Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Menjadi Kompasianer sejak Januari 2019 | Menulis lintas disiplin tanpa batasan genre. Mencari makna lewat berbagai sudut, dari hal-hal paling sunyi hingga yang paling gaduh.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Andai DPR Peduli, Kerusuhan dan Kekerasan Tidak Akan Terjadi

30 Agustus 2025   10:20 Diperbarui: 30 Agustus 2025   10:25 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi demonstrasi di gedung DPR RI (Sumber gambar: Media Indonesia/Usman Iskandar)

Sebuah pertanyaan pahit menggantung di udara, mengambang di atas puing-puing kemarahan dan luka: andai saja para wakil rakyat itu sedikit saja lebih peduli, akankah kerusuhan dan kekerasan yang baru saja terjadi bisa dihindari?

Akankah nyawa-nyawa yang melayang, termasuk seorang pengemudi ojek online (ojol) yang tak bersalah, tetap berada di sisi orang-orang tercinta mereka?

Rentetan peristiwa yang terjadi pada akhir Agustus 2025 bukanlah sekadar catatan sejarah demonstrasi. Ini adalah tamparan keras bagi nurani bangsa, sebuah cermin buram yang memperlihatkan bagaimana kesenjangan sosial, rasa keadilan yang tercederai, dan sikap abai penguasa bisa memicu kobaran api yang membakar segalanya.

Demonstran di Mako Brimob, Kwitang (Sumber gambar: Bisnis.com/Himawan L. Nugraha)
Demonstran di Mako Brimob, Kwitang (Sumber gambar: Bisnis.com/Himawan L. Nugraha)

Ketika Rakyat Berbicara, Siapa yang Mendengar?
Awalnya, niatnya baik. Ribuan buruh turun ke jalan, dengan keringat membasahi dahi dan harapan menggantung di setiap pekikan. Mereka menuntut keadilan, menolak upah murah, dan berharap hidup layak, sama seperti janji-janji yang kerap diumbar saat kampanye.

Mahasiswa, dengan idealisme yang masih menyala, ikut menyuarakan keresahan. Salah satu tuntutan utama yang mengganjal adalah tunjangan fantastis para wakil rakyat.

Bayangkan, ketika jutaan rakyat berjuang mati-matian hanya untuk sesuap nasi, para pengemban amanah di Senayan justru sibuk menaikkan tunjangan mereka, seolah hidup di planet lain.

Kita semua tahu, demonstrasi adalah hak. Itu adalah cara rakyat menyalurkan aspirasi, berharap ada telinga yang mau mendengar.

Tapi apa yang terjadi? Ketika massa buruh dan mahasiswa datang dengan harapan, mereka justru disambut oleh gedung parlemen yang lengang. Para wakil rakyat yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, memilih untuk bekerja dari rumah.

Ini bukan hanya sekadar ketidakhadiran fisik, ini adalah ketidakhadiran empati, sebuah pesan tersirat bahwa "kami tidak mau diganggu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun