Saya katakan kepadanya, “Biarkan saja dibilang ‘katrok,’ yang penting anak-anak kita tidak kehilangan akar budayanya.”
Sejak kecil, keponakan saya diajarkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama di rumah. Bahasa Indonesia baru ia pelajari pelan-pelan, setelah mulai memahami konsep bahasa. Dan hasilnya? Sekarang ia sudah duduk di kelas 2 SD. Tidak ada masalah sama sekali. Sekolahnya lancar, kemampuan bahasanya berkembang baik, bahkan ia memiliki kelebihan karena menguasai dua bahasa sejak dini.
Kisah ini menjadi bukti nyata: mengenalkan bahasa ibu terlebih dahulu tidak membuat anak ketinggalan, justru memperkaya mereka.
Mengapa Bahasa Ibu Terlupakan?
Ada beberapa alasan mengapa bahasa ibu kian terpinggirkan:
Stigma Modernisasi
Banyak orang tua merasa bahwa mengajarkan bahasa daerah akan menghambat anaknya beradaptasi dengan dunia modern. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sejak dini, bahkan di kampung sekalipun.Pendidikan Formal yang Terpusat
Sekolah-sekolah lebih fokus pada penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing, sedangkan bahasa daerah hanya menjadi pelajaran tambahan yang sering diabaikan.Pengaruh Media
Televisi, internet, dan media sosial lebih banyak menampilkan konten berbahasa Indonesia atau bahasa asing, sehingga anak-anak semakin jarang mendengar bahasa daerah di rumah.Kurangnya Kebanggaan terhadap Bahasa Daerah
Tak sedikit orang merasa malu menggunakan bahasa daerahnya, terutama di kota besar, karena dianggap “kampungan.”
Bahaya yang Mengancam
Bahasa yang punah berarti budaya yang ikut terkubur. Inilah beberapa dampak seriusnya:
- Hilangnya Identitas Lokal: Anak-anak tumbuh tanpa mengenal akar mereka sendiri.
- Putusnya Tradisi Lisan: Cerita rakyat, pantun, mantra adat, hingga doa tradisional tak lagi bisa dipahami generasi muda.
- Uniformitas Budaya: Semua menjadi seragam tanpa keberagaman bahasa yang dulu membuat Indonesia kaya warna.
- Runtuhnya Peradaban Lokal: Tanpa bahasa, tak ada lagi alat untuk melestarikan pengetahuan tradisional yang unik di tiap daerah.