Mohon tunggu...
ufairah asril
ufairah asril Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

international relation UNSRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Alutsista Indonesia Mulai Dilengkapi, Apakah Dapat Memicu Security Dillema di Negara-negara Tetangga?

7 Maret 2020   15:00 Diperbarui: 7 Maret 2020   15:46 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Mengapa negara Indonesia ingin memenuhi target minimum essential force Alutsista Indonesia?

Upaya pemenuhan target minimum essential force Alutsista Indonesia menurut penulis bisa jadi dipicu oleh negara tetangga Indonesia di Kawasan Asia Tenggara-Pasifik yang sudah meningkatkan peralatan pertahanan negara mereka menjadi lebih canggih.

Seperti Angkatan laut negara Singapura yang telah lebih dulu menggunakan drone ScanEagle, dan juga drone ScanEagle milik AL dan AD negara Australia telah teruji perang (battle proven) di Irak.

Peningkatan peralatan pertahanan negara Singapura dan Australia tentu saja menimbulkan kekhawatiran negara Indonesia yang Alutsistanya tidak lebih canggih dan modern dari milik mereka. Pada akhirnya, hal tersebut memicu ketegangan di antara negara-negara tentangga mereka seperti Indonesia dan mengidentifikasi hal tersebut sebagai ancaman keamanan negara yang harus segera “diimbangi”.

Dalam teori Realisme klasik, Morgentau menyatakan pendapat mengenai animus dominandi, yang berarti manusia haus akan kekuasaan. Dalam praktik politiknya kondisi internasional itu konfliktual, sehingga security dilemma tidak dapat dihindari.

Security dilemma (dilema keamanan) dijelaskan oleh tokoh Realisme Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa negara diatur dan dipersenjatai untuk berperang agar dapat mewujudkan perdamaian domestik bagi subjek dan warga negaranya, karena bagi Hobbes perdamaian internasional adalah ilusi yang berbahaya dan tidak dapat terwujud mengingat ironi manusia yang dapat bekerjasama dalam politik karena ketakutan mereka akan dilukai, diserang atau dibunuh oleh tetangganya.

Apabila kasus tersebut kita lihat melalui sudut pandang Hobbes, persenjataan canggih yang dimiliki negara Singapura dan Australia memunculkan rasa "takut" bagi negara Indonesia.

Persenjataan canggih mereka dapat mengancam Indonesia, mengingat perdamaian internasional itu adalah ilusi dan dunia internasional itu konfliktual, Indonesia takut apabila sewaktu-waktu negara Singapura dan Australia dapat menyerang mereka yang terlihat lebih lemah karena Alutsista yang kuno.

Maka dari itu, pemerintah Indonesia berupaya sekuat tenaga untuk sesegera mungkin melengkapi Alutsista negaranya karena bagaimanapun juga persenjataan negara tidak lain untuk mewujudkan perdamaian domestic negaranya dari ancaman luar.

Namun perasaan "takut" tersebut tidak hanya dirasakan oleh negara Indonesia saja, karena tidak dapat dipungkiri juga negara-negara tetangga Indonesia, Singapura, dan Australia seperti Malaysia, Brunei Darrussalam, Timor Timur dan lainnya bisa saja merasakan ketakutan yang sama. 

Mereka amat menyadari adanya ancaman yang menanti apabila tidak segera melengkapi persenjataan negaranya. Karena dengan melengkapi Alutsista negara mereka masing-masing dapat memberikan sugesti bahwa negara mereka telah “sama kuatnya” dan tidak terlihat mudah untuk diserang oleh negara tetangganya yang lebih maju dibidang militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun