Mohon tunggu...
soni sonjaya
soni sonjaya Mohon Tunggu... -

Praktisi radio, MC, trainer, dosen komunikasi dibeberapa perguruan tinggi swasta, khususnya di lingkungan lp3i Bandung dan Universitas Islam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Secuil Kisah Komunitas Musik Bandung dan Problematikanya

10 September 2014   23:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muda-mudi Kota Bandung, memadati peresmian Taman Musik Centrum, Jalan Belitung, Kota Bandung, Sabtu (1/3/2014). (KOMPAS.com/PUTRA PRIMA PERDANA)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Muda-mudi Kota Bandung, memadati peresmian Taman Musik Centrum, Jalan Belitung, Kota Bandung, Sabtu (1/3/2014). (KOMPAS.com/PUTRA PRIMA PERDANA)"][/caption] Lambat bergerak namun pasti ke arah tujuan yang dicita-citakan bersama, terkadang ada yang tetap bersama atau ada pula yang pergi berpisah. Waktu jualah yang menjawabnya walau kadang rindu bertemu lagi dalam suasana yang sama di waktu lampau. Begitulah perasaan orang yang pernah bersama dalam sebuah wadah perkumpulan. Bandung merupakan sebuah kota yang unik, sejuk (walau sekarang tidak, tapi saya pernah mengalami pada jaman sejuknya) memiliki anak muda yang kreatif, dari sekedar kumpul-kumpul maka lahirlah jutaan ide yang setelah direalisasikan menjadi sesuatu yang membanggakan. Perkumpulan yang paling gampang terbentuk adalah atas dasar sebuah hobi atau kesukaan yang sama, dan musik adalah pemicu yang paling utama. Ngobrol tentang musik dengan orang yang juga menyukainya waktu akan terasa cepat berlalu tanpa terasa hari akan mulai gelap sejak terang dimulainya obrolan. Akan tetapi janganlah melihat sekarang, kita tengok sejenak pada awal mereka berkumpul begitu banyak kisah memilukan yang jadi untold story. Sebagai awal, kita mengintip sepak terjang anak-anak Bandung Timur yang terkenal dengan scene metalnya, bahkan gaungnya sampai ke jurnalis asing meliputnya. Pada awalnya mereka menyukai musik-musik cadas yang tentu musik impor. Mereka mengelompokkan dirinya dengan kaos hitam dan dengan desain serem (ga jauh dari tengkorak dan malaikat kematian). Dari situlah mereka mulai membentuk band sendiri dengan haluan musik cadas. Komunitas ini (sekarang lebih dikenal dengan Ujung Berung Rebels) begitu sulit untuk bisa menampilkan karya-karyanya, tidak ada satu pun sponsor yang mau membiayai pertunjukan mereka. Spirit indie mulai muncul, mereka mendanai sendiri pertunjukan dengan sound system ala kadarnya, tempat kecil dengan penonton sedikit tidak menjadi masalah, karena ini adalah hajat dari mereka untuk mereka. Resistensi begitu tinggi dari kalangan masyarakat, begitu pun dari kalangan aparat. Stigma musik aliran setan, biang kerusuhan, dandanan sangar adalah asumsi kebanyakan orang. Imbasnya adalah selain mereka jadi kaum marjinal, ijin menyelenggarakan pertunjukan pun menjadi sesuatu yang sangat istimewa dan langka bagi mereka, karena seringkali pertunjukan mereka malah dibubarkan tengah jalan oleh aparat. Singkat kata singkat cerita, anak-anak scene metal ini berperang (berjuang) melawan kondisi tersebut dengan membuktikan dengan karya, banyak ilustrator yang lahir dari kalangan mereka, penulis buku produktif, bahkan grup band dengan skala internasional pun terlahir di kalangan mereka. Lepas dari urusan pakaian serbahitam, sekarang kita bergeser ke komunitas musik reggae di Kota Bandung, setelah musik cadas mendapat kepercayaan dari publik dan aparat, nasib buruk masih hinggap di kalangan komunitas musik reggae. Rambut gimbal, pakaian warna-warni dengan dominan merah, kuning, hijau selalu menghiasi keberadaan mereka. Stigma lain yang melekat adalah dengan ganja dan aliran yang dianggap sesat, yaitu rastafara yang merupakan haluan keyakinan Bob Marley sang legenda reggae dunia. Komunitas reggae ini sedang dirundung masalah dengan sempitnya ruang gerak mereka karena stigma tersebut, mereka menjadi susah untuk menggelar sebuah acara karena perijinan sangat sulit didapat, belum lagi ormas agama yang masih mencurigai tentang ganja dan kesesatan agama tertentu. Setelah didalami dan dikenali, semua atribut, logo atau lambang atau simbol tersebut menjadi tidak linear dengan perilaku komunitas penikmat musik reggae, walau tidak dipungkiri yang menelan mentah-mentah ideologinya pun memang ada. Waktu terus berjalan, kepercayaan publik akhirnya datang juga, khususnya dari aparat kepolisian walau masih setengah hati. Forum dialog alias curhat dari hati ke hati mulai muncul, karena dari lingkungan mereka muncul pula yang memainkan ideologi sendiri yang notabene Islam sebagai agama mayoritas Indonesia namun musik tetap Jamaican sound (Reggae). Lirik-lirik lagu yang bernuansa kebangsaan, lagu yang liriknya religi dan lirik lagu yang begitu cinta pada lingkungan semakin bermunculan. Sebut saja The Sobek Project Band yang sedang merintis ke arah posotive vibration , Gangsta Rasta, Roots dan masih banyak lagi . Persoalan komunitas ini tidak bisa dianggap sebelah mata, karena kekuatan komunitas begitu besar. Bukti dari semua itu adalah bahwa mereka survive mereka keep on fighting for stay alive dan tetap menunjukkan eksistensinya. Bukti lain adalah dengan semakin banyak event-event yang bertemakan komunitas, bahkan partai politik pun tergiur untuk mendekati komunitas. Akan tetapi mereka yang mendekati kadang lupa akan susahnya mereka dahulu, betapa sempitnya ruang mereka dahulu. Namun itulah sebuah perjalanan yang harus dilalui, setidaknya para pemimpin negeri ini merangkul mereka, bukalah ruang komunikasi, bangun sebuah hubungan agar semua kekhawatiran tidak menjadi kenyataan, agar semua yang dituduhkan tidak menjadi sebuah kebenaran, agar kreativitas tidak mati karena bagaimanapun mereka adalah anak bangsa yang punya cita-cita dan punya masa depan dan sangat mencintai bangsanya sendiri, bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun