Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bagaimanakah Radio Tumbuh di Kenangan Abege 90-an?

8 Desember 2022   14:30 Diperbarui: 8 Desember 2022   19:20 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Radio Tua | Gellinger/www.pixabay.com 

Para penyiar yang cekatan itu, bersama kalimat-kalimat yang meluncur deras mengikuti pandangan, selalu bisa menularkan ketegangan. 

Ketika penyiar mengatakan Izack Fatari bergerak membawa bola di sisi kanan pertahanan Petrokimia Gresik, kita harus membayangkan bagaimana penyerang Persipuran bertubuh gempal ini berlari dengan gocekannya.  

Kita tidak boleh melakukan hal lain selain diam penuh fokus di samping radio. Kecuali kita memilih kehilangan momentumnya.

Radio dan penyiar melatih pikiran kita dengan kata-kata yang bergerak aktif, melukiskan dunia di kepala, dan membuat hidup kekinian tidak sepenuhnya asing.

Jangan lupakan jika radio bisa menjadi arena di mana publik mengontrol kerja kekuasaan. Pada radio yang hidup utamanya adalah produksi berita, ada sesi yang diberikan khusus untuk menampung keluhan warga. Daftar keluhan itu lantas disambungkan saat itu juga dengan pejabat bersangkutan. 

Bersamaan dengan usaha mengontrol kinerja kekuasaan, radio-radio juga membuat talkshow yang membahas isu-isu yang sedang ramai dengan pembicara yang mumpuni. Dari sini, kita tidak saja mengetahui isu publik apa yang sedang marak. Kita pun bisa tahu pembicara yang mana yang layak. 

Radio juga mengabarkan kehidupan sehari-hari di sebuah kota. Apakah kemacetan lalu lintas, harga kebutuhan pokok terkini di pasar-pasar, kejahatan-kejahatan kecil, hingga proyek infrastruktur dasar yang dikorupsi.

Radio tidak sebatas fasilitas menghangatkan kebersamaan, produksi kangen-kangenan abege, atau melatih imajinasi--contoh paling bagus untuk ini adalah mendengarkan sandiwara radio yang berjilid-jilid. Tapi dengan radio, kita juga bisa melihat pengelolaan kekuasaan dan sumberdaya publik yang bermasalah.

Di hari-hari terakhir ini, ketika kita mendengar radio-radio mulai tumbang, kita menjadi saksi perkembangan teknologi informasi dan digitalisme yang memaksa mereka gulung tikar akhirnya. Mengikuti koran cetak di tengah internet, media daring, atau gurita blog.

Beberapa dari mereka beradaptasi dengan itu, beberapa lagi mungkin tidak memiliki cukup resource. 

Sedang kita para pendengar seperti melihat pemain pujaan di sebuah klub sepakbola. Dia pernah begitu hebat di sebuah masa lalu karena segalanya dikendalikan prinsip industrial, dia akhirnya menemukan senjakalanya juga. 

Kita bersedih tapi kita sudah tahu ini akan terjadi. Kita hanya bisa menyimpan kenangannya rapat dan rapi.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun