"Ada ilmu yang tak dimiliki para pemenang, Pak."
"Apa itu?"
"Ilmu mengambil hikmah. Tak perlu kecewa, mari kita ambil hikmahnya kekalahan ini."Â
Dkils masih seolah-olah merenung ketika Andi, Tono dan Yanto terdiam menunggu komentarnya. Masih saja diam, termasuk ketika saya menunggu dia berkomentar agar cerita ini bisa dilanjutkan, dan mencari-cari kaitan logis serta terbaca intelektual.
"Roma tidak dibangun dalam satu malam," ujar Dkils lirih, "demikian juga asal-usul Republik tercinta ini."
"Terus?" Tono tak menemukan kaitan Roma bukanlah pekerjaan cinta satu malam dengan andai pilpres dilakukan pagi ini.Â
"Maksudnya gimana?" Andi ikut menambah bingung.
"Ya, begitulah.." Dkils kembali tenggelam kedalam kepulan asap.Â
"Apakah Roma yang tak dibangun dalam semalam melibatkan perempuan? Pastinya tidak!" Yanto gantian menegaskan posisinya sebagai pembela kesetaraan gender.
 "Mestinya kita tidak membicarakan siapa. Itu cara berpikir yang sejak lama merawat negeri ini dalam perseteruan kelompok, gagal bersatu, kesulitan untuk bangkit. Apalagi untuk tumbuh? Jangan pernah ngarep. Lu pikir kekuasaan serupa ramai-ramai Janda Bolong?"
Dkils mulai berfilsafat. Di hadapan kening Andi, Tono dan Yanto yang berkerut. "Lantas?"