Mohon tunggu...
Setyawan 82
Setyawan 82 Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Tajamnya peluru yaka akan pernah bisa mengalahkan tajamnya pena. Ketajaman pena bermanfaat saat digunakan untuk hal yang patut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanam Birokratisasi Berbuah Manis Rangkap Jabatan

29 September 2018   17:36 Diperbarui: 29 September 2018   17:56 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokratisasi di tubuh Kementerian Perhubungan

Apakah Boleh Pejabat Setingkat Direktur Jendral Rangkap Jabatan Sebagai Komisaris BUMN

Pertanyaan diatas muncul tatkala ada satu nama dalam jabatan strategis di sektor pelayanan publik dibawah Kementerian Perhubungan (Direktur Dirjen Perkeretaapian) sebagaimana dapat dilihat di http://dephub.go.id yang menampilkan nama pejabat yang sama atau rangkap jabatan sebagai Komisaris MRT sebagaimana dapat kita lihat dalam daftar komisaris MRT halaman jakartamrt.co.id saat ini.

Ketika kita mendengar istilah brokratisasi, ingatan kita akan kembali pada masa pemerintahan orde baru. Dimana sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih rakyat; cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai negeri dan acap kali terjadi dalam waktu relatif singkat. Keadaan ini menjadi bermakna ganda tergantung dari mana sudut pandang kita melihat. Apakah dari aspek legal atau pada aspek urgensi ?

Seperti dukutip dalam Tempo oleh anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan masalah rangkap jabatan harus dilihat dari undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dia menambahkan dalam undang-undang itu yang dilarang adalah pelaksana pelayanan publik. Alamsyah menuturkan dalam undang-undang pelayanan publik yang dilarang rangkap jabatan adalah pelaksana pelayanan publik. Dia melihat kriteria ini sebagai pejabat sampai petugas di satuan kerja penyelenggara pelayanan. Dalam hal ini, kata Alamsyah, secara hierarki Menteri adalah pembina dan Sekretaris Jenderal Kementerian atau Sekretaris Daerah adalah penanggung jawab pelayanan. Sedangkan Direktur Jenderal atau Kepala Dinas adalah atasan satuan kerja penyelenggara pelayanan. Alamsyah menjelaskan di dalam undang-undang atasan satuan kerja merupakan pimpinan satuan kerja penyelenggara, sehingga seorang Dirjen misalnya adalah pelaksana pelayanan publik yang dilarang memiliki rangkap jabatan. Dia beralasan karena sebagai penyelenggara, seorang Dirjen Membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja penyelenggara. "Dengan demikian dia pelaksana yang menjabat sebagai pimpinan satuan kerja penyelenggara," ujar Alamsyah.

Saya jadi teringat dengan penjelasan Agus Rahardjo, Ketua KPK yang pernah mengungkapkan bahwa rangkap jabatan pada penyelenggara negara, patut diwaspadai karena dapat menjadi triger terjadinya konflik kepentingan yang akhirnya berpotensi atau menimbulkan peluang terjadinya korupsi. Agus menilai kondisi rangkap jabatan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 17 (a) menegaskan bahwa pelayan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN pada pasal 28 mengatur bahwa komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen. Memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha BUMN, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. Sementara praktik pengangkatan sering sekali mengabaikan proses penseleksian ini.

Terkait adanya rangkap jabatan dalam tubuh Kementerian Perhubungan adalah bukan yang pertama kali terjadi dan di sorot media. Tahun 2017 permasalahan ini kembali mencuat, bahkan DPR bereaksi dan mendesak Kementerian mengevaluasi dan menghentikan Komisaris yang merangkap jabatan. 

Diduga kondisi rangkap jabatan di lingkungan pemerintahan khusunya pada jabatan komisaris mungkin bagian dari skenario pengawasan pemerintah. Tetapi bagaimana dengan resiko negatifny. Benturan yang mungkin akan muncul ketika ada permalasahan yang bisa saja terjadi terhadap dua organisasi perusahaan atau lemabag tersebut. Akan berada di pihak mana ? Jika sudah demikian apakah efektif.

Mari bertanya kepada hati nurani dalam memahami permasalahan ini. Apakah benar-benar sudah tidak ada lagi diantara 250 juta lebih penduduk yang memiliki kemampuan memadai untuk menduduki jabatan komisaris sehingga mereka yang dipilih secara ego bisa dengan melenggang menduduki posisi itu ? Lantas apa prestasi kerja yang dihasilkan selain pemborosan anggaran ? Birokratisasi berbuih jabatan. Jika kita disenangi pimipinan maka hadiahnya adalah rangkap jabatan. Profesional.

STY

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun