...
Logika adalah bentuk ilmu-kebenaran yang berkarakter dualistik - ganda, sedang hakikat berkarakter tunggal (monistik).dalam struktur ilmu Ilahiah keduanya memiliki fungsi dan derajat - kedudukan tersendiri,yang satu berfungsi untuk membagi kepada dua dua - untuk mengurai dan yang satu untuk menyatukan ke satu titik.sebab tanpa di muarakan ke satu titik logika memang akan cenderung terurai secara terus menerus tanpa ujung.
Bagaimana proses struktural nya,kita kaji dari awal permulaan :
Pada awal mulanya manusia menangkap - merespon segala suatu yang ada - terjadi (realitas) dengan dunia inderawinya, lalu terbentuklah konsep ‘kebenaran empirik’ dalam fikirannya yaitu bentuk kebenaran yang teralami pengalaman dunia indera. tapi ibarat proses mekanisme fabrikasi maka kebenaran empirik itu ibarat baru bahan mentah yang seabreg abreg banyaknya, sebab manusia dengan peralatan dunia inderawinya bisa dengan mudah memperoleh ‘kebenaran empirik’ darimanapun asalnya : melalui pengalaman pribadi atau dengan melihat melalui berbagai media,apakah itu surat kabar-televisi atau media lainnya
Tetapi ilmu pengetahuan - kebenaran empirik yang tersimpan dalam memory ingatan manusia itu adalah bentuk ilmu-kebenaran yang masih berwujud acak - terkotak kotak - tak ter organisir,lalu ilmu logika mengorganisir nya kedalam bentuk susunan serba ganda - dualistik untuk kemudian melahirkan bentuk konsep kebenaran konstruktif - tertata yang didalamnya terdapat pemahaman terhadap adanya konsep nilai berkarakter dualistik : mana yang benar - mana yang salah, mana baik - mana buruk, mana yang menguntungkan - mana yang merugikan - mana jalan keselamatan - mana jalan kesesatan,mana yang diambil - mana yang dibuang dlsb.dlsb. sebab akal sebagai peralatan utama berlogika itu berfungsi sebagai alat baca konsep dualisme - hal hal yang berkarakter dualistik.melalui olah fikir systematik logika akal mengorganisir seluruh pengetahuan empirik itu sehingga terbentuklah konsep ‘kebenaran rasional’ - sebuah bentuk kebenaran yang bisa direkonstruksi oleh cara berfikir akal systematik
Nah,apakah setelah semua data pengetahuan empirik yang seabreg abreg diolah oleh ‘mesin ilmu logika’ itu akan menghasilkan bentuk kebenaran yang pasti selalu disepakati semua orang (?) … ternyata tidak,ambil contoh real dalam dunia filsafat saja tempat para filsuf mengolah logika akal fikirannya, ternyata ujungnya masing masing tidak selalu bersepakat untuk sepakat tetapi terkadang sepakat untuk tidak bersepakat, dan pada akhirnya kenyataannya masing masing justru menjadi tercerai berai kepada berbagai mazhab pemikiran yang berbeda yang terkadang satu sama lain bahkan saling berlawanan. dan uniknya masing masing tentu tidak mau dianggap 'berdasar argument yang tidak logis’,justru masing masing sebelumnya membangun logika nya sendiri sendiri sebelum akhirnya tercerai berai kepada beragam mazhab pemikiran yang berbeda beda
Kebenaran berdasar logika bisa nampak banyak dan beragam (?) … ya, karena dalam proses berlogika itu walau masing masing menggunakan kaidah berlogika yang benar tetapi masing masing bisa mengarahkannya ke arah tujuan yang berbeda yang sesuai dengan visi serta sudut pandang yang dipegangnya
Logika yang dimainkan manusia dalam dunia filsafat bisa memuarakannya kepada prinsip faham idealisme atau rasionalisme atau monisme atau bahkan eksistensialisme dlsb. bergantung pada apa yang menjadi pijakan serta arah yang ingin dituju.kalau arah yang dituju adalah sebatas mencari bentuk kebenaran yang serba bisa terbukti secara empirik maka metodologi berlogika biasanya akan dibatasi sebatas menggunakan logika berformat dialektika materialist, kalau arah yang dituju adalah mencari bentuk kebenaran yang terstruktur logis maka ia akan memakai logika berformat dialektika totalistik dan kemungkinan ia akan bermuara pada konsep rasionalisme murni,sedang bila tujuan yang dituju adalah prersoalan eksistensi misal maka kemungkinan ia akan bermuara pada prinsip faham eksistensialisme,dst.dst
Jadi logika cenderung tidak mengarahkan kepada 'yang satu’ tetapi cenderung membiak kepada yang banyak - beragam, yang masing masing tentu saja akan cenderung mengklaim ‘ber dasar logika’ ( padahal artinya berdasar ‘logika’ nya masing masing)
Sebab itu walaupun seseorang memiliki seabreg peralatan ilmu logika yang mumpuni - yang ‘tercanggih’ tetapi tidak merupakan sebuah jaminan bahwa ia akan bisa menyatukan keseluruhan manusia kepada kebenaran yang pasti disepakati oleh keseluruhan, atau kepada bentuk kebenaran yang menyatu padu, atau apalagi pada bentuk kebenaran 'hakiki'.sebab dengan logikanya masing masing seseorang bisa melihat sesuatu dari berbagi sisi dan sudut pandang yang masing masing fahami atau kuasai sehingga melahirkan ‘kebenaran berdasar logika nya masing masing’
Walaupun tentu ada banyak kebenaran berdasar logika yang disepakati semua orang karena semua orang bersepakat untuk sepakat atau karena memiliki bukti empirik yang bisa diverifikasi, misal kebenaran matematika 5 x 5 = 25, atau logika yang membangun rumus fisika tertentu misal
Nah,setelah itu lalu apakah bentuk ilmu-kebenaran akan kita biarkan acak - acak kan atau bermuara kepada isi kepala manusia yang berbeda beda yang satu sama lain bahkan terkadang bisa saling berlawanan (?)
Sungguh tragis nasib kebenaran kalau ujungnya hanya berakhir pada isi kepala yang berbeda beda walau masing masing mengklaim ‘berdasar logika’, sebab kebenaran justru akan menjadi nampak ‘relatif’- menjadi bergantung pada pandangan masing masing orang - menjadi bergantung pada manusia, sedang ujung dari problematika kebenaran idealnya seharusnya bermuara kepada sesuatu yang bersifatmutlak - hakiki - pasti - menyatu.lalu bagaimana kita menggiring manusia pada bentuk kebenaran seperti itu - yang berkarakter tunggal (monistik) - tak lagi berkarakter ganda (dualistik) yang bisa di ganda kan atau di biakkan menjadi ber ganda ganda oleh manusia.bagaimana agar problem kebenaran bermuara kepada yang satu yang semua orang tak bisa mengingkarinya lagi dan dengan bentuk kebenaran yang tunggal itu semua kebenaran berdasar logika akal fikiran masing masing orang itu bisa dihakimi mana yang hakikatnya benar dan mana yang hakikatnya salah (?)
Itulah dalam struktur ilmu Ilahi ada instrument kebenaran yang bernama ‘ilmu hakikat’ yang berkarakter monistik - berbeda dengan karakter logika yang berstruktur ganda dan bisa di setting oleh manusia ke arah yang menjadi tujuannya masing masing.ilmu hakikat mengarahkan manusia kepada bentuk kebenaran tunggal yang semua orang mau tak mau mesti menerimanya sebagai bentuk kebenaran ‘hakiki’.artinya ‘hakikat’ pengertiannya parallel dengan ‘kebenaran hakiki’ di mana disini - di wilayah ini semua persoalan keilmuan - kebenaran berhenti di satu titik : pada satu muara yang bersifat Ilahiah
Itulah struktur ilmu Ilahiah yang bersifat hierarkis - tidak datar yang bermula dari yang banyak lalu mengerucut ke yang serba ganda dan ujungnya bermuara ke satu titik akhir,tidak berujung pada isi kepala yang berbeda beda yang bahkan bisa berlainan satu sama lain
Itu sebab dalam struktur ilmu Ilahiah kebenaran empirik - kebenaran yang tertangkap dunia indera apapun jenisnya sebenarnya itu menempati 'kasta' terendah sebab baru merupakan awal dari struktur hierarki ilmu,sedang kebenaran berdasar logika akal ada di level pertengahan dan kebenaran berdasar hakikat - hikmat ada pada kasta tertinggi karena semua bentuk ilmu - kebenaran ujungnya bermuara kesana.
K E S I M P U L A N
Mengapa dunia ilmu memerlukan bentuk ilmu yang berkarakter tunggal - monistik,sebab dunia ilmu memerlukan kacamata tunggal untuk menghakimi keseluruhan yang ada pada tiap isi kepala manusia yang berbeda beda,untuk akhirnya bisa dipilah mana yang 'hakikatnya benar' dan mana yang 'hakikatnya salah',tanpa 'hakikat' kebenaran akan selalu nampak seperti tercerai berai kepada sudut pandang orang per orang - sehingga menjadi nampak relatif.
.........
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI