Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pasar Way Halim, Wajah Baru Pasar Tradisional dengan Standar Nasional Indonesia

21 September 2025   17:09 Diperbarui: 22 September 2025   16:41 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah dengar ada pasar rakyat tapi sudah ber-Standar Nasional Indonesia (SNI)? Di Lampung, baru Pasar Way Halim yang berhasil meraih predikat ini. Bagi keluargaku, pasar ini bukan sekadar tempat belanja tapi sekaligus salah satu andalan keluarga.

Kalau biasanya kita mendengar pasar tradisional identik dengan becek, sempit, dan kurang teratur, lain halnya dengan Pasar Way Halim di Bandar Lampung. Pasar ini sudah menyandang predikat istimewa: pasar rakyat pertama di Lampung yang ber-Standar Nasional Indonesia (SNI).

Bagi keluargaku, pasar ini lebih dari sekadar tempat belanja. Ada rutinitas khas yang hampir jadi tradisi: membeli ikan laut segar, menggiling daging untuk stok lauk, hingga menggiling kopi yang aromanya memenuhi lorong-lorong pasar. Suasana seperti ini selalu membuat kami rindu untuk kembali, meski jaraknya dari rumah hanya sekitar 5 kilometer.

Pasar tradisional di Indonesia sering mendapat stigma negatif. Banyak orang mengidentikkannya dengan tempat yang becek, beraroma amis, semrawut, hingga rawan pencopetan. Gambaran itu membuat sebagian kalangan - terutama generasi muda - lebih memilih berbelanja di supermarket atau minimarket yang dianggap lebih modern dan nyaman.

Namun, pandangan itu kini mulai bergeser. Di sejumlah daerah, pasar rakyat pelan-pelan bangkit dengan wajah baru. Salah satunya adalah Pasar Way Halim di Kota Bandar Lampung. Berada di Jalan Gunung Rajabasa, Kecamatan Way Halim, tidak jauh dari kawasan PKOR, pasar ini menjadi sorotan setelah meraih sertifikat SNI sebagai pasar rakyat.

Predikat tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan penanda transformasi nyata: sebuah pasar tradisional yang berbenah menjadi ruang ekonomi, sosial, sekaligus budaya yang lebih sehat, tertata, dan berdaya saing.

Tempat biasa kami membeli daging segar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Tempat biasa kami membeli daging segar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Dari Pasar Rakyat Biasa Menjadi Pasar Ber-SNI

Proses menuju predikat pasar ber-SNI bukanlah hal sederhana. Kementerian Perdagangan menilai kelayakan pasar melalui ratusan indikator, mulai dari fasilitas bangunan, sanitasi, pengelolaan sampah, tata letak pedagang, kenyamanan pengunjung, keamanan, hingga keterlibatan pengelola. Dari total skor 330, Pasar Way Halim mampu meraih 310 poin, yang berarti hampir semua aspek sudah terpenuhi.

Akhirnya, pada tanggal 10 Novermber 2023, pasar Way Halim sudah resmi memperoleh bersertifikat SNI dari Kementerian Perdagangan.  Capaian ini menempatkan Pasar Way Halim sebagai salah satu pasar rakyat percontohan di Lampung. Label SNI bukan hanya plakat di dinding, melainkan cermin komitmen untuk menghadirkan pengalaman berbelanja yang bermutu bagi masyarakat.

"Dulu, banyak orang enggan belanja ke pasar karena dianggap kotor dan becek. Sekarang kondisinya jauh berbeda. Pasar ini lebih bersih, lebih teratur, dan rasanya aman," ungkap salah seorang pengunjung yang saban minggu datang untuk membeli ikan segar.

Aktivitas Belanja yang Tak Lagi Sama

Bagi masyarakat sekitar, pasar Way Halim bukan sekadar tempat transaksi. Ada rutinitas khas yang sudah menjadi bagian dari keseharian: membeli ikan laut segar, menggiling daging untuk stok lauk, hingga menggiling kopi dengan aroma khas pasar. 

Bagi keluarga kami sendiri, pasar ini punya tempat istimewa. Hampir setiap pekan kami datang untuk membeli daging segar, menggilingnya untuk bakso, atau sekadar membawa pulang kopi bubuk segar. Kadang daging yang digiling pun jadi bahan utama pempek khas Palembang buatan rumah.

Dulu, pengalaman itu sering disertai rasa tidak nyaman. Lantai pasar licin, bau menyengat, dan antrean berdesakan. Kini, setelah wajah baru dibangun, aktivitas itu terasa lebih menyenangkan. Jalur pedagang lebih rapi, sirkulasi udara lebih baik, serta area becek mulai berkurang berkat perbaikan drainase.

Aroma kopi giling pun kini menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembeli menyempatkan diri mampir hanya untuk membawa pulang bubuk kopi segar yang digiling di tempat. Kehadiran pasar ber-SNI menjadikan pengalaman sederhana ini semakin bernilai, karena ada jaminan kebersihan dan kualitas fasilitas yang menunjang.

Suasana ramai dan aroma laut khas menemani setiap langkah di Blok Ikan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Suasana ramai dan aroma laut khas menemani setiap langkah di Blok Ikan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Menyambut Generasi Muda dan Ramah Disabilitas

Transformasi Pasar Way Halim tidak hanya menata ulang fisik bangunan, tetapi juga diarahkan agar lebih inklusif. Pemerintah Kota Bandar Lampung bersama Kementerian Perdagangan sedang menyiapkan sejumlah fasilitas ramah disabilitas, seperti jalur landai untuk kursi roda, toilet yang lebih mudah diakses, hingga rambu dan jalur evakuasi khusus.

Upaya ini penting, sebab selama ini pasar tradisional jarang dipandang sebagai ruang yang ramah bagi semua kalangan. Kehadiran fasilitas aksesibilitas akan membuka kesempatan lebih luas bagi penyandang disabilitas untuk menikmati pasar dengan nyaman, meski beberapa sarana masih dalam tahap penyempurnaan.

Bagi generasi muda, wajah baru Pasar Way Halim juga menghadirkan peluang lain: ruang belajar dan kreativitas. Pemerintah Provinsi Lampung mendorong pasar ini menjadi pusat aktivitas UMKM, pelatihan, hingga ajang inovasi anak muda. Dengan begitu, pasar tidak lagi sekadar tempat transaksi, melainkan juga laboratorium sosial-ekonomi yang memberi pengalaman nyata tentang interaksi, wirausaha, dan kreativitas.

Kangkung, bayam, cabai, dan tomat tersusun rapi siap dibawa pulang dari Pasar Way Halim. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Kangkung, bayam, cabai, dan tomat tersusun rapi siap dibawa pulang dari Pasar Way Halim. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

UMKM dan Nadi Ekonomi Lokal

Pasar Way Halim juga menjadi etalase bagi produk-produk lokal Lampung. Mulai dari sayuran hasil tani setempat, ikan dari nelayan tradisional, daging dari peternak, hingga produk olahan rumahan. Dengan adanya sertifikat SNI, produk-produk ini dipasarkan dalam lingkungan yang lebih sehat, bersih, dan terkelola.

UMKM mendapat manfaat langsung. Tempat berjualan yang nyaman meningkatkan kepercayaan pembeli. Citra pasar rakyat pun naik kelas, sehingga masyarakat kelas menengah yang dulu enggan berbelanja ke pasar kini mulai kembali melirik.

Kehadiran pasar ber-SNI juga mendukung visi nasional dalam memperkuat ekonomi kerakyatan. Pasar tradisional yang kuat berarti sirkulasi ekonomi lokal tetap hidup. Ini penting, mengingat 60-70 persen kebutuhan pangan masyarakat Indonesia masih dipenuhi lewat pasar tradisional.

"Peta kehidupan" di Pasar Way Halim 

Pasar ini terdiri dari beberapa blok dengan fungsi yang cukup jelas. Ada blok khusus sayuran, tempat deretan pedagang menata kangkung, bayam, sawi, hingga cabai dan tomat segar dari petani sekitar. Blok lain dipenuhi penjual ikan laut dan tawar, lengkap dengan aroma khas yang membuat pembeli langsung tahu mereka sedang berada di "jantung" pasar.

Di sisi berbeda, ada deretan pedagang daging sapi, ayam, hingga kambing, lengkap dengan jasa penggilingan daging yang selalu ramai diserbu pembeli yang ingin praktis. Tidak ketinggalan, ada juga kios kopi bubuk tradisional, yang suara mesin penggilingnya berpadu dengan aroma harum kopi menyebar ke seluruh lorong.

Setiap blok punya nuansa tersendiri. Blok sayuran biasanya ramai sejak pagi buta, penuh warna hijau segar yang memanjakan mata. Blok ikan terasa hidup dengan suara pedagang menawarkan dagangannya, sementara blok daging menghadirkan hiruk-pikuk khas pasar tradisional yang jarang ditemukan di pusat perbelanjaan modern.

Selain itu, ada blok sembako dan bumbu dapur yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari: beras, minyak, gula, bawang, cabai kering, hingga rempah tradisional. Blok ini menjadi favorit pembeli yang ingin belanja bahan dapur sekaligus dalam satu tempat.

Blok jajanan dan makanan siap saji menghadirkan keramaian tersendiri. Dari gorengan panas, kue tradisional, pempek, hingga bakso dan siomay, semua tersaji dengan aroma menggoda. Anak-anak, mahasiswa, dan keluarga kerap berhenti di blok ini untuk sarapan atau camilan cepat.

Tidak kalah menarik, ada blok non-makanan yang menjual pakaian, alat rumah tangga, peralatan dapur, dan kebutuhan harian lainnya. Blok ini menambah variasi pasar dan memungkinkan pengunjung berbelanja berbagai keperluan tanpa harus pergi ke pusat perbelanjaan modern.

Dengan pembagian blok yang rapi, Pasar Way Halim berhasil menghadirkan suasana pasar tradisional yang tertata, hidup, dan ramah bagi semua pengunjung, dari pedagang hingga pembeli yang datang dari berbagai kalangan.

Pasar Tradisional Naik Kelas

Kehadiran pasar ber-SNI mengirim pesan penting: pasar tradisional tidak kalah dengan modern retail. Dengan standar kebersihan, keamanan, dan kenyamanan yang terpenuhi, pasar rakyat mampu bersaing, bahkan menawarkan sesuatu yang tidak dimiliki supermarket: kehangatan interaksi sosial.

Di pasar ini sebagaimana pasar tradisional lainnya, pembeli bisa tawar-menawar, bercengkerama dengan pedagang, atau sekadar bertukar kabar tentang keluarga. Nilai ini yang membuat pasar tradisional lebih dari sekadar ruang ekonomi. Ia adalah ruang kebudayaan yang memelihara ikatan sosial masyarakat.

Pasar Way Halim membuktikan, dengan tata kelola yang baik, pasar tradisional bisa naik kelas tanpa kehilangan identitasnya. Tradisi tetap hidup, modernitas hadir, dan keduanya bisa berdampingan.

Blok Non-Makanan: pakaian, alat rumah tangga, dan kebutuhan harian lainnya tersedia lengkap. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Blok Non-Makanan: pakaian, alat rumah tangga, dan kebutuhan harian lainnya tersedia lengkap. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Catatan yang Masih Perlu Dibenahi

Meski sudah meraih SNI, masih ada pekerjaan rumah yang menanti. Pengelolaan sampah belum sepenuhnya optimal, dan sistem hydrant pemadam kebakaran masih dalam tahap penyempurnaan. Namun, dibanding kondisi beberapa tahun lalu, kemajuan yang dicapai sangat signifikan.

Pemerintah daerah bersama pengelola pasar terus mendorong perbaikan. Harapannya, Pasar Way Halim bisa menjadi model bagi pasar-pasar lain di Lampung dan daerah lain di Indonesia.

Pengelolaan Sampah di bagian depan yang mesti ditingkatkan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Pengelolaan Sampah di bagian depan yang mesti ditingkatkan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Refleksi: Belanja dengan Nilai

Bagi sebagian keluarga, datang ke Pasar Way Halim hanyalah aktivitas rutin. Jarak yang dekat, sekitar lima kilometer dari rumah, membuat pasar ini menjadi pilihan utama untuk belanja harian. Namun, di balik aktivitas sederhana membeli ikan, menggiling daging, atau membawa pulang kopi giling, tersimpan nilai besar tentang transformasi pasar rakyat.

Pasar ini menunjukkan bahwa belanja di pasar tradisional tidak harus identik dengan ketidaknyamanan. Dengan komitmen dan standar yang jelas, pasar rakyat bisa hadir dengan wajah baru, menjadi kebanggaan kota, sekaligus motor penggerak ekonomi lokal.

Penutup

Pasar Way Halim adalah contoh nyata bagaimana pasar tradisional bisa naik kelas. Dengan sertifikat SNI, pasar ini tidak hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, tetapi juga menghadirkan rasa aman, nyaman, dan membanggakan.

Di tengah gempuran modern retail, wajah baru pasar tradisional seperti Way Halim adalah harapan. Bahwa belanja di pasar bukan hanya tentang harga murah atau kelengkapan barang, tetapi juga tentang menjaga identitas, memperkuat ekonomi lokal, dan merawat ruang sosial budaya yang menjadi denyut kehidupan kota.

Dengan langkah-langkah nyata ini, Pasar Way Halim layak disebut bukan lagi sekadar pasar rakyat, melainkan ikon baru Kota Bandar Lampung yang sudah berstandar nasional.

Gimana menurut kalian, Kompasianer? Keren kan pasarku?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun