Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Sawah Terakhir di Tengah Kota: Tergusur demi Beton, Terancam Krisis Pangan?

22 Juni 2025   07:01 Diperbarui: 22 Juni 2025   13:26 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawah diantara Bangunan. Sumber: Dok. Pribadi

Arah Baru: Petani Modern, Sawah Digital

Kita bisa mulai menyuarakan bahwa menjadi petani bukan harus tinggal di desa, dan bukan harus miskin. Petani modern bisa tinggal di kota, mengelola sawah kecil dengan teknologi, dan menjual hasil panen lewat platform digital.

Jika kita bisa membuat budaya "kalau belum makan nasi belum makan", maka kita juga bisa menciptakan budaya baru:
"Kalau belum menghargai petani, jangan bicara soal ketahanan pangan."

Refleksi: Apakah Kota Hanya Milik Pengembang?

Pertanyaan yang mengusik nurani adalah: untuk siapa kota dibangun? Apakah hanya untuk mereka yang mampu membeli rumah baru? Atau untuk semua lapisan masyarakat- termasuk petani, generasi muda, dan ekosistem yang memberi hidup?

Kita perlu menyuarakan keadilan ruang. Pembangunan tidak boleh mematikan ruang hidup yang esensial.

Ruang Hijau Produktif: Bukan Sekadar Taman, tapi Sawah

Kota boleh tumbuh, tapi jangan rakus. Jangan semua ruang hijau diganti taman palsu yang tak menanam pangan. Kita butuh sawah di kota, bukan hanya untuk estetika, tapi untuk bertahan.

Konon, negara-negara maju seperti Jepang bahkan menerapkan konsep “peri-urban farming”, di mana sawah dan kebun tetap dijaga di dalam kota. Petani mendapatkan insentif, hasil panen dikonsumsi warga, dan ruang kota tetap seimbang antara beton dan tanah.

Solusi Bukan Sekadar Regulasi

Pemerintah memang telah mengeluarkan regulasi tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Namun di lapangan, implementasi dan pengawasan sangat lemah. Banyak sawah yang sudah masuk kategori LP2B tetap saja dibangun perumahan dengan berbagai celah hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun