Dalam kisah Ramayana, Rahwana memang berhasil menculik Sinta, tetapi perbuatannya berujung pada kehancuran Alengka dan dirinya sendiri.
Begitu pula di dunia kerja. Seseorang mungkin bisa naik jabatan dengan sugar coating, tetapi jika itu menjadi satu-satunya "modal", cepat atau lambat ia akan kesulitan mempertahankan posisinya. Organisasi yang sehat membutuhkan komunikasi yang tulus, jujur, dan membangun.
Pengalaman Pribadi
Dulu, saya pernah mengalami langsung bagaimana rasanya menjadi korban “Dasamuka” ini. Ia seperti punya sepuluh wajah berbeda: di depan atasan wajahnya penuh senyum, manis, dan penuh pujian; di depan bawahan lain ia tampil seolah bijaksana; namun ketika berhadapan dengan saya, wajah yang muncul adalah penuh manipulasi, tekanan, dan sering kali membuat saya merasa bersalah atas hal-hal yang bukan sepenuhnya tanggung jawab saya.
Awalnya saya bingung, karena setiap orang yang melihatnya dari luar menganggap ia sosok yang ramah dan menyenangkan. Namun, semakin lama saya sadar bahwa itu hanyalah “sugar coating” semata. Kata-katanya dibuat manis, tapi tujuannya jelas: mengendalikan, memanfaatkan, bahkan menjatuhkan orang lain demi kepentingannya sendiri.
Pengalaman itu mengajarkan saya banyak hal. Saya belajar untuk tidak mudah terbuai dengan kata-kata manis, dan lebih peka membaca tindakan nyata seseorang dibandingkan sekadar ucapannya. Saya juga belajar pentingnya menjaga jarak dengan orang yang bermuka banyak, karena energi negatifnya bisa sangat menguras pikiran dan perasaan.
Meski pahit, pengalaman ini menjadi titik balik bagi saya: memahami bahwa tidak semua senyum itu tulus, dan bahwa keberanian untuk mengenali serta melindungi diri dari orang manipulatif adalah bentuk kesehatan mental yang sangat penting.
Penutup
Sugar coating adalah fenomena nyata di lingkungan kerja. Ada yang menganggapnya bagian dari kecerdasan komunikasi, ada pula yang melihatnya sebagai bentuk penjilat. Namun, jika kita belajar dari kisah Dasamuka, kita bisa melihat sisi ekstrem dari praktik ini.
Dasamuka bukan sekadar berbasa-basi. Ia memaniskan kata-kata untuk menyembunyikan niat buruk yang berujung kehancuran. Maka, meskipun sugar coating kadang tak bisa dihindari, penting untuk menjaga agar komunikasi kita tetap jujur dan etis.
Pertanyaan yang tersisa adalah: apakah kita mau jadi komunikator yang tulus, atau justru mewarisi gaya Dasamuka yang manis di bibir tapi beracun di hati?