Mereka yang telah menentukan pilihan pada Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi, akan kesulitan mengubah pilihan. Meski sudah diperlihatkan dengan beragam fakta baru.Â
Setelah kasus hoax Ratna Sarumpaet, pendukung nomor urut 02 tidak beralih pada calon lain. Pun demikian, kekurangan-kekurangan Jokowi selama memimpin bangsa ini, tidak membuat pendukungnya beralih dukungan.
Setiap kelompok berpegang pada informasi yang telah didapatkannya. Saya contohkan, sebagian orang masih percaya bahwa Jokowi berafiliasi dan memiliki hubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal sudah beragam data dan sumber membuktikan, tidak ada satu pun informasi valid yang dapat mendukung argumentasi keterkaitan presiden ketujuh itu dengan partai politik terlarang tersebut.
Penyebab polarisasi yang berlebihan itu hanya karena asupan informasi yang tidak memadai. Pendukung fanatik calon presiden dan wakil presiden tertentu hanya bermodal seonggok kepingan berita, sudah percaya dan menentukan pilihan. Padahal kita belum mendengar visi, misi, dan program kedua belah pihak. Atau setidaknya paling elementer, sebagian dari kita belum mengenal dengan baik calon-calon yang berlaga dalam pemilu itu. Andai saja kita membaca dengan cermat, mengumpulkan informasi yang banyak dari sumber-sumber terpercaya, pastilah fanatisme pada calon tertentu itu tidak akan muncul seperti saat ini. Apabila ada kesepahaman, keterbukaan, dan mawas diri, masa depan kita dalam berdemokrasi akan semakin maju. Tetapi dilihat dari keadaan saat ini, kita masih sangat jauh dari rasionalitas serta terbuka dalam menerima kebenaran dan kesalahan.