Moralitas yang Membumi, Bukan Seremonial
Program seperti Moderasi Beragama, PIP, atau PPK tentu tidak buruk. Banyak pendidik dan tokoh lokal telah menggunakan pendekatan ini untuk membangun ruang dialog dan memperkuat keberagaman. Namun ketika pelatihan moral dijalankan tanpa perubahan struktural yang mendukung, maka ia akan berhenti pada tataran administratif: seremonial, sertifikasi, dan laporan kegiatan.
Di sinilah negara perlu mengubah pendekatan: dari sekadar membina moral rakyat, menjadi mitra dalam membangun struktur sosial yang adil dan setara. Sebab moralitas hanya akan bertumbuh ketika masyarakat merasakannya sebagai pengalaman hidup, bukan hanya slogan di atas panggung.
Menuju Transformasi Sosial yang Etis
Apa yang bisa dilakukan? Pertama, negara perlu mengintegrasikan reformasi struktural ke dalam setiap program moral. Tanpa keadilan sosial, tidak akan lahir nilai-nilai kolektif yang autentik. Kedua, desentralisasi moralitas, biarkan komunitas merumuskan sendiri nilai-nilainya dalam kerangka yang dialogis dan lokal. Ketiga, transparansi dan evaluasi kritis terhadap program moral perlu dibuka ke publik, agar negara bisa belajar dari kegagalannya, bukan hanya merayakan keberhasilannya.
Penutup
Moral bangsa tidak bisa dibentuk hanya melalui pelatihan, modul, dan jargon. Ia tumbuh dari kejujuran negara dalam menghadirkan keadilan, serta keberanian masyarakat untuk menolak nilai-nilai yang merusak kehidupan bersama. Jika negara serius ingin membentuk mental bangsa, maka ia harus memulai dari apa yang nyata, bukan hanya dari apa yang terdengar indah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI