Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Senior vs. Guru Junior: Kolaborasi atau Kompetisi?

6 Agustus 2025   09:27 Diperbarui: 6 Agustus 2025   12:29 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  guru senior dan junior sedang membangun jembatan penghubung. (Sumber: Dok. Pribadi/dibuat dengan AI)

Di ruang guru, dua dunia diam-diam berdampingan. Yang satu dihormati karena pengalaman dan wibawanya, sementara yang lain disambut karena semangat baru dan inovasinya. Namun, apakah keduanya benar-benar saling mengisi atau perlahan saling menjauh?

Sering kali, guru-guru junior tampak malu-malu, lebih banyak memilih mendengar daripada berbicara, takut jika ide-ide segarnya dianggap terlalu berani. Sebaliknya, para senior terlihat lebih bebas, santai mengutarakan pendapat, bahkan tak jarang menjadi pusat percakapan. Di antara keduanya, ada jarak yang tak kasat mata, bukan permusuhan, tapi rasa sungkan yang menahan potensi kolaborasi besar yang sebenarnya bisa lahir dari pertemuan pengalaman dan inovasi.

Kesenjangan antara guru senior dan junior bukan sekadar soal umur atau masa kerja. Ini adalah benturan nilai, kebiasaan, hingga ambisi. Jika tidak dikelola, jurang ini akan makin lebar. Tapi jika dijembatani dengan bijak, bisa menjadi kekuatan luar biasa bagi sekolah di era perubahan cepat ini.

Di balik senyum ramah di ruang guru, tersimpan percakapan tak terucap yang menggambarkan tarik-menarik antara pengalaman panjang dan semangat baru.

Guru senior sering merasa pengalaman adalah kunci utama, sementara guru junior datang dengan gagasan segar dan semangat digital yang membara. Jika perbedaan ini dibiarkan menjadi jurang, bukan tidak mungkin akan muncul konflik diam-diam yang melemahkan iklim kerja sekolah. Tapi jika dikelola dengan cerdas, kombinasi ini justru bisa menjadi mesin penggerak transformasi pendidikan yang dahsyat.

Suatu hari, guru senior menegur guru junior karena mengizinkan siswa menggunakan ponsel saat pelajaran. Padahal, sang guru junior sedang mempraktikkan metode mentimeter untuk polling opini siswa. Keduanya punya niat baik, tapi pendekatannya berbeda.

Inilah contoh kecil betapa gap bisa menimbulkan miskomunikasi jika tidak dibicarakan dengan terbuka.

Maka, pertanyaannya: akankah ruang guru menjadi arena kolaborasi yang saling memperkuat, atau panggung kompetisi yang saling menjatuhkan?

Akar Kesenjangan Antara Guru Senior dan Junior

Sekarang kita gali akar dari gap ini. Kesenjangan antara guru senior dan junior muncul karena beberapa faktor utama:

1. Perbedaan Pengalaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun