Mohon tunggu...
Ema Tusianti
Ema Tusianti Mohon Tunggu... Ilmuwan - I'am a statistician

Menulis untuk menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Angka Kematian COVID-19 dan Gender

12 Desember 2020   22:35 Diperbarui: 14 Desember 2020   22:59 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Per tanggal 12 Desember 2020, kematian akibat COVID-19 mencapai 18,7 ribu orang di Indonesia. Jika dibedah menurut jenis kelamin, kematian lebih banyak dialami oleh laki-laki (57 persen).

COVID-19 sebetulnya netral gender, dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat dari perbandingan penduduk perempuan dan laki-laki yang terpapar virus korona nyaris 50:50. Namun dari berbagai penelitian, perempuan lebih berpotensi untuk terpapar dan menjadi carrier. Hal ini antara lain disebabkan beberapa faktor.

Pertama, tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan penanganan virus Korona lebih banyak perempuan. Di Indonesia belum ada data lengkap jumlah dokter dan perawat menurut jenis kelamin, namun data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang dihimpun BPS, menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor jasa kesehatan dan sosial 67 persennya adalah perempuan. 

Kedua, pengguna kendaraan umum lebih banyak didominasi perempuan  akibat bias gender dalam kepemilikan aset kendaraan pribadi (The Conversation, 2020). Ketiga, berkaitan dengan budaya patriarkhi yang masih melekat di Indonesia, kegiatan domestik di rumah tangga lebih banyak dilakukan perempuan, seperti dalam hal perawatan anak dan lansia. Otomatis, peluang perempuan untuk menjadi carrier virus akan lebih besar karena terjadi kontak dengan anggota rumah tangga lainnya secara lebih intens  dibandingkan laki-laki.

Jika dilihat kasus kematian secara umum, perempuan lebih bisa bertahan hidup dibandingkan laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari Umur Harapan Hidup (UHH).  Di Indonesia, UHH laki-laki pada tahun 2019 mencapai 69,44 tahun dan UHH perempuan mencapai 73,33 tahun, atau terdapat selisih sekitar 4 tahun. Itulah sebabnya semakin tua umur penduduk, yang lebih banyak tersisa adalah perempuan. Atau dengan kata lain, di usia lanjut, janda lebih banyak dari pada duda.

Menurut sejarah, sebetulnya laki-laki dapat bertahan hidup lebih lama. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup, telah berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan karena gen perempuan lebih tahan dari virus dan bakteri atau disebut sebagai Female Advantages (FA). Di sisi lain, laki-laki memiliki risiko kematian lebih tinggi karena stress, kebiasaan merokok dan pekerjaan berat. Namun demikian, pada praktiknya tindakan diskriminasi, kekerasan, dan budaya acap kali menyebabkan rendahnya peluang akses perempuan dalam bidang kesehatan (Lemaire, 2002). Sementara itu, Apfel (1982) menyebutkan bahwa perempuan memiliki umur yang panjang tetapi lebih sering mengalami sakit. Hal ini juga didukung oleh kajian Verbrugge (1985), dimana laki-laki memiliki peluang yang lebih tinggi dalam hal menderita penyakit kronis, sedangkan morbiditas (angka kesakitan) perempuan lebih tinggi tetapi dengan durasi yang lebih pendek (short run).

Terbukti, di Indonesia angka keluhan kesehatan paling banyak di alami perempuan. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2019 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa persentase penduduk perempuan yang mengalami keluhan kesehatan ada sebanyak 34,08 persen, sedikit lebih tinggi dari laki-laki (30,66 persen). Pola ini terjadi juga di tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Lois M. Verbrugge, morbiditas dan tingkat kematian dipengaruhi beberapa faktor, aspek biologis, faktor risiko seperti lingkungan , pekerjaan, gaya hidup, perawatan kesehatan atau treatment yang dilakukan, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan norma sosial. Faktor-faktor tersebut tidak netral gender. Selain karena faktor biologis,  proteksi kesehatan yang dilakukan perempuan lebih baik. Faktor-faktor tersebut lah yang mungkin menyebabkan kematian akibat COVID-19 lebih banyak terjadi pada laki-laki meski peluang terpapar lebih tinggi pada perempuan. Dengan demikian penanganan COVID-19 pada laki-laki dan perempuan perlu pendekatan yang sedikit berbeda. Perempuan harus memperketat upaya preventif, sedangkan laki-laki perlu memperketat upaya kuratif disaat sudah terpapar, dan tentunya upaya preventif yang menjadi prasyarat dalam ikhtiar melawan korona bersama-sama. 

Referensi

https://covid19.go.id/peta-sebaran

https://theconversation.com/di-indonesia-analisis-ungkap-perempuan-miskin-yang-paling-menderita-selama-pandemi-covid-19-146676

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun