Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesenjangan Antara Gaji Guru Honerer dan PNS

26 November 2014   23:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:45 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan menjadi tonggak suatu kemajuan daerah dan guru adalah pelopor kemajuan pendidikan.

Kesejahteraan guru seringkali diabaikan terlebih bagi guru yang masih berstatus honerer, padahal setiap harinya mereka diwajibkan untuk memegang berbagai mata pelajaran yang kadang diluar kompetensi yang mereka miliki. Kebenaran atas pandangan tersebut terkonfirmasi ketika media ini berbincang dengan sejumlah guru yang masih berstatus honerer.

Irhan, begitu lah sapaan akrab seorang guru yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk mengembangkan anak-anak di SDN 002 Desa Sebulu Ulu Kecamatan Sebulu, Kukar. Dia terlihat memiliki semangat melebihi orang-orang pada umumnya. Gagasannya tentang pendidikan melampaui teori-teori yang berbau klise dan mengesampingkan realitas, sederhana namun penuh dengan penghayatan, yaitu guru adalah pengabdi.

Irhan hanya bermodalkan semangat untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Keinginannya hanya satu, bagaimana anak-anak didiknya kelak menjadi pribadi-pribadi yang sukses dan bisa memajukan daerah.

Bapak satu anak itu sudah bertahun-tahun mengajar. Ia tetap bersyukur dengan berbagai fasilitas yang diberikan sekolah, tidak terkecuali gaji yang ia terima setiap bulan yang nominalnya Rp 650.000. Apakah cukup untuk membiayai anak dan istrinya? Apakah cukup untuk membeli buku pegangan untuk menambah wawasan? “Untuk biaya keluarga sebenarnya tidak cukup,” ucapnya disela-sela wawancara dengan media ini, Rabu (26/11).

Mata pelajaran yang Irhan pegang antara lain bahasa Inggris, agama Islam, olahraga. “Tergantung keperluan sekolah,” jelasnya. Lulusan Universitas Terbuka Tenggarong itu tidak keberatan dengan tugas-tugas yang diberikan, karena semuanya bisa dipelajari.

Berbeda dengan Irhan, guru lainnya Mardiana sedikit memiliki keberuntungan karena sudah diangkat menjadi Tenaga Harian Lepas (THL) kabupaten, dan gajinya pun relatif lebih besar. “Gajinya Rp 972.000, tapi itu setiap tiga bulan sekali baru diterima,” ungkapnya.

Ibu satu anak itu mengaku, untuk kebutuhan hidup setiap harinya bisa ditutupi dengan pendapatan suaminya yang bekerja di perusahaan. Mardiana adalah satu diantara sekian banyak guru yang tidak memiliki spesifikasi dalam mengajar atau umumnya saat ini orang menyebut sebagai guru kelas. “Yang diluar kelas kan mata pelajarannya olahraga, agama dan bahasa Inggris,” katanya.

Lainnya, Abdul Rahman, guru yang sudah dinobatkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu mengaku mendapat banyak penghasilan, ia merasa penghasilannya selama ini sudah lebih dari cukup. Pemerintah memberikan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP), gaji pokok, dan tunjangan sertifikasi. “Kalau dirata-rata besarannya Rp 8 juta per bulan,” ungkapnya.

Untuk mendapatkan berbagai tunjangan itu, Rahman mengaku, diperlukan perjuangan panjang. Sebelum menjadi guru di SMAN 1 Sebulu, ia pernah merasakan pahitnya mengajar di daerah perbatasan. Tahun 2002-2006 ayah satu anak itu merasakan dinamika pendidikan di Desa Pak’ Upan Kecamatan Krayan, Nunukan. “Untuk ke sekolah itu kita naik pesawat, itu pun adanya hanya setiap tiga bulan sekali,” tukasnya.

Saat ini, Rahman hanya mengajar mata pejaran kimia, selebihnya ia mengisi waktu untuk menjalankan tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Disinggung soal rencana pemerintah daerah yang akan memberikan satu guru satu rumah, ia mengaku sangat senang, dan sangat mendukung program tersebut meski setiap bulan gajinya harus dipotong.

Menanggapi fenomena tersebut, pengamat pendidikan dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Bolawi menegaskan, untuk memajukan pendidikan di Kukar, kesejahteraan guru, baik yang berstatus PNS atau honerer harus diperhatikan. Karena pada dasarnya mereka memiliki tugas yang sama untuk memajukan pendidikan.

Selain itu, dikatakan Dosen FKIP Unikarta itu, pemerintah juga berkewajiban untuk meningkatkan kualitas, kompetensi, dan profesionalisme guru. Salah satunya dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. “Pemerintah harus lebih selektif dan giat lagi dalam menjalankan program beasiswa,” imbuhnya.

Irhan, Mardiana, dan Abdul Rahman adalah representasi dari 1.300 guru yang mendedikasikan seluruh hidup dan kehidupannya untuk membangun dunia pendidikan. Memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kompetensi guru menjadi tanggungjawab pemerintah. Dan membangun pendidikan memerlukan partisipasi semua kalangan, baik orang tua, guru, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya. (bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun