepada kita disodorkan berbagai macam ragam instrument bahan bangunan maka kita akan kebingungan bila tidak memiliki ilmu bagaimana membuat konstruksi bangunan.dengan memiliki ilmu konstruksi bangunan maka kita akan mengetahui mana yang harus ditempatkan dibawah-ditengah dan diatas sehingga bangunan yang di inginkan bisa berdiri tegak

Nah tiap hari kita disodori berbagai kebenaran level empirik,termasuk yang diberitakan atau yang kita lihat atau baca di media atau termasuk yang ditemukan oleh para saintis. tetapi apakah itu semua adalah kebenaran terakhir ? 

Tentu saja tidak,bila kita bisa memahami serta mengelolanya secara hierarkis maka kita akan mengetahui bahwa bentuk kebenaran yang dapat kita tangkap dengan dunia inderawi itu baru level 1 atau level pertama dari konstruksi kebenaran menyeluruh karena setelah (menangkap hal empirik) itu kita harus mengolahnya kembali dengan peralatan berfikir abstrak yang kita miliki untuk mencari serta menemukan bentuk kebenaran rasional-bentuk kebenaran hakiki serta bentuk kebenaran maknawiyah-berdasar makna terdalam

Contoh;sains mendeskripsikan adanya mekanisme yang permanen di alam semesta hingga ke bagan terkecil yang dapat dijelaskan atau mekanisme di tubuh manusia hingga ke bagan terkecil,tetapi itu bukan kebenaran terakhir karena secara hierarkis naluri batin manusia (yang hidup alam batin nya) akan mencari bentuk kebenaran yang lebih tinggi dan lebih dalam dari (yang sekedar kebenaran yang dapat ditangkap secara empirik) itu.

Dengan kata lain dalam diri manusia ada naluri alami serta infra struktur yang memungkinkannya bisa mengelola beragam bentuk kebenaran yang ditangkap atau dialaminya secara inderawi.dalam diri manusia ada dunia indera yang dapat menangkap bentuk kebenaran empirik,lebih dalam lagi ada akal fikiran sebagai infrastruktur berfikir abstrak yang bisa meng abstraksikan semua bentuk kebenaran empirik yang ditangkap dunia inderawinya itu ke level yang lebih tinggi yaitu level konsep konsep rasional. ada banyak konsep hasil rasionalisasi atau penangkapan-tafsiran akal atas realitas yang ditangkap dunia indera,contohnya adalah konsep ilmu logika, ilmu teologi, konsep epistemologi dlsb.dengan kata lain akal mendeskripsikan bentuk 'kebenaran rasional' yang secara hierarkis memiliki derajat lebih tinggi dari sekedar kebenaran empirik

Lebih dalam lagi ada instrument berfikir yang bernama 'kalbu-nurani' yang berfungsi membuat rumusan akhir dari kebenaran.kalbu menangkap-mendalami serta menghayati bentuk kebenaran 'hakiki' atau kebenaran 'maknawi' yaitu bentuk kebenaran berdasar makna terdalam.

Bayangkan bahwa dengan berbekal dunia indera semata maka kita tak otomatis bisa memahami ilmu logika atau mendalami hakikat serta makna terdalam dari segala suatu melainkan kita bisa masuk ke level lebih tinggi dari kebenaran empirik itu karena kita memiliki infra struktur berfikir yang juga bersifat serta berfungsi secara hierarkis

Nah setelah secara sederhana kita bisa menangkap adanya sifat hierarkis dalam konstruksi kebenaran menyeluruh maka kita tak perlu bingung bila kita berhadapan dengan aneka jenis kebenaran yang datang dari arah yang berbeda beda.kita tak perlu bingung bila berhadapan dengan kebenaran versi sains-kebenaran versi filsafat dan kebenaran versi agama.tinggal kelola saja dengan infra struktur berfikir yang ada dalam jiwa mulai dari dunia indera-akal hingga kalbu terdalam

Dengan kata lain, bila berhadapan dengan klaim kebenaran yang datang dari sains-filsafat serta agama kita tak perlu bingung bila kita telah memiliki ilmu bagaimana memahami kebenaran secara konstruktif karena kita akan bisa menempatkan mana yang harus ditempatkan dibawah-ditengah serta diatas. Dengan kata lain, tiap kebenaran yang datang dari institusi yang berbeda beda itu memiliki derajat-kedudukan yang tidak sama.Dan secara alami bila kita menyerahkan beragam klaim kebenaran yang berbeda beda itu kepada infra struktur berfikir yang ada dalam jiwa maka secara alami ia akan menempatkan tiap klaim kebenaran itu ke tempat atau ke derajatnya yang tersendiri

Dengan kata lain,kalau semua peralatan berfikir kita sehat-dapat berjalan sebagaimana mestinya maka kita bisa menemukan serta memahami hierarki kebenaran.Tapi coba klaim klaim kebenaran yang berasal dari sains-filsafat-agama itu kita lihat-fahami serta kelola secara datar-tidak secara hierarkis maka yang akan kita peroleh hanyalah ke bingungan dalam berhadapan dengan beragam problem kebenaran utamanya yang sudah bersifat kompleks
.......

Banyak orang yang dalam upaya memahami kebenaran langsung masuk ke dunia filsafat-berhadapan dengan beragam sistem metafisika,berhadapan dengan beragam cara pandang-filosofi.nah ini hanya akan membuat pemahaman manusia terhadap 'kebenaran' menjadi rumit.karena; apakah filsafat menuntun manusia untuk memahami kebenaran secara terstruktur hingga ke ujung terakhirnya yang dapat ditangkap dan dihayati oleh kalbu ?

Dengan kata lain,bila ingin memahami kebenaran mulai dari dasar atau mulai 'dari level TK-SD' maka berupaya lah memahami kebenaran secara terstrukur dalam arti secara hierarkis-berperingkat.itu adalah pemahaman terhadap kebenaran yang sesuai karakter infra struktur berfikir yang ada dalam jiwa manusia

Tetapi ingat,ilmu tentang memahami kebenaran secara hierarkis itu tidak diajarkan di lembaga lembaga pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi.di lembaga pendidikan formal hanya diajarkan ilmu ilmu yang membuat manusia mengenal kebenaran secara terkotak kotak-tercerai berai-tidak konstruktif

Atau dengan kata lain,kalau memulai pemahaman terhadap kebenaran dimulai atau berdasar atau berpijak pada teori filsafati atau apalagi berdasar metodologi sainstifik semata maja dijamin pasti akan mumeeeeet

.......

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun