Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Subyektivasi Pribumi, Anti-Kolonialisme Politisi Zaman Now dan Sedikit Pertanyaan

20 Oktober 2017   19:25 Diperbarui: 21 Oktober 2017   06:13 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu Kontras Hunian di Jakarta (2016) | Getty Images

Banyak daftar narasi perjuangan dan kekalahan pribumi di era ketika tuan-tuan kolonial sudah lama pulang. Ketika negara nasional dan elektoralisme bekerja menjaga siklus reproduksi elit di masa damai.

Sementara Anto Sangadji dalam artikel berjudul Kontradiksi Kapitalisme dan Rasisme menunjukan hubungan praktik kapitalisme zaman Now dan mengapa politik identitas bisa menemukan panggungnya di Jakarta, Sang Metropolitan.

Dengan mengutip laporan tentang segelintir orang-orang maha tajir di Indonesia, Anto Sangaji menggambarkan kondisi timpang dalam penguasaan kekayaan nasional. Kondisi timpang ini bukan semata buah dari kerja keras borjuasi  namun dikarenakan struktur politik-ekonomi kroni yang memungkinkan mereka mengakses proyek-proyek atau konsesi-konsesi tertentu.  

Di Jakarta, kapitalisme telah beratus tahun  membangun struktur akumulasi dan peminggiran komunal. Rezim politik yang lahir dari elektoralisme hanyalah agen dari pertempuran borjuasi. Struktur ekonomi dan politik yang selalu sukses mereproduksi dirinya dalam pasang surut krisis.

Di luar inti kuasa yang berebut ini (negara = arena pertempuran borjuasi), ada kelompok yang menjual tenaga kerjanya kepala para pemilik modal dan kelompok yang hidup di luar irisan besar relasi eksploitasi langsung borjuasi-proletariat. Selain itu, ada jenis yang menghuni struktur mediatif dalam eksploitasi ini, yang menjadi menejer, mandor, atau jabatan-jabatan dengan lebih banyak kerja otak ketimbang fisik (kaum Kognitariat).

Ada kelompok "Lumpen-proletariat" yang tergolong Tenaga Kerja Cadangan (Reserve Army of Labour). Mereka eksis bersama informalitas ekonomi di perkotaan. Mereka merupakan kelompok yang rentan di depan krisis pun ekspansi kapitalisme. Jamak dari mereka hidup di Slum's Area. 

Mereka juga rentan diprovokasi dengan populisme nan rasistik. Demikian yang saya tangkap dari tulisan Anto Sangadji.

Dari sumber perspektif di atas, terlihat dua cara pandang yang dipakai.

Pertama, boleh disebut dengan Kritik atas Orientalisme, yang berasal dari gagasan Edward Said. Kritik Orientalisme berusaha menunjukan bagaimana cara pandang Barat memperlakukan Timur dalam kepentingan untuk menaklukan dan mendisiplinkan. Salah satu komponen penting dalam kritik ini adalah penedekatan Genealogi Ide. Yakni pendekatan yang melihat asal-usul sebuah konsep selalu memiliki dan terbentuk oleh relasi kuasa tertentu dan oleh kondisi-kondisi historis yang khas.

Sedang yang dikembangkan Anto  Sangaji bersumber pada kritik ekonomi-politik Marxist. Yakni kritik terhadap sistem ekonomi kapitalisme sebagai kekuatan atau corak produksi utama yang memelihara kesenjangan ekonomi lewat eksploitasi kelas (borjuasi vs proletar) dan saat bersamaan mengembangkan pandangan-pandangan ideologis yang menyamarkan realitas eksploitasi tersebut alias perawatan Kesadaran Palsu.

Persoalan dalam pidato gubernur baru Jakarta, bagi saya, tidak menjelaskan apa yang dimaksud kolonialisme kekinian. Di luar rentetan peristiwa dan ketegangan selama pilgub DKI yang menjadi konteks terdekat dari pidato tersebut, kolonialisme yang di-update penting untuk menakar semungkin apa kehendak memberi arah baru Jakarta bisa dilegitimasi atau justru sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun