Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid-19: Konfirmasi atas Kebodohan Manusia?

20 Maret 2020   09:03 Diperbarui: 20 Maret 2020   13:25 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Covid -19 adalah pembuktian kebenaran akan berlakunya akal-fikiran dan (hasil) taddabur/perenungan/pengamatan kita akan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Bukankah kita percaya bahwa  bumi dan langit beserta isinya adalah ciptaan-Nya (QS 25:59), dan dalam pencipataanya adalah nihil dalam kemadharatan/kesia-siaan (QS 3:191 ). Sejauhman kita melihat fenomena Covid-19 bukan hanya sekedar makhluk kecil, tak kasat mata, mikro organisma pembawa nestapa di dunia ini. 

Sebaliknya, kita bertanya dan merenungkan apa yang bisa kita ambil dari fenomena makhluk kecil yang telah mengguncang dunia  tempat makhluk mulia dan berakal, yaitu manusia berkuasa. Masihkan kita berlaku sombong, arogan dan angkuh terhadap sesama (QS 31:18) ketika kita menjadi tak berarti apa-apa gara-gara makhluk kecil yang bernama Covid -19 ini? Semoga dalam musibah ini kita berhasil menemukan sejumlah hikmah dengan kreativitas akal-fikir kita yang melandasi tindakan-tindakan kita dalam berkomunikasi, belajar dan berusaha. 

Covid -19 adalah pembuktian kebenaran akan rasa syukur kita. Syukur terhadap segala anugerah dan nikmat-Nya. Dimana kalimat hamdalah yang berisikan tidak saja pujian kepada-Nya namun rasa kagum/takjub atas segala pengasuhan dan perawatan-Nya terhadap alam raya ini termasuk manusia sebagai penghuni bumi (QS 1: 2). 

Kemana hilangnya rasa syukur atas cara kerja Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Dan kemana rasa empati kita terhadap sesama manusia sebagai pancaran sifat Rahman-Rahim-Nya sehingga dengan rakusnya kita memborong barang-barang di sejumlah toko tanpa menyisakan kebutuhan manusia lainnya. Mengapa tiba-tiba kita menjadi manusia rakus bin tamak, kikir (QS 70:21) dan sangat mencita serta  menimbun harta (QS 89:20, 70:18)? Seolah kita lupa akan sekian banyak nikmat-Nya yang telah kita peroleh? Justru dengan bersyukur janji Allah adalah penambahan kenikmatan (QS. 14:7) 

Covid -19 adalah pembuktian kebenaran di antara manusia, siapa di antara kita yang masih tersadar atas janji dan komitmen yang telah terucap? Janji bahwa atas nama Allah  di atas segala motif: Bismillahirrahmaaniraahiim (QS 1:1). Komitmen kita bahwa hanya kepada-Nya kita mengabdi dan meminta pertolongan berikut perlindungan (QS 1:5). 

Apakah kecemasan, kegundahan, kekhawatiran dan ketakutan kita layak sebagai perwujudan janji dan komitmen kita? Bukankah dalam segala bentuk pengabdian yang bertauhid maka terbebas dari sandaran adanya sesuatu yang dipersamakan dengan Allah? Sehingga kita melupakan-Nya dalam setiap usaha kita melawan ujian covid-19. Dimanakah janji dan komitmen kita bahwa Allahu Shomad (Allah lah tempat bergantung, QS 112:2)? Pemenuhan akan janji adalah salah satu puncak kebaikan sebagaiman dijelaskan dalam Firman-nya (QS 2:177).

Covid -19 adalah pembuktian, siapa saja di antara manusia yang paling bersabar. Menahan diri dari segala hal yang tak perlu, grasak-grusuk, ceroboh, tanpa perhitungan, mengabaikan aturan, dan protokol. Siapa di antara manusai yang masih berfikir dengan tenang, menggunakan kekuatan akal dan kejernihan hati dalam menyikapi dan mencari solusi dari Covid-19. Bukan lantas saling menghujat dan menyalahkan pihak lain. Dimana shabar dan shalat telah menjadi penolong mereka ( QS 2:153)? 

Lupakah mereka bahwa  orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS 2:177). Kepanikan di awal teridentifikasinya secara positif warga negara Indonesia adalah karena kita gagal dalam menahan diri, dan akibatnya masyarakat yang berkantong pas-pasan hanya bisa melongo menyaksikan perlengkapan perlindungan diri mereka sudah melonjak naik berlipat-ganda.  

Covid -19 adalah mengonfirmasi adanya hamba-hamba Allah yang shaleh (3:114). Hamba-hamba yang shaleh, bukan saja dalam hubungannya kepada Tuhan, tetapi juga shaleh secara sosial, sebagaimana Firman-Nya untuk para Nabi sebagai abdi-abdi-Nya yang shaleh, memimpin ummatnya dalam ke dalam jalan yang benar. Kaum shalihin, selain Nabi, shiddiqin dan para syuhada, adalah profil orang yang telah anugerahkan Nikmat-Nya. 

Mereka adalah yang peduli kepada sesama dan menjauhkan diri dari sikap egocentrics dan arrogant. Bagaimana menghadirkan, dalam kasus Covid-19, perbuatan/amal shalih yang justru merupakan perwujudan dari keimanan ketika masing-masing bertindak dengan egonya? Semoga Covid-19 selain berkembang kesalehan pribadi dan sosial dalam ketundukan pada aturan social distancing, juga bisa turut aktif mensupport para pekerja sosial di rumah sakit yang bukan saja berkhidmat pada profesi namun juga keberanian mereka dengan risiko terpapar para pasien yang terinfeksi covid -19. 

Covid-19 adalah pembuktian mana di antara manusia yang mendapatkan petunjuk dan sebaliknya berada dalam kesesatan. Urusan terbesar manusia, sebagaimana Sayyid Qutb dalam  tafsirnya: Fii Zilal Quran, memaknai QS 1:6 adalah ketika kita berdo'a meminta petunjuk-Nya untuk senantiasa berada dalam jalan yang lurus. Buya Hamka, menambahkan dalam tafsir Al-Azhar, bahwa kalimat: Ihdina shraathal mustaqiim adalah do'a pertama manusia sekaligus sebagai pemuncak do'a. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun