Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Globalization Of Nothing (Globalisasi Kehampaan: Sebuah Renungan Dari George Ritzer)

17 Februari 2013   18:19 Diperbarui: 19 Februari 2020   09:01 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Admin (Baskoro Endrawan)

George Ritzer, sosiolog kontemporer Amerika, yang termasyur dengan tesisnya Mcdonaldization of Society (diterbitkan Pustaka Pelajar tahun 1999), memberi kita tambahan perspektif kritis terhadap globalisasi. 

Ada penulis yang mendekati globalisasi dalam sudut pandang ekonomi dan politik, semisal Coen Pontoh (Akhir Globalisasi, 2002), William Tabb (Tabir Politik Globalisasi, 2001), dan Walden Bello (De-Globalisasi,2004). Atau, seperti sosiolog Anthony Ginddens penulis 'The Third Way' yang termashyur itu, misalnya, melihat globalisasi dalam analogi ‘Juggernaut’, sebuah truck besar yang sedang melintas dan menghajar apa saja yang dilewati. Giddens menyebut itu sebagai gejala dari dunia yang berlarian (Runaway World, 2002). 

Juga ada penulis yang melihat globalisasi sebagai globalisme, semisal Martin Steeger (2004) yaitu sebuah dunia makna, sistem pemikiran, juga nilai-nilai yang merepresentasi satu kawasan peradaban tertentu (khususnya AS dan Eropa) dan sedang dieksport kemana saja. Ada juga penulis yang melihat Globalisasi sebagai kontinuitas dari sistem dan praktik imperialisme global terhadap dunia ketiga hingga hari ini. 

Karena itu mesti ada pula perlawanan global (global resistance) seperti yang tercermin dalam pemikiran James Petras, sosiolog yang mengamati perkembangan gerakan kiri dan indegenous movement di Amerika Latin.

Tentu banyak sikap dan sudut pandang terhadap fenomena globalisasi. Mereka yang menyanjungnya secara berlebihan, seperti Milton Friedman dan Friederich Hayek, mempercayai betul bahwa globalisasi (pasar bebas) akan membawa kemakmuran ekonomi, integrasi peradaban, dan penghargaan akab potensi manusia (individu) yang jauh lebih baik. Mereka disebut sebagai Hyper-Globalist. Termasuk juga para ekonom, praktisi perbankan, investor dan pemain valas yang dikelompokkan George Soros sebagai fundamentalis pasar.

Sedangkan para penulis dan judul buku yang telah disebutkan diatas pun tak sama orientasinya. Ada dari mereka yang menentang frontal globalisasi, yang dinilai hanya melayani kepentingan kapitalisme (neo-liberalisme) dan negara-negara maju. Mereka menawarkan tata dunia baru yang ‘terbalik’ dari skenario globalisasi yang sering dikampanyekan dalam kalimat the Another World is Possible guna melawan propaganda the World is Flat (Hayek) maupun TINA : There Is No Alternatif (Margareth Tharcher).

Globalisasi sebagai modus Meng-ekspor Kehampaan


Ritzer tetap hadir dengan perspektif sosiologi kritis terhadap globalisasi. Dalam pada itu, Ritzer melihat globalisasi dari sudut pandang sistem konsumerisme global dan praktik konsumsi turunannya, yang mula-mula khas Amerika, lantas dipompa meluas ke seluruh penjuru dunia. Contohnya adalah, bisnis makanan cepat saji (fast-food) dan penggunaan kartu credit (credit card) mula-mula berkembang di masyarakat Amerika. 

Sekarang kita bisa menemukan gerai makanan cepat saji dimana saja, seperti Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, dan terutama, gerai Mcdonald. Termasuk juga penggunaan kartu kredit, Visa dan Mastercard, pada mulanya ditemukan dipertengahan abad 20 di Amerika Serikat. Kartu kredit memungkinkan orang belanja tanpa membawa buntelan uang tunai, sebagai cara berhutang yang mewah. Kiranya dua gejala diatas bukanlah berkembang sebatas praktik konsumsi saja, tetapi juga telah menjadi ideologi dari gaya hidup tertentu.

Terhadap gejala diatas, Ritzer menyebut dunia sosial (dunia bersama manusia) sedang mengalami peningkatan kehampaan. Kehampaan menunjuk pada sebuah bentuk dunia sosial yang umumnya disusun, dikontrol secara terpusat, dan termasuk tanpa isi substantif yang khusus. Dalam kasus pengguna kartu kredit, yaitu pada kasus penawaran yang tidak diminta terhadap pengguna kartu kredit, Ritzer menggambarkannya seperti ini:

 “ Dalam hubungannya dengan definisi yang ditawarkan diatas, penawaran ini adalah kehampaan karena disusun dan dikontrol secara terpusat dan tidak ada perbedaan isi dalam undangan ini-ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan pemegang kartu potensial menerima undangan yang persis sama dalam kotak pos mereka. Bahkan jika pemegang kartu kredit potensial dikelompokkan kedalam kategori-kategori berdasarkan penilaian peringkat kredit mereka, tiap kelompok menerima undangan yang sama dengan batasan kredit yang sama”.

Dalam kasus Amerika Serikat, sebagai contoh peningkatan konsumsi itu terlihat pada pengguna kartu kredit. Penggunaan kartu kredit sebagai alat transaksi memang meningkat pesan dan cenderung akan terus naik. Penggunaan sejumlah kartu kredit utama (misalnya Visa dan Mastercard) meningkat dari 213 juta (1990) menjadi 419 (1999), dan diprediksikan akan naik menjadi 502 juta (2005). 

Jumlah hutang kartu bank nasabah-nasabah Amerika tumbuh dari $ 2,7milyar (1986), menjadi $154 milyar (1990). $430 milyar ditahun 1998 dan diprediksikan akan mencapai $615 milyar ditahun 2005. sementara untuk pengeluaran dengan menggunakan kartu kredit bank naik dari $ 213 juta (1990) menjadi $ 830 juta (1998) dan diprediksikan akan menjadi $ 1,457 juta (2005).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun