Mohon tunggu...
Tu Yuda
Tu Yuda Mohon Tunggu... Petani - Belajar adalah sebuah proses perjalanan

ijinkan saya untuk belajar dan jangan lupa dipandu demi kebaikan bersama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Awal, Sederhana untuk Bahagia

3 Mei 2022   05:10 Diperbarui: 3 Mei 2022   05:13 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke lembar kaca ...

Saya awali dengan " Selamat pagi, semangat, sehat, damai".

Embun masih setia mendekap rumput yang berjejer diantara setapak jalan tanah, lengkap dengan lumut dan beberapa daun kering. Suara gemercik air, menyapaku mana kala segelas kopi panas telah siap menemani pagi, usai beraktivitas sekalipun hanya menyapu dan mencabut beberapa tumput kecil di halaman rumah.

Kicauan burung bersiul saling membalas satu sama lain, belum lagi suara gamelan khas bali " Rindik" Juga terdengar sekalipun agak jauh, di salah satu rumah tetangga. Apa yang ingin saya katakan.

Bukan berarti pikiran pasti tenang dengan suasana semacam ini. Beban tetaplah teman sejati namun volumenya tentu berbeda satu sama lainnya. Seorang tetangga yang telah berusia lanjut, masih terlihat bugar, tat kala setiap pagi lewat depan rumah karena sang kakek harus pergi ke kebun.

Sesekali kakek kerap mampir, ketika hendak lewat aku sapa dan kupersilakan duduk sembari minum kopi ataupun teh. Tidak pernah mengobrol tentang kehidupan orang lain, tapi selalu mengajakku saling bertukar fikiran seperti kemarin, saya membahas tentang kesederhanaan dalam pandangan hidup.

Kata kuncinya Kebahagiaan. Ini bak sebuah perburuan bagi kita semua, Yang pasti semua orang menginginkan hidup bahagia. Cuman kalau bicara bahagia, rasanya dari sekian banyak orang yang menginginkan bahagia, ternyata masih ada  beberapa orang memandang , bahwa apa yang menjadi harapannya untuk bahagia, ia justru tidak merasa bahagia hanya karena hidupnya sangat sederhana.

Padahal bertemu dengan kebagiaan dalam hidup dengan kenyataan bahwa kita berada pada titik hidup sederhana, peluang itu tidak lepas begitu saja, sebab nilai bahagia jika hidup sederhana adalah bagaimana kita menerapkan gaya hidup apa adanya.

Coba kita ulas dengan hidup sederhana tapi tetap bahagia, seperti apa ?

Menjadi pribadi yang rendah hati

Dalam menjalani hidup, tentu kita akan berada pada lingkungan dengan banyak orang, bersosialisasi, berinteraksi dengan banyak orang, maka sudah pasti akan ada kesalahan sekecil apapun pasti pernah kita lakukan.

Hal itu akan berlaku dengan dengan mereka yang ada di sekitar kita, sudah pasti juga, semua orang pernah melakukan kesalahan.

Di balik itu semua , kita sebagai manusia, tentunya punya kesempatan yang sama untuk meminta maaf, begitu juga sikap memaafkan serta memperbaiki diri dari kesalahan, sikap saling memaafkan sesama adalah sebuah kewajiban dalam hidup demi terciptanya kerukunan dalam keberagaman.

Dengan terciptanya nilai kerukunan, maka hasilnya adalah kebahagiaan yang paling mulia menyertai kita dalam menjalani kehidupan.

Tetap menjadi diri sendiri

Sekalipun beberapa diantara kita, ada yang bersikap menduplikasi diri orang lain karwna saking mengidolakan, namun ternyata itu hanya demi mendapatkan pengakuan, begitu juga sebatas kepuasaan.

Pastinya ketika kita bersikap dan berperilaku semacam itu, justru tidak memberikan dampak positif, apalagi kebahagiaan batin, dan tak jarang karena memenuhi keinginan tanpa memperhitungkan kemampuan, memaksa seseorang semakin tertekan, oleh karena selalu mengikuti standar orang lain.

Untuk itu, sangat tidak baik jika kita menjadi orang lain dengan harapan agar memperoleh kebahagiaan akan tetapi itu bernilai palsu. Tidakkah cukup menjadi diri sendiri dan menggali serta maksimalkan potensi dalam diri melalui pola- pola pembelajaran, yang pada akhirnya mampu memberikan dampak kepuasan, berujung kebahagiaan batin yang mendalam.

Mencukupi kebutuhan sesuai kemampuan

Ketika kita jauh merasa, semisal membeli barang atau apapun itu, seolah- olah mampu memberikan kesan berharga dan lebih bahagia. Tidak lain hal tersebut menjadi sesuatu yang diwajibkan agar kita merasa bahagia, tanpa memandang pencapaian apa yang kita miliki saat ini.

Kita hanya ingin mengejar, agar terlihat maju tanpa berfikir bahwa kebutuhan lain yang lebih bermanfaat seharusnya di dahulukan, ketimbang mengikuti sebuah keinginan yang tiada habisnya.

Dengan melakukan penerimaan terhadap kemapuan serta keadaan diri sendiri, ditambah lagi mengucap syukur atas pencapaian atau titik bahwa kita sudah dimiliki, kiranya sifat ini akan menghantarkan kita pada satu langkah awal untuk mendapatkan kebahagiaan.

Sebab orang bijak mengatakan bahwa kebahagiaan sejati adalah memulai mencintai diri sendiri.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun