Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kesedihan Prajurit di Perbatasan Natuna

14 Desember 2023   18:20 Diperbarui: 27 Desember 2023   02:00 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumentasi pribadi

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi
Saya pun memilih dua dari banyak prajurit untuk bercerita kisah mereka selama di sini. Di sini momen haru sekaligus sedih terjadi lebih dari sekadar hilang sinyal ataupun listrik. 

Saya pun untuk pertama kali membuat prajurit menangis dengan pertanyaan saya. Dia adalah prajurit satu Ferry Hardiansyah yang semula bercerita betapa rindu dirinya dengan sang kekasih di Teluk Buton Kepri. 

Namun tiba-tiba Ferry menjadi sendu saat bercerita tugas di perbatasan membuatnya tak bisa melihat sang ayah terakhir kali. 

Ya, lagi-lagi masalah sinyal membuat Ferry terlambat mengetahui ayahnya tiada. Baru di hari ketiga setelah kematian, Ferry tahu kabar duka itu. Sesal masih memenuhi rongga dadanya, beruntung saat itu dia dapat izin kembali ke kampung halamannya.

"Saya berdoa terus agar ayah saya tenang di sana diterima amal ibadahnya dan ditempatkan di sisi Allah. Saya pengen bahagiakan ibu saya, jaga adek saya. Insyaallah pulang dari sini berangkatin umrah ibu saya. Kita sebagai abdi negara nggak boleh cengeng, nggak boleh nyerah dengan keadaan. Harus tetap semangat karena jalan masih panjang dan butuh perjuangan yang lebih lagi buat masa depan. Tetap semangat NKRI harga mati!" tegasnya

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi
Mendengarnya saya bangga sekaligus merasa begitu pahit. Andai saja kabar itu datang lebih cepat setidaknya Ferry bisa menyolati ayahnya. 

Ada juga cerita cerita prajurit lainnya yang bukan berjuang hanya di perbatasan tapi berjuang menahan rindu berjarak dengan anak dan istri. 

Di balik tubuh tegap mereka, tak jarang mereka mengaku menangis. Apalagi saat anak yang ditinggalnya mengeluh kenapa sang ayah tak pulang-pulang. Lainnya lagi harus meninggalkan istrinya yang hamil, terbayang seberapa khwatirnya kan.

Saya pun merasa mereka butuh insentif untuk mendukung daya juang sekaligus pengorbanan mereka. Tapi itu memang cuma sekadar keinginan karena saya dihadapkan dengan kenyataan pahit lainnya terkait sarana prasarana di perbatasan. 

Saat itu kami harus mengambil gambar yang menunjukkan saat-saat prajurit ini berpatroli dan bersiaga mengamankan Indonesia. Hanya sebuah kapal kayu berukuran sedang yang dicat hijau lumut yang jadi andalan mereka. 

Aduh, perahu ini bahkan bisa bocor kalau ditembaki musuh. Bahkan kecepatannya pun tidak bisa menyamai kecepatan perahu kami milik BUMN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun