Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati

19 April 2019   02:49 Diperbarui: 19 April 2019   02:58 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillah...

Ini adalah kali pertama bagi saya dalam berbagi tulisan melalui media ini.

Akun sudah lama dibuka. Penyakit kronis, lupa password, akhirnya gagal terus untuk berbagi.

Baiklah, langsung menuju pokok tulisan.

Empati, persoalan ini yang ingin saya bahas. Dalam ilmu komunikasi, empati memegang peran penting. Komunikasi assertif yang menengahi dari dua jenis ekstrim gaya komunikasi, agresif dan pasif, kuncinya adalah empati. 

Dalam komunikasi assertif, kepiawaian dalam mengungkapkan ide/gagasan secara verbal/non verbal harus dibarengi dengan ketiadaan dampak menyakitkan/merendahkan bahkan menghina dari sang penerima pesan. Inilah nilai empati.

Dalam ilmu komunikasi pula, satu quote sudah lama dikenal dan dipercaya: The best communicator is a good listener, ini juga sarat dengan nilai empati. Mendengar, berbeda dengan mendengarkan. Listening is not hearing. 

Mendengarkan memerlukan usaha, selain menyengaja untuk "mendengar" sesuatu, kita juga memberikan perhatian dan/atau response. Tidak semua orang bisa nyaman dalam posisi "mendengarkan", berbeda dalam posisi ketka kita berbicara.

Mendengar dan mendengarkan adalah pelajaran pertama yang kita dapat. Dibandingkan mata, sewaktu kita bati, maka telinga-lah yang lebih dahulu berfungsi. Dari mendengarkan ini pula kita, pertana kali berinteraksi dengan lingkungan, termasuk mengenali suara ibu dan ayah kita. Namun demikian, mendengarkan meski kita pelajari sejak lahir, bukan berarti menjadikan kita piawai sebagai seorang pendengar yang baik.

Dari interaksi sosial, selain menjadikan kita bisa belajar dan saling mengenal, juga berpotensi konflik, entah itu berupa kesalahfahaman sampai kepada pertengkaran dan permusuhan. Ini, dapat terjadi karena komununikasi yang salah, tdk efektif, secara umum... kita menyebutnya sebagai kondisi missed communication. Missed communication ini sering diakibatkan karena persoalan ketiadaan empati.

Menyimak hingar-bingar dunia medsos saat ini. Kita banyak dipertontonkan dengan silang pendapat, adu argumen, saling sindir, bahkan saling ejek dan saling hina antar dua pendukung paslon presiden yang masih belum kunjung selesai, bahkan semakin memanas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun