Kalau kamu pernah dapet chat kayak "hahh seriusss?", "yaaudahh dehh", atau ""makasiihhh yaa", kamu lagi melihat bentuk komunikasi khas Gen Z yang makin marak di dunia digital. Gaya ngetik mereka yang penuh pemanjangan huruf, tanda baca, atau tambahan emoji bukan sekedar typo atau lucu-lucuan, tapi bentuk ekspresi. Ini cara baru buat "berbicara" di dunia tanpa suara.Â
Bahasa Tulis yang Punya Nada
Kita hidup di era komunikasi teks, Tapi teks itu datar, tidak ada nada, ekspresi, atau bahasa tubuh. Nah, di sinilah Gen Z kreatif. Mereka bikin "kata jadi rasa".
Contohnya:
- "hah" vs "hahhh" = ekspresi bingung atua kaget
- "udah" vs "udaahh dehh" = pasrah atau nyerah lembut
- "makasih" vs "makasiiihhh yaa = tulus + terharu
Riset dari Journal of Digital Expression (2024), pemanjangan huruf dapat membuat pesal terasa lebih hangat dan jujur. Tambahan huruf itu bekerja seperti nada suara dalam percakapan lisan. Semakin panjang kata, semakin terasa nada emosinya.Â
Empati Digital Lewat Chat
Gaya ini sebenarnya adalah bentuk empati. Ketika seseorang mengetik "maaciiwww", itu bukan sekedar ucapan terima kasih, melainkan itu cara menyampaikan perasaan dan kedekatan. Gen Z sadar, di dunia teks yang kaku, setiap tambahan huruf adalah usaha untuk hadir secara emosional. Mereka tidak hanya menulis, mereka juga membentuk nada suara, ekspresi wajah, bahkan suasana hati melalui ketikan.Â
Mirroring: Cermin Sosial dalam Teks
Gen Z juga punya kemampuan alamiah untuk mencocokan gaya mengetik lawan bicara atau yang disebut mirroring. Misalnya, ketika kamu ngetik, "yaaudahh sihhh", dan dia balas "iyaa bangeettt", itu cara mereka mengatakan aku ngerti banget perasaanmu. Bukan basa-basi, tapi jembatan sosial yang terasa hangat.Â
Studi oleh Pew Research Center (2023)Â menunjukkan bahwa 78% remaja dan dewasa muda merasa lebih nyambung saat berbicara lewat gaya teks ekspresif, karena menciptakan rasa kebersamaan.Â
Lahir di Sosmed, Tumbuh di DM
Gaya ini lahir di platform media sosial seperti Tiktok, Instagram, X (dulu Twitter), lalu menyebar ke DM, chat WhatsApp, bahkan email informal. Gaya seperti:
- "makaaaasiii bangettt"
- "ga nyangkaa sihh jujurr"
- "plissss jangan sekaranggg"
Jadi standar baru komunikasi antar teman. Kata-kata panjang bukan cuma lucu, tetapi jujur, tulus, dan relatable.Â
Meski beberapa orang menganggapnay tidak efisien atau terlalu santai, para ahli sepakat bahawa ini merupakan bagian dari evolusi bahasa. Sama seperti dulu emotikon dianggap aneh, sekarang sudah menjadi standar. Beberapa brand dan perusahaan bahkan mulai menyesuaikan gaya copywriting mereka agar lebih relate Gen Z, terutama di media sosial.Â
Kamu paling sering ngetik kata apa yang dipanjangin? "pliss", "maaciwww","seriusannn", Â atau "yaaudahlahhh"? Cerita di kolom komentar, yaa~
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI