Mohon tunggu...
Muh Zainal
Muh Zainal Mohon Tunggu... Lainnya - Widyaiswara

Touring, Nulis dan Widyaiswara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Merawat Badai

28 Desember 2017   11:17 Diperbarui: 28 Desember 2017   11:24 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada sebuah chatingan group saya membaca pesan yang kurang lebih berisi tentang bagaimana seorang guru ditertawakan muridnya hanya karena membuat kesalahan pada saat menuliskan pelajaran matematika di papan tulis. Dari sepuluh perkalian yang dituliskan dengan jawaban, guru tersebut hanya membuat (dengan sengaja satu perkalian dengan jawaban yang salah, yang justru mengundang tertawaan murid-muridnya. Guru terseut kemudian memberikan penjelasan yang membuat semua siswanya terdiam. Bahwa kesalahan itu disengaja oleh guru. Guru tersebut bermaksud memberikan pelajaran berharga bagi siswanya. Kebanyakan dari kita sekarang, banyak menertawakan sekecil apapun kesalahan orang lain dan melupakan bahwa begitu banyak sudah kebenaran dan kebaikan yang dilakukannya begitu saja dilupakan. 

Kisah ini sepertinya menjadi otokritik dengan persfektif berbeda terhadap satu pepatah klasik "Karena Nila setitik rusak susu sebelanga". Bahwa kadangkala orang lain hanya akan mengingat sebuah kesalahan sehingga melupakan kebaikan yang pernah diperbuatnya. Pepatah ini memang menghendaki agar kita berhati-hati dalam berbuat, jangan sampai karena kesalahan kecil akan membuat orang melupakan kebaikan yang pernah dilakukan. akan tetapi pada persfektif lain sesungguhnya ini juga menghendaki kita agar jika mengetahui atau melihat seseorang berbuat salah, hendaklah jangan menertawakan, menghina, mencaci, dan berusahalah mengingat beberapa kebaikan yang diperbuatnya. Dengan demikian kiata tidak akan mencaci dan menertawakan mereka, tetapi akan menegurnya dan berusaha untuk memperbaikinya.

Barangkali inilah yang menjadi sebab, kadangkala kita kesulitan untuk memberikan pujian, memebrikan penghargaan pada kesuksesan seseorang. Bisa jadi ini yang menjadi sebab kita lebih banyak mencaci dari pada memuji dan mengagumi hasil karya orang lain. Ini pula yang menjadikan kita kebanyakan dengan sengaja mencari-cari kesalahan orang lain ditengah-tengah dia sedang sibuk berbuat kebaikan. 

Fenomena ini mungkin yang melahirkan sebuah ide menulis sebuah Buku sederhana dengan tema "Pemuda Yang Menginspirasi" Belajar Merawat Badai. Sebuah buku dengan gaya tutur sederhana merangkum beberapa tokoh pemuda yang diyakini penulis mampu membawa hikmah inspiratif bagi pembaca. Bukan melulu mengumbar kelemahan dan kesalahan yang telah diperbuat tokohnya. Tetapi lebih dominan menguraikan beragam kebajikan-kebajikan yang dilakukannya tanpa pamrih. MEngumbar bagaimana proses ayng dilewatinya hingga meraih impiannya kini. Buku ini hanya mengungkapkan beberapa tokoh pemuda di Maros yang oleh penulis secara subjectif memiliki sejarah hidup panjang yang dapat dijadikan inspirasi.

Dalam buku ini, Penulis sedikit banyak menjadi pengamat,  dan berinteraksi dengan orang orang yang penuh talenta ini. Persfektif pembaca mungkin berbeda,  tapi ini lebih dari opini yang digunakan penulis untuk mengurai beberapa hal yang bisa menginpirasi kedepan,  untuk diri dan anak cucu. Bahkan jika tidak terlalu tinggi harapan,  bahwa pandangan subjektif penulis akan menjadi pembuka pikiran bahwa perlu ada paradigma baru menghargai kesuksesan orang lain.

Terlepas dari hal tersebut tokoh ini tak lahir tiba-tiba. Dalam pandangan penulis,  orang-orang yang menjadi obyek tulisan ini menurut penulis telah melampaui proses panjang untuk kemudian ber-Metamorfosis dalam kondisi seperti sekarang.  Bukan karbitan,  tapi semuanya memiliki proses yang sama meskipun pada medio yang berbeda.  Ada derita yang dirawat serta dinikmatinya ihlas hingga mencapai kesuksesan. Semuanya tak mudah,  meskipun derita yang dilewati dan diselesaikannya bijak tak diumbar penulis. Tapi paling tidak sudah memberi bayangan bahwa semuanya tidak instant.


Kenikmatan luar biasa yang dirasakannya karena semua dimulai dari nol.  Merawat lapar sebelum mengenyangkan diri. Mereka dapat kusebut sebagai orang-orang yang pandai merawat Badai menjadi sebuah jalan kesuksesan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun