Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi Politik Domestik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Asal Usul Makanan: Perjuangan Leluhur yang Menyelamatkan Peradaban

23 Juli 2025   17:51 Diperbarui: 23 Juli 2025   17:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengolahan sagu secara tradisional (Sumber: ANTARA News/Monalisa)

Menguak Rahasia Pangan, Menginspirasi Rasa Syukur Kita

Pernahkah kita berpikir bagaimana nasi hangat yang mengepul di piring atau jagung manis yang renyah bisa hadir begitu mudah di meja makan?

Di balik makanan sehari-hari, tersembunyi kisah luar biasa tentang asal usul makanan, sejarah pangan, dan perjuangan manusia sejak zaman purba. Ini bukan hanya soal bertani, tapi tentang bagaimana nenek moyang kita mempertaruhkan nyawa demi pengetahuan pangan yang kita nikmati hari ini.

Sejarah Pangan: Dari Hutan Liar ke Meja Makan

Bayangkan ribuan tahun lalu. Manusia purba hidup di tengah belantara, dikelilingi ribuan jenis tanaman yang belum dikenal. Rasa lapar membuat mereka harus bereksperimen: mana yang bisa dimakan, mana yang mematikan.

Tak ada ilmu kimia. Tak ada literatur panduan. Hanya keberanian, pengamatan, dan intuisi.

Ketika seseorang mencicipi buah asing, ia mungkin mengalami kejang, demam, atau bahkan meninggal. Tapi dari setiap tragedi itulah lahir pengetahuan kolektif tentang makanan.

Mereka belajar bahwa biji tertentu bisa dimakan jika diolah: direndam, direbus, atau dipanggang. Di antara temuan paling monumental adalah padi liar di lembah Sungai Yangtze, Tiongkok, yang melalui proses panjang domestikasi padi, akhirnya menjadi makanan pokok miliaran orang.

Warisan Leluhur: Dari Risiko ke Kemudahan

Hari ini, kita hidup dalam dunia yang memberi akses makanan instan. Tinggal pergi ke supermarket, pasar modern, atau sekadar buka aplikasi, makanan datang ke pintu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun