Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi Politik Domestik

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kenapa Banyak Jenis Kerja, Sebutannya Cuma (Sekadar) "Admin"?

31 Juli 2025   13:14 Diperbarui: 1 Agustus 2025   09:07 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan kantor | DP/TS

Tulisan ini buat kamu yang pernah, sedang, atau akan menjadi "admin" (di semua jenis pekerjaan). Dan buat kamu juga yang berencana ingin merekrut "admin".

Pernah suatu hari, saya bertanya pada seseorang:
"Kamu kerja apa sekarang?"
Dia menjawab: "Admin."
Saya mengangguk. Perlahan. Dalam hati saya berpikir: admin yang bagaimana?

Karena di zaman sekarang, "admin" bisa berarti apa saja, dan karena itu juga, kadang tidak berarti apa-apa.

Admin: Kata Suci Dunia Kerja Abad Ini

Kita hidup di era di mana jabatan bukan lagi soal fungsi, tapi soal efisiensi penyebutan. Semua yang terlalu rumit, digabung saja. Lalu namai "admin".

Pernah lihat lowongan kerja seperti ini?

Dicari admin: bisa balas chat, bikin laporan, ngurus invoice, handle komplain, kirim barang, upload konten, dan sesekali nemenin bos makan siang.
Gaji UMR. Lokasi dekat kuburan. Harus siap lembur tanpa diberi tahu.

Kita tidak sedang bercanda. Itu benar-benar ada.

Admin Adalah Segalanya

Kamu membalas chat pelanggan? Kamu admin.
Kamu entry data ke Excel? Kamu admin.
Kamu posting Reels tiap pagi dan upload TikTok tiap malam? Admin juga.
Kamu disuruh beli galon, angkat kardus, dan cuci gelas HRD? Tetap admin.

Dalam ekosistem kerja saat ini, admin adalah seperti tepung terigu dalam adonan kue: tidak kelihatan, tapi bikin semua lengket jadi satu.

Tapi hati-hati: terlalu sering disebut "admin", kamu bisa kehilangan bentukmu sendiri.

Jabatan yang Membuatmu Tak Berkembang, tapi Tak Tergantikan

Yang paling menyedihkan dari jabatan "admin" adalah ini:
Kamu dibutuhkan. Tapi kamu bisa diabaikan.
Tanpa kamu, semua kacau. Tapi dengan kamu, tak ada yang ingat kamu.

Kamu tidak punya title keren, tapi kamu yang balas semua email penting.
Kamu tidak duduk di meja manajer, tapi kamu yang tahu siapa yang lagi stres dan siapa yang curi waktu makan siang.
Kamu tahu semua password, tapi kamu tidak masuk grup rapat kebijakan.

Kamu adalah arsitektur senyap perusahaan.

Admin Adalah Masker Identitas

Dalam banyak kasus, orang menyebut dirinya "admin" karena... malas menjelaskan. Atau karena kalau dijelaskan jujur, malah menyakitkan.

Seorang teman saya pernah berkata:

"Sebenarnya gue pegang tiga akun e-commerce, ngatur stok, bikin copywriting, balesin buyer yang marah, dan bantu bungkus paket. Tapi ya... gue bilang aja gue admin. Simpel."

Dan seperti itulah, "admin" jadi masker sosial.

Kadang masker itu melindungi kita. Tapi kadang juga bikin kita sulit bernapas.

Admin Grup WhatsApp: Kekuasaan Mikro Maksimal

Mari kita pindah ke dunia digital. Siapa pemegang kekuasaan tertinggi di dunia maya?

Bukan Zuckerberg. Bukan X (dulu Twitter). Tapi: Admin Grup WhatsApp.

Dia bisa mengganti nama grup kapan saja.
Dia bisa mengatur siapa yang bisa bicara dan siapa yang hanya bisa membaca.
Dia bisa mengeluarkanmu tanpa musyawarah.
Dia adalah oligarki dalam bentuk kontak.

Tapi dia juga:
Orang yang disuruh-suruh,
Yang di-tag setiap hari,
Yang disalahkan kalau tak ada pengumuman.

Admin WhatsApp adalah tirani sekaligus tumbal. Lengkap sudah.

Kenapa Kita Semua Jadi Admin?

Saya punya dugaan. Ini bukan karena pekerjaan makin mirip, tapi karena bahasa kerja kita makin malas. Kita enggan menyebut fungsi spesifik. Kita tidak ingin kelihatan kecil. Maka kita buat satu payung untuk segalanya: admin.

Mau pekerjaan setara CEO tapi gajinya pas-pasan? Admin.
Mau kerja tanpa arah tapi tetap terdengar penting? Admin.
Mau kerja 12 tugas beda tapi diketik hanya dua suku kata? Admin.

Istilah "admin" menenangkan. Tapi juga menyesatkan.

Bahaya "Adminisasi" Dunia Kerja

Ketika semua pekerjaan disebut "admin", kita kehilangan peta.
Tidak ada jalur karier.
Tidak ada pembeda keahlian.
Tidak ada nilai yang bisa dinegosiasikan.

Kamu kerja 5 tahun sebagai "admin", lalu mau pindah kerja. Apa yang kamu tulis di CV? "Admin."
Pewawancara akan tanya: "Admin apa?"
Dan kamu akan menjawab, "Ya pokoknya admin, Pak."
Dan itulah titik awal dan akhir wawancara itu.

Saatnya Menamai Ulang Diri Kita

Kalau kamu kerja di konten, sebutlah dirimu Content Executive.
Kalau kamu urus logistik, tulislah Supply Coordinator.
Kalau kamu jaga email dan pembukuan, ambil hakmu sebagai Office Manager.

Bukan soal keren-kerenan. Tapi karena kamu butuh:
Pengakuan yang adil,
Ruang untuk berkembang,
Dan identitas kerja yang bukan sekadar sebutan murahan.

Jangan biarkan kata "admin" menutup pintu masa depanmu.

Kita Semua Admin, tapi Harus Tahu Batasnya

Saya percaya, admin itu penting. Tapi saya juga percaya bahwa terlalu banyak hal di dunia ini yang disebut "admin" padahal seharusnya tidak.

Jangan biarkan dunia kerja menjadikan "admin" sebagai palu untuk semua paku.
Karena tidak semua masalah adalah paku. Dan tidak semua manusia adalah "admin".

Kita semua boleh mulai dari titik itu. Tapi jangan berhenti di sana.
Karena di balik kata "admin", ada orang yang sedang belajar menyebut dirinya dengan lebih jujur.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun