Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manunggaling kawula bukan gusti (?)

9 Maret 2014   00:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

...

Manusia yang benar dihadapan Tuhan adalah yang menyadari hakikat diri nya sebagai manusia dengan segala sifatnegative makhluk yang melekat pada dirinya : lemah-terbatas-hina-kotor-tidak maha tahu-tidak maha kuasa dlsb.dan karena kesadaran akan kelemahan dan keterbatasannya itulah ia mendekatkan diri pada Tuhan yang memiliki sifat serba maha untuk memohon perlindungan serta cinta kasih sayangNya baik didunia apalagi diakhirat nanti

Lha …. sekarang bagaimana kalau ada orang yang merasa sudah bisa ‘meniadakan dirinya’ dalam arti lain ‘sudah bisa melenyapkan segala hakikat kemanusiaannya’ karena ia merasa ‘sudah menyatu dengan dzat Ilahi’ dan lalu memproklamirkan diri kepada orang orang sebagai ‘al haqq’.ia merasa sudah bukan manusia biasa dengan segala sifat kemanusiaannya lagi karena merasa sudah bisa menyatu dengan sifat sifat Ilahi dalam arti sudah ‘manunggaling kawula gusti’

Apakah para nabi mengajarkan kepada umat manusia pendekatan kepada Tuhan dengan cara seperti itu (?) … sama sekali tidak, bahkan mereka mengajarkan agar manusia selalu merendahkan diri dihadapanNya karena Tuhan mencintai orang orang yang merendahkan diri dihadapanNya dan itu bisa dilakukan hanya bila manusia masih merasa diri sebagai manusia dengan segala sifat kemanusiaannya yang serba negative . dan sekarang bagaimana bisa seseorang merendahkan diri dihadapan Tuhan bila ia merasa sudah bisa melenyapkan sifat sifat kemanusiaannya dan malah merasa diri sebagai ‘bagian dari Tuhan’ atau malah lebih jauh lagi ‘sebagai Tuhan’ dengan sifat ketuhanan melekat pada dirinya (?)

Bisakah Tuhan menyatu dengan manusia atau manusia menyatu dengan Tuhan dalam sebuah ikatan ‘cinta’ apabila manusia meniadakan dirinya dan secara otomatis itu berarti melenyapkan sifat sifat kemanusiaan yang berkebalikan dengan sifat sifat Ilahi (?),…analoginya,kita bisa melihat benda benda disekitar kita karena kita memiliki mata,coba mata itu kita hilangkan,apa yang bisa kita lihat (?) ..

Nah tahukan anda bahwa sifat sifat negative manusia (yang berkebalikan dengan sifat sifat Ilahi itu) adalah ‘mata’ untuk bisa melihat dan memahami serta mengenal Tuhan,kita tak bisa mengenal ‘maha suci’ kalau kita sendiri merasa diri ‘suci’,kita tak bisa mengenal makna ‘maha besar’ kalau kita tidak menyadari diri sebagai kecil dihadapan Tuhan,dan semua sifat negative-lemah manusia itu hanya bisa ada bila kita tidak meniadakan diri kita sebagai makhluk dihadapan Tuhan

Dan kita bisa mengenal makna ‘putih’ karena kita mengenal ‘hitam,kita tak akan mengenal makna ‘terang’ tanpa ada ‘gelap’,tak akan mengenal makna ‘benar’ tanpa mengenal ‘salah’. nah lalu bagaimana kita bisa mengenal Tuhan dengan segala sifatnya secara benar bila kita tak bercermin pada sifat negative-lemah yang ada pada diri kita (?) .. atau bila sifat sifat manusiawi itu kita ‘tiadakan’ karena kita meniadakan diri kita dihadapanNya maka, bisakah kita mengenal Tuhan dengan segala sifatNya secara benar (?)

Menyatu dengan Tuhan itu bukan dengan jalan meniadakan sifat sifat manusiawi dan lalu mensejajarkan diri dengan sifat sifatNya,analoginya lelaki akan mencintai wanita yang berlaku sebagai wanita ( yang utuh dengan segala sifat kewanitaannya) dihadapannya,lelaki tentu sulit mencintai wanita yang memposisikan diri sebagai seorang yang memiliki sifat sifat kelelakian dihadapannya.dan karena mereka saling mencintai maka jiwa sang lelaki dan sang wanita itu ‘menyatu’.mereka ‘menyatu’ karena mereka berbeda bukan sama.ibarat mur bisa menyatu dengan baut karena keduanya berbeda,dan mur tidak bisa menyatu dengan mur karena keduanya sama,manusia bisa menyatu dengan Tuhan apabila merasa diri berbeda dengan Tuhan.

Apakah seseorang bisa merendahkan diri dihadapan raja bila ia juga berpakaian raja dan mengklaim kepada orang orang memiliki kedudukan seperti sang raja (?),…tentu tidak, ia bisa merendahkan diri dihadapan raja hanya apabila ia memakai pakaian biasa dan menyadari kedudukannya sebagai orang biasa.dan sekarang bagaimana pandanganmu andai anda seorang raja lalu anda memiliki seorang hamba dan lalu hamba itu mencuri pakaian anda-memakainya kemana mana lalu memproklamirkan diri kepada orang orang sebagai orang yang memiliki kedudukan yang sama dengan raja dan tidak lagi sebagai hamba raja maka apakah anda akan mencintainya atau malah akan mengirimnya ke tempat hukuman (?)

Al Haqq (maha benar) adalah pakaian Tuhan dan tak pantas diklaim oleh seorang manusia sebagai miliknya walau andai ia merasa diri sudah sampai pada ‘maqom tertinggi’ sekalipun. manusia tak berhak merasa diri sudah mencapai taraf ‘suci’ karena ‘maha suci’ adalah pakaian Ilahi yang tak pantas dipakai oleh manusia.Tuhan mencari hamba yang merasa diri kotor untuk mensuci kannya,mencari manusia yang merasa diri lemah untuk memberinya kekuatan.tapi apa yang bisa diberikan kepada orang yang merasa diri sudah mencapai taraf ‘suci’ (?)

Ajaran agama mengajarkan agar manusia mengenal Tuhannya,dan sifat sifat manusiawi yang ada dalam diri adalah cermin dan sekaligus ‘mata’ untuk bisa mengenal siapa Tuhan. sebagaimana kita hanya bisa memaknai apa itu ‘terang’ hanya apabila ia mengenal gelap, memaknai apa itu ‘bahagia’ bila ia bisa bercermin pada penderitaan,memaknai apa itu ‘lelaki’ bila memperbandingkannya dengan wanita dan sebaliknya mengenal apa itu ‘wanita’ dengan bercermin pada karakteristik lelaki,demikian juga manusia bisa mengenal Tuhan dengan segala sifat sifatNya hanya bila ia masih berada dalam kemanusiaannya - hanya apabila ia masih menyadari sifat sifat kemanusiaannya.bila seseorang sudah meniadakan dirinya dan kemanusiaannya bagaimana ia bisa mengenal Tuhan secara benar (?)

……………….

Saitan selalu mengejar manusia kemanapun ia pergi sejauh manapun ia melangkah,kepada pemabuk ia membawa bayangan lezatnya minuman keras,kepada pezinah membawa bayangan lezatnya tubuh wanita jalang dan kepada para pecinta dunia membawa bayangan kesenangan duniawi,tetapi … kepada orang yang suka menyendiri dan suka memikirkan Tuhan dalam kesendirian yang orang orang menyebut mereka sebagai ‘sufi’ dengan cara bagaimana ia menyesatkannya (?) .. saitan berifikir keras sejenak … lalu kemudian ia tertawa … …. (mungkin ia sudah menemukan caranya )

Sebab itu bagi siapapun yang hendak menempuh jalan tharikat tetap harus extra waspada dan extra hati hati sebab saitan selalu mengejar sampai kemana pun manusia pergi,karena itu bila ditengah malam yang hening ketika anda sedang bermunajat ada bisikan :..’engkau hebat, engkau sudah bukan manusia biasa dengan sifat sifat kemanusiaan yang orang biasa miliki lagi … engkau sudah bisa manunggaling ….’dst…dst,… harap ber hati hatilah …..

Karena hakikat dari manusia serta kesejatian hidup itu hanya akan manusia temukan sebagai pantulan dari kesadaran manusia akan sifat sifat kemanusiaannya,manusia tak akan menemukan hakikat diri bila mencoba melenyapkan sifat sifat kemanusiaannya dan lalu mencoba mensejajarkan diri dengan sifat sifat Ilahiah.dan kesadaran akan hakikat diri itu bisa ditemukan dimanapun di tempat sunyi atau di keramaian perkotaan,dengan berbagai cara yang tak bisa manusia setting sendiri,bahkan ia bisa tiba tiba datang sebagai ilham petunjuk bagi siapapun serta apapun profesi nya tanpa kecuali

Oleh sebab itu betapapun manusia mengejar ngejar ilmu pengetahuan yang bersifat Ilahiah hingga ke taraf ‘hakikat’ tetapi ia tak boleh melepaskan diri dari pijakannya terhadap sari’at, sebab disamping hal itu sebagai kewajibannya terhadap Tuhan maka syari’at itu pengikat manusia dengan segala sifat sifat kemanusiaannya,sebab bila manusia telah kehilangan segala sifat kemanusiaannya maka syari’at itu tidak akan menjadi bermakna lagi baginya

Sesungguhnya ketika banyak filosofi-pemikiran manusiawi yang berkaitan dengan ‘hulul’-‘wahdatul wujud’-‘manunggaling kawula gusti’di ungkap kembali ke permukaan oleh orang orang yang merasa takjub dengan ajaran itu maka manusia harus bersegera menyadari batas antara dirinya dengan Tuhan, tiada lain untuk menjaga diri agar manusia tetap merasa diri sebagai manusia dan mengenal batas batas yang membedakan manusia dengan Tuhan.dan sebab saitan mungkin lebih mudah mengendalikan orang yang sudah merasa diri 'bukan manusia' ketimbang yang masih merasa diri sebagai manusia

Dan batas antara Tuhan - makhluk itu tak akan pernah bisa kita lampaui walau kita telah merasa sudah sampai pada taraf atau tahapan tertentu dalam beribadah atau dalam berhubungan dengan Tuhan.dan yang namanya dzikir itu bermakna untuk menyadari diri atau untuk sadar diri (sebagai manusia tentunya) dihadapan Tuhan, tidak boleh dianggap sebagai sebuah ritual yang bila dilakukan hingga mencapai tahapan tertentu maka manusia akan bisa sampai pada tahapan ‘meniadakan diri’,(kalau dalam khazanah ilmu logika anggapan itu adalah sebuah logical fallacy atau ‘sesat fikir berlogika’ sebab bila seseorang dengan zikir dianggap bisa 'meniadakan dirinya' atau 'menjadi tiada'  maka makna zikir itu sendiri otomatis akan hilang,sebab makna zikir itu kan 'makhluk yang mengingat penciptanya', bila ingatan makhluk terhadap dirinya hilang maka ingatannya terhadap sang penciptanya juga akan hilang

……………

Tulisan ini bukan hendak membicarakan atau mem vonis seseorang atau suatu golongan tertentu tetapi mencoba menganalisis sebuah pemikiran manusia yang mungkin sampai saat ini masih banyak dibicarakan

…………..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun