"Pa, Ma, saya berangkat dulu ya."
Ucap si sulung sambil mencium tangan kami satu per satu. Setelah berpamitan, ia perlahan menaiki bus DAMRI yang sudah siap berangkat menuju Jakarta. Kami hanya bisa mengangguk, menyembunyikan rasa haru di balik senyum tipis. Ini bukan kali pertamanya ke Jakarta menggunakan DAMRI, tapi ini adalah kali pertama ia berangkat sendiri - tanpa orang tua, tanpa teman, hanya dirinya dan ransel di punggung.
Ada perasaan khawatir, tentu. Tapi di balik itu, ada juga rasa tenang yang menguat. Kami merasa cukup nyaman melepas kepergiannya karena reputasi DAMRI yang kini sangat baik, jauh lebih profesional, bersih, dan teratur. Perjalanan yang dulu terasa penuh ketidakpastian, kini berubah menjadi pengalaman yang lebih aman dan terpercaya.
Padahal beberapa tahun lalu, cerita tentang DAMRI masih dipenuhi keluhan. Kami ingat betul saat pernah bepergian bersama, handphone keponakan kami hilang saat sedang di-charge di dalam bus. Tak ada CCTV, tak ada jejak. Kami hanya bisa saling curiga dan menyesal karena lengah. Saat itu, kami berpikir dua kali sebelum naik DAMRI lagi.
Namun waktu telah mengubah banyak hal. Kini, sistem keamanan diperbaiki, sopir dan petugas lebih profesional, dan armada pun lebih nyaman. Dari pengalaman pahit di masa lalu, kami kini melihat harapan baru dalam setiap kursi DAMRI yang melaju menuju ibu kota.
DAMRI, tak hanya melambangkan sebuah perusahaan otobus, melainkan juga saksi bisu perjalanan panjang bangsa Indonesia. Dari gempita era kolonial hingga denyut nadi modernitas, DAMRI bukan sekadar penyedia layanan transportasi; ia adalah bagian tak terpisahkan dari narasi pergerakan dan pembangunan negeri ini.
Cikal Bakal DAMRI: Dari Jawatan Penjajahan ke Transportasi Republik
Sejarah DAMRI bukanlah kisah yang dimulai dari titik nol. Cikal bakalnya terentang jauh ke belakang, pada masa penjajahan Belanda. Saat itu, ia dikenal sebagai Jawatan Angkutan Motor Republik Indonesia, atau yang lebih akrab di telinga dengan sebutan Jawatan Angkutan Darat.Â
Perannya vital, menggerakkan roda ekonomi kolonial melalui jalur distribusi barang dan mobilitas masyarakat di berbagai kota. Armada yang sederhana, jalanan yang belum semaju sekarang, namun semangat untuk menghubungkan selalu ada.
Pasca-kemerdekaan, di tengah gejolak revolusi dan pembangunan ulang fondasi bangsa, DAMRI bertransformasi. Nama barunya, Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI), tak hanya sekadar akronim, melainkan penegasan identitas kebangsaan.Â
DAMRI bukan lagi alat kolonial, melainkan aset milik rakyat, yang dipercaya mengemban misi besar: menghubungkan pelosok, menopang ekonomi, dan memastikan mobilitas sosial masyarakat.